Chereads / D I L E M A / Chapter 39 - Bisa Move On?

Chapter 39 - Bisa Move On?

Mereka bertiga segera bergerak mengelilingi pasar dengan berbekal beberapa bahan yang telah ditulis. "Kau punya tomat di rumah?"

"Tidak, kita beli sama-sama." balas Hali yang segera mendapat anggukan dari Syifa. Keduanya pun menuju toko sayur dan melihat bahan segar untuk mereka beli.

"Hali kau mau makan bayam?" tanya Syifa ketika melihat pria itu memegang sayur bayam di tangannya.

"Oh ini bayam ya?"

"Iya."

"Tidak, kau mau?" Syifa mengambilnya dengan cepat dan menaruh di keranjang belanja.

"Bunda, Ley capek beldili telus." keluh Rey. Sontak Hali merentangkan tangannya dan menggendong anak kecil itu.

"Bagaimana sudah merasa nyaman?" Rey mengangguk. Dia kemudian menaruh kepalanya di pundak Hali dan beristirahat.

Pedagang yang menjual tampak tersenyum melihat tingkah mereka yang layaknya satu keluarga bahkan si pedagang memang menganggap mereka adalah sebuah keluarga.

"Ini ya mohon dihitung semuanya." si pedagang segera mengambil dan menghitung sayur yang dibeli oleh Syifa.

"Terima kasih." ujar Syifa sambil memberikan uang kepada si pedagang dan berlalu pergi bersama Hali.

"Rey tidur?"

"Iya." balas Hali singkat. Setelahnya tak ada lagi perbincangan mereka. Keduanya lebih memperhatikan barang belanja.

"Wah suaminya romantis sekali, jarang loh ada suami yang mau temani istrinya berbelanja." celutukan datang dari seorang ibu yang juga membeli bersama mereka.

Syifa melihat Ibu itu dengan bingung. Ketika dia ditatap dan si Ibu tersenyum Syifa ikut membalas meski dengan senyuman hambar. "Sudah lama menikah?"

Syifa membulatkan mata dan menunjuk pada dirinya sendiri, mengisyaratkan kalau dia yang ditanya. "Kalau bukan mbak siapa lagi?"

Sontak Syifa menatap pada Hali yang membelakangi dirinya. Dia kembali menatap pada si Ibu dan menjawab. "Maaf saya masih single. Pria yang menggendong anak itu teman saya." balas Syifa dengan nada pelan.

"Oh maaf saya pikir kalian sudah menikah soalnya kalian berdua benar-benar terlihat seperti suami istri." si ibu kemudian mendekat.

"Yakin nih mbak cuma teman, dia itu ganteng cocok jadi suami mbak kayanya juga bisa jadi Ayah yang baik." Syifa cuma bisa tersenyum dan menanggapi dengan ucapan terima kasih.

Dia pun mendekat pada Hali lalu menarik pria itu menjauh. "Semua sudah selesai?" tanya Hali.

"Iya. Ayo kita pulang." keduanya bergerak ke tempat parkiran. Beberapa saat mereka cuma diam hingga mobil milik Hali berhenti sebab lampu merah.

Syifa perlahan melirik ke arah Hali yang menatap lurus. Dia sebenarnya ingin bertanya sesuatu namun Syifa jadi tak enak hati. "Kenapa kau terus menatapku?"

"Hah?" Hali langsung menoleh pada Syifa lalu mengulangi pertanyaannya.

"Kenapa kau menatapku diam-diam begitu? Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" Pelan tapi ragu Syifa menganggukan kepala.

"Tapi aku takut kalau kau akan tersinggung."

"Tidak apa-apa tanyakan saja asal jangan yang aneh."

"Ok. Kau mendengarkan tidak?"

"Dengar apa?"

"Apa yang dari tadi di bicarakan si ibu," Hali menautkan alisnya.

"Memangnya kau berbicara dengan Ibu itu ya?"

"Kau tak dengar?"

"Iya, aku sedang melihat beberapa orang."

"Oh begitu syukurlah." Syifa kembali duduk dengan tenang sementara Hali ikut menatap ke depan. Sebenarnya Hali mendengar sangat jelas ucapan si ibu dan dia malu juga dengan ucapan wanita paruh baya.

Pikirannya terpusat pada kata suami dan tampan juga Ayah yang baik. Di lubuk hati milik Hali, dia sangat tersanjung mendengar hal itu. Hali kembali melihat sekali lagi pada Syifa sebentar lalu beralih pada Rey yang masih terlelap di mobil. Dia membentuk senyuman dan kembali fokus ke arah depan.

Mereka pun akhirnya sampai ke apartemen. Selagi Hali memarkirkan mobil Syifa dan Rey sudah masuk ke dalam rumah. Tak berapa lama tampaklah Hali yang membawa barang belanjanya.

Ketika Hali membuka pintunya, tampaklah suatu surat tergeletak di lantai. Lantas pria itu menengok ke kanan dan ke kiri tapi hanya dirinya seorang yang ada di situ.

Sepertinya surat itu sudah lama ada di apartemennya. Dia pun memunggut dan membacanya sebentar. Ternyata surat itu adalah surat pengunduran diri dari Marisa.

Hali membuang napas dan meletakkan surat pengunduran tersebut di atas meja. Meski sebenarnya ini tidak sah akan tetapi Hali langsung menerimanya.

Jujur sebab hubungan mereka putus Hali jadi canggung untuk bertemu dengan mantan kekasihnya. Sekarang Hali harus memperbaiki hatinya dan tetap berjalan lurus. Pertanyaannya sekarang bisakah dia membuka hati untuk wanita lain? Sebab sampai sekarang dia masih ragu.

❤❤❤❤

Axelle baru saja pulang dari kerjanya. Dia terlihat sangat lelah sebab lembur, terlebih lagi hubungannya dengan Tiara jadi agak renggang. Dia melangkah lesu di ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya tengah sibuk menatap layar ponsel.

Mereka selalu tersenyum atau mengobrol tentang foto yang mereka lihat. "Ibu, Ayah kalian sampai sekarang terus melihat foto Rey. Apa tak bosan menatapnya?"

Segera saja Axelle mendapatkan delikan dari orang tuanya. "Tentu saja Rey adalah cucu pertama Ayah dan Ibu," kata Ayah Rey dengan nada galak sedang Ibunya cuma mengangguk membenarkan ucapan sang suami.

"Kenapa sih kamu tak ajak Rey ke sini? Kami mau bertemu dengannya secara langsung. Baru lihat fotonya Ibu sudah rindu sekali." Axelle membuang napas.

"Maaf Ibu, Rey itu tak mau jauh sama Bundanya. Lagi pula Rey masih kecil, Axelle khawatir kalau Syifa tak memberi izin padaku untuk membawanya ke sini."

"Tapi secara biologis kamu itu Ayah kandungnya," celutuk Ibunya lagi.

"Aku tahu itu ...."

"Kalau kamu masih ragu kenapa tak ajak sekalian Ibu angkatnya juga. Ayah ingin berterima kasih kepada Syifa karena dia sudah membesarkan Rey. Tolong ya Axelle."

Axelle sekali lagi membuang napas kasar. "Baiklah aku akan coba tapi itu bukan berarti kalau dia setuju ya jadi jangan berharap besar."

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!