Begitu sarapan selesai Syifa membantu Rey berkemas sementara Axelle sedang sibuk membeli tiket. Bos Syifa, Hali sudah pergi ke kantor meninggalkan mereka.
"Apa sudah siap?" tanya Axelle setelah menutup telepon dan menghampiri Syifa beserta Rey.
"Ya sudah, Axelle tolong jaga Rey baik-baik. Dia harus minum susu tiap pagi, kalau malam Rey rewel baca buku cerita atau temani dia tidur. Rey tidak terlalu suka dengan sayur jadi kalau dia mau makan sayur kasih saja sedikit. Taruhnya juga di piring yang terpisah ...." dan masih banyak peraturan lain yang cukup membuat Axelle pusing akan tetapi pria itu bisa mengingat jadi Syifa tak perlu khawatir.
Setelah semuanya selesai mereka lalu menuju bandara di mana sebuah jet pribadi telah menunggu mereka. 30 menit sebelum keberangkatan, Syifa memeluk Rey dan sering kali mengecup wajah anak kecil itu.
Berat sekali berpisah dengan Rey barang sebentar tapi Syifa harus membiasakan diri sebab anak itu bukanlah miliknya seorang. Dia mempunyai keluarga lain yang juga membutuhkannya.
"Jangan nakal ya di sana, dengarkan selalu perkataan Ayah. Bersikaplah sopan sama Kakek dan Nenek." perkataan Syifa dibalas dengan anggukan dari Rey.
Axelle yang baru saja selesai menelepon datang menghampiri mereka berdua, mengatakan jet telah siap tinggal menaiki pesawat saja.
Genggaman tangan Rey beralih dari Syifa ke Axelle. Sebuah kecupan jauh dibuat untuk anak kecil tersebut dan dibalas dengan lambaian tangan yang manis, mampu menyejukkan hati Syifa.
Melihat interaksi antara Ibu anak itu Axelle merasa dirinya sangat jahat sebab telah memisahkan Rey dan Syifa meski cuma sementara namun dampaknya dashyat sekali.
Yah meski pria berprofesi sebagai CEO dari perusahaan Amzari Jewelry akan tetap membawa Rey, ada sesuatu yang harus dilakukan oleh Axelle demi mengobati penyesalan yang dirasakan.
"Syifa," panggil Axelle. Wanita itu kontan melihat pada si pria. Tatapannya tampak baru saja tersadar dari lamunan.
"Kau jangan khawatir, aku pasti akan menjaga Rey dengan baik." penghiburan dari Axelle disertai senyuman hangat hanya disambut anggukan oleh Syifa.
Kemudian keduanya meninggalkan Ibu angkat Rey sendiri. Kadang-kadang Rey menoleh, dia ingin tahu apakah Syifa masih berdiri di sana atau tidak hingga mereka memasuki ruang tunggu setelah pemeriksaan paspor.
Syifa mengeluarkan napas panjang. perasaannya campur aduk sebab memikirkan Rey. Kini dia berharap semua yang direncanakan bisa berjalan lancar.
Semoga juga Rey tak terlalu memenungkan Syifa terutama tentang janji. Dengan langkah berat, wanita itu keluar dari bandara.
Dia harus bergegas pulang ke rumah agar menyusul Hali. Tentu si bos sudah menunggu di kantor dengan ekspresi menyebalkan.
"Syifa!" panggilan dari seseorang mendadak menghentikan gerak kakinya dan sontak melihat ke asal suara di mana pria yang baru saja dipikirkan telah berada di hadapan sekarang.
Wajah Hali sangat jutek ketika memandang Syifa. "Kenapa kau lama sekali? Aku bosan terus menunggu," gerutu pria itu.
"Maaf Tuan saya-"
"Diam dan ikut aku! Kita harus cepat ke kantor, ada banyak pekerjaan di sana!" sela Hali kemudian pergi dari Syifa yang tetap berdiam diri.
Tiba-tiba saja Hali mandek melihat sekretarisnya termangu. "Kenapa kau masih bingung, ayo cepat!" perintah Hali sekali lagi.
Akibatnya Syifa terlonjak. Dia langsung mengejar Hali yang berjalan ke parkiran. Sampai di apartemen pria itu masih harus menunggu sekretarisnya untuk bersiap-siap.
"Maaf Tuan jika saya berdandannya lama." Hali tak mengatakan apa pun, dia hanya melirik sejenak lalu berkonsentrasi penuh di jalan raya. Kala menunggu lampu merah, tidak sama seperti biasanya pria itu memilih diam.
Syifa jadi bingung dengan sikap si bos. Apa penyebabnya tidak ada Rey? Seketika itu juga ekspresi sedih terpampang jelas di wajah cantik milik Syifa.
Ternyata apa yang dikatakan oleh Rey sangat benar. Sekarang dia kesepian sebab ketidakhadiran putra angkat yang paling disayanginya. Baru beberapa jam saja, hati ini sudah menahan rindu.
Sedang Hali tenggelam dalam lamunan. Dia telah meminta cuti dari sang Ayah untuk pergi ke Selagor tentu bersama Syifa. Selain karena memiliki urusan, pria itu membutuhkan waktu untuk berpikir tentang janjinya.
"Malam ini kau bersiap ya, kita ke George Town." ujar Hali. Lampu merah pun menjadi hijau dan mobil berjalan lagi.
"Bos punya pekerjaan yang penting ya?" tanya Syifa. Tanpa melihat, lelaki itu mengangguk.
"Baik bos." Tak ada percakapan selanjutnya begitu pun ketika bekerja. Waktu terus berjalan hingga malam menjelang.
Di apartemen Syifa terus menggerutu. Mungkin sebab terbiasa, sehabis bekerja dia datang ke tempat penitipan anak tapi begitu mendengar penjelasan dari pengasuh ia menyadari jika Rey sedang pergi.
Bukan malu yang dirasakan namun sedih sementara dirinya tak bisa berbuat banyak selain menunggu video call dari sang putra. Omelan pun berhenti kala merasakan suasana senyap.
Kini Syifa memandang sekeliling, ruangan penuh warna sekaligus diliputi kehangatan menjadi pudar. Hanya ada suara jam yang menemani semakin menambah kesuraman dari rumah itu.
Suasana hati pun terasa sedih sama seperti keadaan tempat tinggalnya. Suara ketukan tiba-tiba terdengar dari arah pintu disertai pula bel yang ditekan berulang. Lantas Syifa bergerak cepat dan menemukan sosok Hali.
"Kenapa kau masih belum ganti baju? Ayo kita makan di luar, aku traktir. Tidak bagus jika makan hanya berdua nanti tetangga mengira kita melakukan sesuatu yang bukan-bukan." Syifa bergeming. Wanita itu malah fokus pada atasannya itu.
"Kenapa masih bengong, ayo cepat! Waktuku tidak banyak tahu," lanjut Hali dengan nada kesal.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!