Mereka tetap memasang wajah terkejut lantas tertawa getir. "Benarkah? Sepertinya itu tak mungkin." ucap Syifa seraya melirik diam-diam pada Hali.
"Bunda, mau makan." Syifa kembali memberikan sesendok nasi untuk Rey dan mengusap bibir anak kecil itu kala melihat sebiji nasi berada di sana.
Meera hanya membalas dengan senyum simpul kemudian pergi sedang Hali yang merasa canggung menyeruput teh tarik.
Tak ingin selalu seperti ini Hali berdeham. "Jangan dimasukkan ke dalam hati. Meera tak sengaja kok,"
"Aku tahu itu." balas Syifa dengan mata melotot.
"Kalau begitu makanlah!" Setelahnya tak ada lagi percakapan di antara mereka bahkan saat menyelesaikan makan siang.
"Aku pergi lebih dulu ke kantor kamu antar dulu Rey jika dia minta temani lakukan saja." tangan Hali tiba-tiba disentuh oleh Rey dan membuat anak kecil itu mendapat perhatian dari Hali.
"Ada apa?"
"Ley mau Ayah yang temani." rengek Rey. Hali mengumbar senyum dan kemudian menepuk kepala anak kecil itu.
"Maafkan Ayah Rey, untuk hari ini Ayah nggak bisa nanti kalau pulang ya. Ayah punya banyak pekerjaan,"
"Tapi--"
"Rey jangan egois begitu! Ayah sedang sibuk sekarang." Rey menampakkan wajah cemberut sambil memandang harap pada Hali.
"Ayo Rey kita kembali ke tempat teman-temannya Rey." Pada akhirnya Rey patuh saja saat Syifa mengajaknya menuju penitipan anak-anak.
Di sana Syifa menyelimuti Rey dengan selimut yang dibawa. Dia ingin Rey tidur untuk bisa dia kembali pada pekerjaannya.
"Bunda kalau mau pelgi ya pelgi aja Ley bisa kok tidul sendili." ucap Rey masih menunjukkan raut muka kecewa.
"Kok Rey begitu? Kamu benci Bunda,"
"Enggak cuma Ley tidak mau bikin Bunda lepot. Kan Bunda kelja juga sama dengan Ayah,"
"Rey--" Anak kecil itu lantas memutar tubuhnya membelakangi Syifa dan mencoba memejamkan mata. Tak berapa lama Syifa bisa mendengar suara napas panjang yang teratur.
Memastikan bahwa Rey tertidur akhirnya Syifa berjalan keluar meninggalkan Rey di sana. Dia pun disibukkan kembali dengan pekerjaannya sebagai sekretaris.
Kadang-kadang Syifa agak kurang fokus sebab merasa ada yang janggal dengan Rey. Semoga saja itu hanya dugaan saja.
Tepat jam empat sore, Syifa senantiasa bersama Hali yang sedang berbincang santai bersama beberapa klien. Sebenarnya pertemuan bisnis telah selesai tapi tak ada tanda sedikit pun bahwa perbincangan santai mereka akan habis.
"Syifa." Segera Syifa menoleh pada Hali. Dilihatnya sang bos berisyarat agar mendekat dan membisikkan sesuatu.
"Pulanglah bersama Rey, aku tak bisa sebab akan menyelesaikan obrolan mereka." Syifa mengangguk paham lalu pamit undur diri.
Sesampainya di sana Syifa agak terkejut karena mendapati Rey masih tertidur. "Apa dia sakit? Sudah mengecek suhunya?"
"Sudah tapi dia tak demam. Sepertinya Rey kelelahan bermain." Benar saja, ketika Syifa meletakkan tangannya pada dahi milik Rey tak terasa panas.
Dia mengembuskan napas lega lalu merapikan semua barang-barang yang disimpan di tas sebelum akhirnya menggendong Rey keluar dari perusahaan tersebut.
Tak lupa Syifa mengucapkan terima kasih pada pengasuh yang telah menjaga anaknya ketika beranjak pergi. "Bunda ...."
"Iya sayang, kau tidur dengan baik?" tanya Syifa pada Rey saat mereka telah berada di terminal menunggu bus.
Rey mengangguk sebagai responnya namun terlihat jelas sekali bahwa dia masih mengantuk. "Bunda, Ley punya Bunda sama Ayah tapi kenapa sih Ley melasa ada yang kulang. Ley cembulu lihat teman-teman Ley tinggal baleng sama Ayah dan Bunda meleka. Bunda, kenapa Ayah tidak tinggal belsama kita? Apa Bunda punya masalah sama Ayah?"
Penuturan Rey membuat Syifa tertegun. Sembari melukiskan senyuman lantas dia menjawab. "Tidak, Bunda tak punya masalah sama Ayah, cuma sekarang Ayah lagi sibuk begitu juga Bunda jadi tak sempat berkumpul."
"Ley ingin sama dengan yang lain Bunda. Yang punya kelualga utuh. Boleh, kan Bunda?" Sebab itu Syifa terdiam sambil mengamati Rey. Anak kecil itu kembali tertidur di dalam dekapan hangatnya.
Sudah jelas Rey ingin Hali tinggal bersama mereka tapi Syifa tak bisa mewujudkannya karena bagaimana pun Hali bukanlah Ayah Rey atau suami Syifa. Lelaki itu hanyalah orang asing yang tiba-tiba masuk ke dalam hidup mereka dan entah kenapa menyukai Rey.
Hali dengan senang hati menjadi Ayah Rey tapi Rey hanyalah anak-anak yang tidak mengenal kalimat pura-pura. Sekarang Syifa harus berpikir bagaimana caranya menjelaskan pada anaknya itu?
❤❤❤❤
Syifa akhirnya sampai di apartemen pemberian Hali dan kendati malam menjelang Rey tetap saja tetidur. "Rey, ayo makan dulu." kata Syifa seraya membelai rambut cepak milik anaknya.
Tapi tak ada tanda-tanda jika Rey akan bangun membuat Syifa agak kecewa. Dengan cepat dia menyunggingkan senyuman bermaksud untuk menyembunyikan perasaannya sekarang.
"Baiklah, Bunda tak akan memaksamu." Syifa kemudian keluar dari kamar milik Rey. Dia pun makan seorang diri lalu menonton tv untuk mengusir kebosanan yang dia rasakan.
Sekitar jam sembilan malam, terdengar suara aneh di depan pintu apartemen seperti racauan tak jelas. Begitu Syifa melihat layar yang terhubung dengan pintu apartemen miliknya, wanita itu mengerutkan dahi kala melihat sosok Hali.
Dia terlihat mabuk berat sampai-sampai tak mampu berdiri dengan kekuatan sendiri. "Aduh kenapa sih pintunya tak terbuka? Padahal aku sudah mengisi sandi yang benar." racau pria itu.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!