"Apaan sih?! Marah-marah terus, kalau keberatan ya jangan jemput aku," omel Syifa ikut dongkol. Hendak menutup pintu Hali mencegat dengan mencengkram lengan sekretarisnya namun tidak menyakitkan.
"Iya aku minta maaf, aku akan menunggumu tapi yang cepat ya setelah itu kita harus ke mall buat beli baju." Syifa memandang teliti pada pria itu. Dari sorot mata tampak jelas ada perasaan bersalah tetapi bibirnya mengerucut kesal ditambah tak melihat ke arahnya.
"Ya sudah aku ganti baju dulu tidak lama kok." Lantas Syifa menutup pintu apartemen, mengganti pakaian secepat mungkin dan hanya memakai make up sederhana.
Tak berapa lama mereka akhirnya tiba di sebuah pasar malam. Suasana ramai tak lantas menyurutkan langkah Hali untuk masuk dan berdesak-desakan sementara Syifa, wanita itu tak bisa menyamakan langkah.
Ah andai saja dia bisa meraih Hali tapi sekarang pria itu sudah menghilang tak berbekas. Syifa tiba-tiba ditarik oleh seseorang kala masih memikirkan betapa lemahnya diri sendiri. Rupanya orang yang membantu adalah Hali sendiri.
Bukan hanya itu saja dia juga membantu Syifa untuk duduk. "Lambat sekali jalanmu makanya rajin olahraga biar badan bisa kuat."
Tidak ada sahutan namun bibir Syifa mengerucut dengan tatapan memicing. "Sebenarnya kau kenapa sih?"
"Hah?"
"Sepanjang hari ini kau selalu saja kesal. Memangnya kau punya masalah apa?" Hali tak langsung menjawab. Dia sibuk dengan seorang pelayan berdarah india yang menanyakan pesanan makanan.
Tak lupa pria berbadan jangkung tersebut bertanya pada Syifa dan mereka pun kembali ditinggalkan. "Kau bicara apa dari tadi?"
"Kau punya masalah apa sih? Kenapa kau selalu masam hari ini?" Syifa mengulang pertanyaan.
Mimik muka Hali langsung berubah. Dia juga memalingkan pandangan ke tempat lain. "Apa aku benar?" wanita yang berprofesi sebagai sekretaris itu menerka.
"Itu urusanku!" balas Hali dengan nada jengkel.
"Bos walau kau adalah atasanku tapi kita ini teman. Kendati kau tak menceritakan semuanya, berbagi bisa meringankan pikiran. Aku janji tak akan bertanya cukup jauh."
Dari tampang jelas Hali agak keberatan hingga pria itu mengeluarkan napas panjang. "Aku pergi ke George Town untuk memenuhi undangan dari teman ... Dia akan menikah." ungkap Hali. Ketimbang terlihat kesal dia tampak sedih.
"Jadi kau kesal sebab kau ditinggal nikah sama temanmu?" tanya Syifa lagi dan bosnya mengangguk.
"Kau kekanak-kanakan sekali." ejek Syifa langsung. Alis Hali mengerut hampir menyambung, matanya memandang tajam pada wanita yang bekerja padanya sebagai sekretaris tersebut.
"Menyesal aku bicara sama kamu. Lain kali tak usah kau peduli kalau cuma mengejek," marah Hali.
"Ish bukan itu maksudku,"
"Tapi sama saja!" sanggah pria itu kesal.
"Masa kau kesal begitu hanya karena temanmu mau nikah. Harusnya bahagia dong, tenang saja nanti kalau dapat jodoh pasti menyusul," Syifa menasehati.
"Terseralah apa katamu." pelayan kembali datang dan sebab itu mereka menghentikan perbincangan. Barulah keduanya bercakap setelah orang berdarah India itu pergi.
"Setelah ini kita beli baju buat undangan pernikahan," pinta Hali.
"Ok, oh iya kenapa kau mengajakku? Bukannya kau memiliki beberapa teman yang bisa diajak?"
"Canggung kalau datang sama teman laki-lakiku, lebih baik bawa wanita," Hali menjawab santai.
"Hmm alasan yang bagus. Kapan pernikahannya?"
"Lusa nanti." Beberapa menit setelahnya Hali dan Syifa membayar makanan yang dipesan kemudian ke pasar. Sekali lagi pria itu membayar belanjaan.
Jelas ini keberuntungan buat kembaran Tiara tersebut. Kesempatan tidak datang dua kali maka Syifa membeli beberapa baju sekaligus aksesoris. Tak lupa make up beserta alatnya diambil tanpa perlu pusing berapa yang harus dibayar.
"Terima kasih sudah membayar belanjaanku, kapan-kapan kau traktir aku lagi ya?" Hali cuma melirik ke arah Syifa dan mengeluarkan napas kasar.
"Penggila belanja," bisik Hali mengejek. Sekali lagi dilihatnya Syifa yang senyam-senyum seraya melirik sejumlah tas belanjaan di genggaman.
Tampaknya dia tak mendengar perkataan. Saking sibuk sendiri Syifa harus dituntun dalam berjalan oleh Hali. "Hei kalau jalan hati-hati hampir saja kau menabrak orang," omelnya kesal.
Sekali lagi si sekretaris tak menaruh perhatian dan akhirnya Hali diam seraya terus mengawasi gerak dari wanita itu sampai ke tempat parkir.
"Eh kita sudah sampai?"
"Belum. Sampai di rumah berkemaslah, bawa barang yang penting saja dan jangan lupa dengan pakaian barumu. Kita akan pergi menggunakan kereta jadi jangan terlambat." Syifa hanya sekilas melirik pada Hali lalu mengangguk.
Setibanya di apartemen Syifa menenteng barang belanjaannya sendiri sedang Hali mendampingi wanita itu dengan tangan kosong.
"Hali, bisa tidak bantu aku? Kau keterlaluan sekali bisa membiarkan teman wanitamu memegang barang belanjaannya sendiri," Syifa merajuk.
"Iya, iya sini." senyuman cerah dari sang sekretaris merekah dan memberikan beberapa barang kepada bosnya.
Kemudian Syifa berjalan lebih dulu meninggalkan Hali yang berjalan lebih santai. Sampai di pintu apartemen temannya Syifa berhenti dan mengambil belanjaan dari tangan pria itu.
Tanpa sengaja tangan mereka bersinggungan membuat rasa kejut yang menyentak keduanya. "Kalau mau ambil jangan kasar, aku bisa memberikan barangmu baik-baik," Hali mendumel.
"Memangnya siapa yang ambil paksa?!" balas Syifa kesal. Baik Hali mau pun Syifa sama-sama memasang wajah masam.
Sebab tak mau terjebak dalam suasana penuh kekesalan Hali lebih dulu menyodorkan tas belanja pada si pemilik. "Ambil," perintah pria itu.
Syifa pun menerima dengan bibir mengerucut. "Terima kasih,"
"Hah? Aku tak dengar!"
"Terima kasih!" seru Syifa keras. Dia kemudian berjalan cepat masuk ke dalam apartemen menyisakan Hali seorang diri.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!