"I-ini Ayah Rey?" tanya Hali masih tak percaya. Pertanyaannya memang bodoh akan tetapi Hali tidak tahu harus mengatakan apa lagi karena otaknya belum mencerna baik ucapan Rey.
"Iya, ini Ayah Ley." Lantas Hali memandang pada Axelle yang memasang wajah datar.
"Rey anak kecil jadi tidak mungkin dia berbohong."jawab Axelle. Dia kemudian meletakkan Rey di tempat duduk semula.
Hali terus melihat Rey dan Axelle dengan mata membulat. Kendati Hali memakai kacamata hitam pemberian Rey, tetap saja Axelle merasa risi dengan tatapan Hali.
Pasalnya Hali tak pernah memalingkan wajahnya ke tempat lain. Syifa menghampiri mereka lagi seraya membawa buah-buahan sebagai makanan penutup.
Wanita itu juga merasa aneh akan sikap Hali. "Hali, kok diam begitu?" berkat pertanyaan Syifa, Hali jadi tersadar lalu menyeret Syifa agar menjauh dari Rey dan Axelle.
"Syifa apa itu benar?"
"Soal apa?"
"Soal Axelle adalah Ayah kandung Rey," spontan Syifa mengangguk.
"Jadi pria yang kau ceritakan adalah Axelle?"
"Iya memangnya kenapa?" balas Syifa enteng.
"Kau serius? Dia adalah orang yang menghamili sahabatmu?"
"Iya, Ibu Rey sendiri yang bilang kalau namanya Axelle." Hali tak bisa berkata apa-apa dan memandang ke arah Axelle beserta Hali.
Keduanya tampak akrab. Hali jadi agak tak suka. "Ayo duduk, kita sarapan."
Hali menurut saja saat badannya didorong oleh Syifa agar duduk berhadapan dengan Axelle dan Rey. Mau tak mau dia harus melihat keduanya meski membenci pemandangan tersebut.
"Axelle, sarapanlah bersama kami." pinta Syifa seraya hendak mengambil satu piring untuk Axelle.
"Tidak usah repot. Aku di sini hanya untuk bertemu dengan Rey setelahnya aku akan pulang ke Indonesia." sontak Hali, Syifa dan juga Rey memandang pada Axelle.
Secara mendadak sepasang mata Rey berkaca-kaca. "Ayah mau pelgi? Ayah sudah tak sayang sama Ley lagi?"
"Bukan begitu Rey. Ayah sudah tak punya urusan lagi di sini dan Ayah pun harus kembali karena banyak sekali pekerjaan." kata Axelle santai. Sebagai tambahan untuk menenangkan anaknya ia menepuk kepala milik Rey.
"Ayah usahakan selalu menghubungimu setiap malam." Rey mengusap matanya lalu memberikan jari kelingkingnya pada Axelle.
"Janji?" tentu saja Axelle tak mau mengecewakan anaknya dan tanpa ragu menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking kecil milik Rey.
"Iya Ayah janji." interaksi antara Ayah dan anak membuat Hali merasa kesal. Dia pun memilih mengaduk makanannya dengan pikiran campur aduk.
"Ayah juga harus mengejar pesawat jadi Ayah tak bisa berlama-lama." pria pemilik perusahaan perhiasan tersebut merunduk, memberikan kecupan di kedua pipi Rey lalu menasehatinya.
"Jaga dirimu baik-baik dan patuhlah pada Bunda Syifa,"
"Baik Ayah. Ayah juga halus hati-hati."
"Iya." Axelle kemudian bergegas menuju pintu dan menghilang dari pandangan. Syifa mengembuskan napas lega dalam diam. Dia senang setidaknya Axelle tak bersikap kekanak-kanakan lagi barangkali sebab ada Rey.
"Ayo Rey habiskan sarapanmu." Rey mengangguk. Syifa lalu melihat pada Hali yang duduk di tempat di sampingnya.
"Bos Hali kenapa diam saja? Ayo makan. Setelah ini aku dan Rey akan pergi berbelanja jadi-"
"Boleh aku ikut denganmu?" pertanyan Hali yang tiba-tiba cukup membuat Syifa agak kaget. Untuk sesaat dia memandang lama pada Hali kemudian mengangguk pelan.
"Kau mau berbelanja perlengkapan rumah juga?"
"Iya tapi nanti langsung satu kali dengan belanjaanmu. Aku akan bayar kok."
"Ok." tak ada lagi pembicaraan setelahnya sampai mereka menghabiskan sarapan. Hali kemudian kembali ke apartemennya dan mengganti baju secepat dia bisa.
Begitu keluar Syifa dan Rey sudah menunggunya di luar. "Aku akan menyiapkan mobil. Kalian tunggu saja aku di luar."
Syifa tidak merespon. Dia sudah hafal bagaimana kebiasaan Hali jadi tak perlu dijawab pun wanita itu sudah mengerti. Beberapa menit dilalui oleh Syifa dan Rey menunggu Hali dengan mobilnya.
Dalam waktu yang singkat mereka sedang dalam perjalanan menuju pasar tentunya bersama Hali. "Paman,"
"Ya, ada apa?" tanya Hali tanpa melihat pada Rey.
"Tante itu ke mana sekalang?" baik Hali dan Syifa sama-sama bingung, tak mengerti dengan ucapan Rey.
"Tante yang mana?"
"Tante yang selalu dekat sama Paman Hali,"
"Maksudmu tante Marisa?" secara mendadak mobil berhenti mengejutkan Syifa dan Rey.
"Hali kalau mengemudi perhatikan dong jalanannya!"
"Maafkan aku, aku agak melamun." raut wajah Syifa terlihat marah namun memandang wajah Rey yang terlihat kurang baik membuat Syifa bersimpati pada lelaki itu.
"Rey nanti pulang dari belanja ya baru Bunda jawab." anak kecil itu tak keberatan akan jawaban Syifa sehingga diam saja.
"Hali, kau baik-baik saja?" tak ada balasan dari Hali. Pria itu sepertinya sedang melamun. Sekali lagi Syifa bertanya dan menyentuh pundak dari bosnya itu.
"Hali!" dia terperanjat dan memandang ke arah Syifa. Ada raut wajah kecemasan tapi Hali cuma mengangguk dengan jawaban pelan.
Mobil kembali berjalan menuju pasar dan ketiganya keluar setelah Hali memakirkan mobil miliknya dekat dari pasar. "Kau mau beli apa?"
"Beberapa kebutuhan. Aku perlu mengisi kulkasku kebetulan agak kosong." balas Hali sambil melihat sekeliling.
"Sayur, daging dan segala kebutuhan." lanjut pria itu.
"Kau sudah membuat daftar belanja tidak?"
"Sudah. Agak tiba-tiba sih jadi maaf tulisanku tak karuan."
"Tidak usah pikirkan hal itu. Ayo kita cepat."
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!