Beda hal Rey ketika memandang Axelle. Anak kecil itu ingat suara pria yang berusaha mendobrak pintu apartemen mereka dan Rey langsung paham jika pria di hadapannya adalah orang menakutkan itu.
Axelle berusaha mendekat namun Rey bergerak cepat pada Syifa. Sebab hal itu Axelle jadi kecewa. "Bunda takut." Syifa tersenyum simpul seraya menepuk pelan kepala Rey. Jelas sekali bahwa Rey ketakutan pada Axelle.
"Jangan takut Rey, Paman itu orang baik kok."
"Tapi dali tadi, paman itu teliak."
"Paman itu melakukannya karena mau bertemu dengan Rey." mendengar ucapan dari Syifa, Rey melihat pada Axelle yang sekarang duduk.
Rey bisa melihat ada raut wajah kesedihan Axelle menciptakan rasa kurang nyaman. "Paman Ley minta maaf kalau buat Paman sedih."
Axelle awalnya terpaku. Pria itu sama sekali tak menyangka jika Rey meminta maaf karena melihat dirinya sedih. Ternyata Syifa memang ibu yang tepat bagi Rey.
"Tidak apa-apa Rey." balas Axelle sambil tersenyum. Dirinya senang sekali karena Rey pintar dan baik terhadap orang lain.
"Kata Bunda, Paman mau ketemu Ley. Ada apa?" tanya Rey dengan polosnya.
"Bagaimana Paman mau bilang sesuatu jika Rey jauh sama Paman," Rey melihat kepada Syifa yang terlihat tenang.
"Bunda boleh, kan?"
"Tentu saja sayang dan jangan kau panggil pria itu Paman tapi Ayah." Rey mengerjapkan matanya dan memandang pada Axelle serta Syifa secara bergantian.
"Olang itu apa suaminya Bunda?" Baik Syifa mau pun dua orang yang bersamanya tampak terkejut tapi Syifa langsung menyahut.
"Bukan Rey, dia bukan suami Bunda tapi pria itu dekat sama Bunda Jessica, Ibu kandung Rey. Kalau pria itu tak hadir di kehidupan Bunda Jessica Rey mungkin tak ada." jujur ada perasaan kesal sekaligus sesak dalam hati Syifa.
Namun Syifa mencoba tegar untuk Rey. "Jadi olang itu bisa aku panggil Ayah?"
"Iya." perlahan tapi pasti Rey mendekat pada Axelle yang menyambut dengan langsung memengang tangan mungil milik Rey.
"Paman, benal tidak yang dibilang sama Bunda Syifa kalau Paman ini Ayah Ley?"
"Iya Rey, aku Ayahmu."
"Telus kenapa Paman tak pelnah datang ketemu Ley? Dulu Ley ingin punya Ayah dan Ley selalu tanya di mana Ayah tapi Bunda selalu bilang Ayah ninggalin Ley sama Bunda, apa itu benal?" Axelle yang sudah menahan sebak tak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terisak.
Air mata yang ditahan pun keluar dengan derasnya dan dia langsung memeluk erat Rey. "Maafkan Ayah, ini semua salah Ayah. Ayah benar-benar menyesal karena sudah mengabaikan Ibumu dan kamu."
"Boleh tidak Ley panggil Paman dengan sebutan Ayah?" Axelle menjawabnya dengan gerakan mengangguk. Dia masih memeluk Rey sekaligus sesegugukan.
"Ayah halus janji sama Ley nggak boleh ninggalin Ley lagi,"
"Iya sayang, Ayah tak akan pernah meninggalkan Rey lagi." pelukan dilerai oleh Rey yang kemudian menghapus air mata Axelle.
"Sudah jangan menangis lagi Ayah, Ley bahagia kalena Ayah datang. Ayo ikut Ley, Ley mau kasih lihat koleksi mainan Ley." Axelle tentu saja tak menolak dan berjalan menuju ke kamar milik anaknya.
Sedang Tiara dan Syifa ditinggalkan sendiri. "Karena satu masalah sudah teratasi sekarang aku mau beralih ke masalah yang lain. Tiara, kenapa kau ada di Malaysia dan malah bersama dengan pria itu?"
"Dia yang memaksaku datang ke sini. Axelle adalah orang yang tak bisa aku tolak. Setelah kau kabur bersama Rey, dia selalu mendatangiku dan membuat masalah. Sekarang aku tinggal di tempat lain karena aku tak mau Ibu dan adik kita kena imbasnya. Aku bahkan hampir kena PHK gara-gara Axelle."
Tiara membuang napas panjang. "Aku minta maaf kalau aku egois tapi aku ingin hidup yang bebas Syifa dan berharap kau akan mengatakan kau berada di mana saat kita menelepon nanti."
"Ok aku bisa mengerti tapi kenapa kau dan dia dekat? Apa kalian memiliki suatu hubungan?" Tiara menampakkan raut wajah tak enak. Cukup lama dirinya untuk menjawab namun sebelum itu terjadi Syifa mendekat lalu menyibak rambut milik Tiara.
Syifa terkejut kala menemukan suatu tanda merah di jenjang leher milik adiknya sedang Tiara berkeringat dingin. "Tiara, kenapa ada tanda merah di sekitar lehermu? Jangan bilang kau sudah--"
"Syifa jangan salah paham. Aku dan dia tak pernah melakukan hal semacam yang kau bayangkan."
"Sudah jangan takut katakan padaku apa dia memaksamu melakukannya? Atau dia menggodamu?" Pertanyaan Syifa dijawab dengan galengan kuat dan bibirnya dia katup untuk tak mengatakan apa pun.
"Bunda." panggilan dari Rey sontak menghentikan Syifa dalam bertanya sekaligus memaksa. Rey datang dengan wajah semringah dan mendekat pada Syifa.
"Bunda, Ley diajak Ayah jalan-jalan. Boleh, kan Bunda Ley pelgi?" Syifa tersenyum seraya mengusap pipi anaknya dia menjawab.
"Iya Rey asal jangan nakal." Senyuman Rey makin lebar saja dan anak kecil itu menarik tangan Syifa untuk ke kamarnya.
"Bunda ikut tidak dengan kami?"
"Tidak Rey, Bunda akan di sini. Tidak apa-apa, kan?" Rey mengangguk, tampak tak keberatan dengan keputusan Syifa. Sedang menunggu Rey mengganti baju, Tiara dan Axelle mengobrol dengan nada pelan.
"Axelle kamu harus bilang sama Syifa kalau kita tak punya hubungan. Tadi malam pun kita tak melakukan apa-apa, hanya tidur di satu ranjang yang sama."
"Memangnya kenapa?" tanya Axelle dengan nada santainya.
"Axelle, Syifa curiga saat melihat tanda kemerahan yang ada di leherku. Aku tak mau hanya karena tanda ini, dia berpikir macam-macam tentang kau dan aku. Lagi pula besok aku akan pulang ke Indonesia. Urusanku sudah--"
"Siapa bilang kau bisa pergi dari sini?" tatapan Axelle berubah menjadi tajam menusuk pandangan milik Tiara.
"Kau akan tetap di sini bersamaku." lanjutnya dengan intonasi nada tenang namun memiliki makna perintah yang kuat.