Tak terasa hari sudah sore Rey yang sudah kelelahan tampak tertidur pulas di jok belakang. Setiap kali ada kesempatan Axelle melihat pada Rey dan dengan melempar senyuman simpul. "Hei lihatlah jalan, kau mau kita kecelakaan?" tegur Tiara kepada Axelle. Lantas Tiara dihadiahi delikan oleh Axelle selaku sopir.
"Memangnya kenapa kalau aku melihat putraku sendiri?"
"Tidak apa-apa jika kau melihat putramu tapi lihat dulu tempatnya, aku tak mau mati konyol karena dirimu." balas Tiara cepat. Axelle agak kesal namun karena dia tak mau bertengkar maka pria itu memilih untuk diam.
"Tiara apa kita bawa Rey pulang ke rumahnya atau ke vilaku saja?"
"Tentu saja membawanya pulang ke rumah. Rey sangat tak suka ketika dia ditinggalkan oleh Syifa."
"Tapi aku ingin membawanya pulang ke vilaku!"
"Kalau begitu minta izinlah pada Syifa,"
"Kau punya tidak nomor teleponnya?"
"Tidak." balas Tiara singkat.
"Maka percuma saja. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain membawa Rey pulang ke rumah." ada nada kesedihan yang digunakan oleh Axelle yang membuat Tiara agak bersimpati padanya. Sebagai penghiburan wanita itu menggenggam tangan milik Axelle yang tengah memegang perseneling.
"Jangan sedih begitu, kan nantinya kau akan memiliki waktu besok untuk bertemu dengan Rey." Axelle melihat kepada Tiara dengan pandangan yang tak biasa melalui ekor matanya. Dia pun tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Akhirnya Axelle memilih untuk membawa Rey pulang pada Syifa.
Ketika tiba di sana Syifa menyambut mereka dengan baik. "Rey pasti kelelahan sekali." ucap Syifa. Tangannya mengusap lembut kepala Rey yang kini telah berada di pangkuannya.
"Terima kasih juga karena kalian telah membawanya untuk jalan-jalan."
"Untuk anakku sendiri. Kenapa tidak?" sahut Axelle bernada angkuh.
"Sebagai rasa terima kasihnya kalian berdua makan malamlah di sini. Aku sudah menyiapkan makanan." Tiara hendak mengatakan sesuatu tapi malah Axelle menyergah dengan cepat.
"Tidak usah repot-repot kami akan-" suara Axelle berhenti saat Tiara menyikut lengan pria itu dan memberikan tatapan protes.
"Tentu Syifa kami akan dengan senang hati makan malam di sini." Syifa melihat aneh pada keduanya lalu dirinya mengangguk pelan.
"Baguslah." Syifa kemudian bangkit berdiri hendak membawa Rey ke dalam kamar.
"Biar aku saja yang bawa Rey, kerjakan saja pekerjaan lain." kata Axelle secara mendadak.
"Baiklah." Lalu Syifa berjalan menuju dapur bersama dengan Tiara sementara Axelle membawa Rey ke dalam kamar. Sampai di dalam, Axelle lalu membaringkan tubuh kecil putranya ke atas ranjang.
Dipandanginya sebentar sebelum akhirnya mengusap kepala Rey. Axelle kemudian melihat sebuah foto yang terdapat di samping meja. Foto tersebut merupakan foto yang diambil sebelum Jessica meninggal.
Wanita yang selalu berpakaian mini itu tampak tersenyum lebar pada kamera dengan menggendong Rey yang masih bayi. Axelle membuang napas berat dan pada saat yang sama perasaan menyesal meliputi Axelle.
Semua sudah berlalu. Tidak ada gunanya meminta maaf. Axelle lalu berjalan keluar setelah meletakkan kembali foto Jessica.
Di meja makan Syifa dan Tiara sudah menyelesaikan pekerjaan mereka, cuma menunggu Axelle untuk makan. Axelle segera mengambil tempat duduk di samping Tiara lalu makan tanpa ada suatu masalah.
"Axelle boleh aku bertanya?"
"Silakan."
"Sebenarnya apa hubunganmu dengan saudara kembarku?" Axelle yang baru saja menelan satu suapan tersenyum smirk.
"Apa kalau aku jujur, kau akan mengizinkan kami menikah?" Tiara dan Syifa sama-sama terkejut. Segera Tiara menyergah dengan cepat.
"Syifa jangan berpikir hal yang aneh, aku tak memiliki hubungan dengan pria ini-"
"Jelaskan bagaimana bisa ada tanda merah di jenjang leher Tiara, kau apakan dia?" tanya Syifa mengabaikan sahutan Tiara.
Makin lebar saja seringai Axelle. "Kau seorang wanita dewasa bukan, kau jelas tahu apa yang telah dilakukan oleh seseorang ketika memiliki tanda seperti itu."
"Oh jadi kau sudah melakukannya dengan Tiara, begitu?!"
"Tidak Syifa jangan dengarkan Axelle lalu kau kenapa memancing amarah Syifa?!"
"Kau harus bertanggung jawab!"
"Sip aku akan menikahi Tiara!"
"Syifa!?" suara Tiara memprotes namun tak dipedulikan oleh Syifa dan Axelle yang memandang tajam satu sama lain.
Pintu apartemen Syifa mendadak terbuka. Sosok Hali yang terhuyung ke depan jatuh ke lantai menciptakan kebisingan. Kontan mereka menoleh ke asal suara dan menemukan pria itu dengan tampilan yang berantakan.
"Syifa ...." lirih Hali sambil berupaya bangkit. Tampaklah Adwan sahabat baik Hali membantu pria itu.
"Sudah berapa kali aku bilang kau harus hati-hati." Adwan menegakkan kepala dan terkejut melihat tiga orang berdiri di hadapannya. Ini tak baik. Syifa sedang kedatangan tamu.
"Ah maafkan kami Syifa aku pikir kau sendirian ternyata punya tamu, tenang saja kami tak akan mengganggu kalian. Silakan nikmati waktunya."
"Pak Hali?" Adwan melihat ke arah Axelle yang masih memperhatikan Hali dengan pandangan heran.
"Anda kenal sahabat saya?"
"Iya kami melakukan kerja sama." Hali tampak tak peduli akan perbincangan Adwan dan Axelle. Dia lebih tertarik pada Syifa namun dalam mabuknya dia sulit mencari nama Syifa yang asli.
Karena alkohol Hali melihat Syifa ada empat padahal biasanya ada dua. "Syifa mendekatlah." Syifa lantas mengikuti permintaan Hali dan pria itu mulai menangis.
"Ada apa? Kenapa Tuan menangis?" Axelle memperhatikan interaksi antara Syifa dan Hali. Dia memang mengetahui kalau Syifa adalah sekretaris Hali akan tetapi Axelle tak mendapat kabar kalau hubungan mereka berdua sangatlah dekat.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!