Chereads / D I L E M A / Chapter 36 - Rey Punya Ayah

Chapter 36 - Rey Punya Ayah

"Biar aku bantu, ayo kita letakkan Hali di sofa." Adwan mengangguk dan keduanya bergotong royong memapah Hali menuju sofa.

Barulah saat Hali berada di sofa, suaranya yang mengingau sekaligus serak agak jelas. "Syifa, aku dan Marisa sudah putus hubungan. Alasannya karena dulu Ibu Marisa menggoda Ayahku."

"Ibuku tak mau menerima Marisa jadi wanita itu meminta agar kami putus." Hali kembali menangis usai menceritakan kisahnya yang menurutnya menyedihkan.

Sedang Syifa cuma diam sambil menatap iba ke arah Hali. Dia tahu bagaimana bosnya itu sangat mencintai Marisa, tapi kehendak berkata lain rupanya.

"Cih cuma diputusin menangis, dasar cengeng!" ejek Axelle. Ucapan Axelle tak serta merta mendapat dukungan dari ketiga orang yang berada di satu ruangan dengannya malah mereka menegur Axelle.

"Axelle jangan begitu, menangis itu wajar karena meluahkan emosinya." tegur Tiara.

"Sudahlah jangan berdebat, biarkan aku dan Hali berbicara. Kalian bertiga silakan nikmati makanannya." kendati kesal Axelle patuh dengan ucapan Syifa.

Sambil menarik tangan Tiara, keduanya kembali duduk dan menyantap makanan. Kali ini bersama Adwan. Hali terus meracau sambil menangis sampai dirinya kehilangan kesadaran.

"Maaf karena telah membuat kau kesusahan. Sejujurnya ini keinginan Hali untuk datang ke sini, katanya mau curhat kepadamu juga mau bertemu dengan Rey." kata Adwan kepada Syifa yang menyantap makanan.

Adwan, Tiara dan Axelle telah menyelesaikan makan malam mereka dengan tenang. "Tidak apa-apa kok, aku mengerti dengan kondisi Hali sekarang. Sewaktu dia bertengkar dengan Marisa, Hali juga seperti ini tapi aku tak sangka kalau Hali mabuk parah."

"Ini bukan yang terburuk tapi masih dikategorikan seperti itu ... Karena sudah larut malam, aku akan membawa Hali ke apartemennya terima kasih karena sudah membuatnya lebih baik." Adwan lalu dibantu Syifa mengangkat Hali untuk digendong dan membawanya keluar dari apartemen Syifa.

"Syifa, kau punya hubungan khusus ya dengan Hali?"

"Tidak, aku dan dia cuma teman kerja."

"Tak wajar kalau dia sampai mencarimu seperti itu." Syifa memperlihatkan tatapan heran.

"Kenapa kau sok mau tahu urusanku dengan Hali? Dia itu bosku dan aku sekretarisnya. Lagi pula Hali juga sangat dekat dengan Rey karena Hali menganggap Rey adalah anaknya jauh sebelum kau dan Rey bertemu." entah kenapa Axelle agak jadi kesal.

"Bahkan Rey sempat memanggil Hali dengan sebutan Ayah."

"Diam! Aku tak mau mendengar apa pun lagi, ayo Tiara kita pergi." sambil menggandeng tangan Tiara, Axelle hendak pergi dari tempat tersebut.

"Kau mau ke mana membawa adikku? Dia akan menginap di sini bersamaku," sahut Syifa seraya melepas genggaman tangan antara Tiara dan Axelle.

"Dia akan ikut bersamaku. Aku yang membawanya ke sini jadi dia harus pulang juga denganku."

"Tapi-"

"Syifa tolong jangan beradu mulut. Biar aku pergi bersama Axelle, aku tak apa-apa kok." pada akhirnya Syifa melepas genggaman tangannya dari Tiara yang sekarang ditarik oleh Axelle.

"Lain kali aku tak mau kau dan Syifa bertengkar," kata Tiara ketika mereka berdua sudah berada di dalam mobil.

"Iya aku tahu dia calon saudara iparku."

"Bukan itu! Tapi aku mau kau menghargai dan menghormati Syifa."

"Hah? Memangnya kenapa?"

"Karena kau tidak pernah tahu bagaimana perjuangan Syifa saat itu ... Di saat Ayah kami meninggal." sorot mata Tiara tampak sedih. Dia pun membuang pandangannya ke arah jendela mobil.

"Saat kami SMA, Ayah kami meninggal karena kecelakaan mobil. Ibu sedang sakit-sakitan sementara ada beberapa adik kecil kami lagi yang menempuh pendidikan, kedua kakak kami tak bisa diharapkan jadi Syifa yang berhenti dari sekolahnya untuk menghidupi kami sekeluarga. Dia bahkan membiayaiku sampai aku lulus sarjana jadi hargailah sedikit. Paham?"

"Iya paham. Oh iya hari ini apa kau mau tidur bersamaku lagi?" tanya Axelle.

"Tidak aku tak mau. Nanti salah paham lagi." balas Tiara ketus. Axelle tersenyum kecil dan menyalakan mesin mobil kemudian pergi dari parkiran apartemen ke vila miliknya.

❤❤❤❤

Keesokan paginya Rey membuka mata dan menemukan kalau dia berada di kamarnya. Apa kemarin hanya mimpi? Rey buru-buru keluar mendapati sang Ibu memasak sarapan.

"Bunda selamat pagi," sapa Rey sambil menghampiri Syifa.

"Selamat pagi Rey." balas Syifa dengan senyuman. Rey lalu celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu.

"Bunda, Ayah mana?"

"Dia ada di rumahnya." jawab Syifa singkat.

"Ayah tidak tinggal belsama kita?" Syifa menggeleng sebagai balasan.

"Kenapa?"

"Dia memiliki pekerjaan yang sangat banyak nanti kalau pekerjaannya selesai Ayah Rey akan datang ke sini kok." Rey diam dan memilih melihat pada Ibunya.

"Rey sudah cuci muka belum?"

"Belum,"

"Cuci mukanya ya terus pergi ke Paman Hali. Panggil dia untuk sarapan."

"Baik Bunda." anak kecil itu langsung ke kamar mandi, mencuci mukanya sendiri dan bergerak keluar untuk ke apartemen Hali yang jaraknya sangat dekat dengan apartemennya.

Karena sulit sekali menekan bel jadi Rey hanya mengetuk pintu sambil memanggil Hali. "Paman Hali!" suara Rey yang satu oktaf berhasil menembus pintu.

Hali membuka matanya. Mendadak dia merasakan kepalanya sangat pening. Dia lalu duduk dan matanya tak sengaja melihat obat pengar tergeletak di meja.

Ada memo di sana dan tampaklah nama Adwan. Ada juga tulisan jangan lupa diminum. Dia membuang napas dan meminumnya secepat mungkin.

"Paman Hali!"