Di sinilah mereka sekarang, sebuah restoran untuk makan siang. Syifa, Rey dan Hali duduk berdampingan sedang Marisa duduk di hadapan mereka memasang tampang melongo sebab ketiga orang di hadapannya tampak seperti keluarga kecil yang bahagia.
Jujur Marisa merasa kurang nyaman akan hal ini. "Aduh Rey makan yang pelan dong, mulutmu sekarang belempotan." ucap Syifa seraya membersihkan bibir putranya itu.
"Biarkan saja Syifa, Rey bilang dia lapar." sela Hali membela Rey dan langsung mendapat mata melotot dari Syifa.
"Ini semua karena kamu, Rey begini karena kamu terlalu memanjakan dia."
"Rey anakku. Memangnya kenapa kalau aku memanjakannya?" Syifa hendak berucap sesuatu namun langsung dipotong oleh Rey.
"Ayah Ley haus!"
"Ah iya jusmu sudah habis, tunggu Ayah ambilkan." Hali lantas berdiri dan berjalan pergi untuk memesan jus jeruk anak kecil itu.
Syifa mendengus lalu memandang pada Marisa yang tampak tak berselera mengaduk makanannya. "Kenapa kau murung? Makanannya tak enak ya?"
"Tidak, ini enak kok." balas Marisa sambil tersenyum paksa.
"Maaf ya kami sibuk sendiri dan tolong jangan diambil hati sikap kami yang mengabaikanmu. Hali perhatian sebab ada Rey, dia sudah menganggap Rey anaknya begitu juga sebaliknya. Kami pun seperti ini setiap hari." meski sudah dijelaskan dan Marisa sudah lebih mengerti namun tetap saja ada yang mengganjal di hatinya.
"Aku minta maaf ya karena aku telah berprasangka kalau kau adalah istri Hali dan anakmu adalah ...." Marisa membuang napas berat.
"Pokoknya aku sangat menyesal."
"Tak apa-apa aku mengerti kok, semua orang juga pasti mengira seperti itu sebab aku dan dia selalu bersama." Pembicaraan mereka terhenti kala Hali datang dengan membawa segelas jus.
"Jangan repot Hali, aku bisa sendiri kok."
"Untuk anakku pasti aku akan melakukan sesuatu." Syifa memutar matanya bosan. Dia lalu memberikan isyarat pada Hali agar berbicara dengan Marisa.
Menggunakan ekor matanya dia menunjuk pada Hali yang baru menyadari jika dia telah mengabaikan wanita yang paling dia cintai tapi sekarang Hali gugup tak tahu harus bicara apa.
Syifa lagi-lagi membuang napas pendek. Dia berdeham sebentar untuk mengambil perhatian dari ketiga orang yang satu meja dengannya.
"Rey kau sudah menyelesaikan makan siangmu, kan?"
"Iya Bunda."
"Kalau begitu kita pergi saja ya dari sini."
"Tapi bagaimana dengan Ayah?" tanya Rey sambil memandang pada Hali lalu pada Syifa lagi.
"Ayah Hali memiliki urusan penting dan akan lebih baik kalau kita tak usah ikut campur dengan urusannya." Sebelum sempat berucap lagi, Syifa sudah menggendong Rey dan pergi meninggalkan Hali beserta Marisa.
Pada awalnya mereka diam saja disebabkan rasa canggung menyelimuti mereka berdua. Marisa yang tak tahan langsung membuka suara dengan menyindir secara halus. "Kalian dari tadi sudah seperti keluarga kecil yang bahagia, sampai-sampai aku diabaikan begitu saja."
"Apa maksudmu Marisa? Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang Ayah pada anaknya saja." jawab Hali dengan nada yang lirih.
"Tapi tetap saja. Akan sebaiknya kita tak usah--"
"Tolong jangan mengatakan hal itu lagi!" Hali lalu menarik tangan Marisa agar digenggam hangat.
"Aku selalu memikirkanmu Marisa, aku selalu sakit jika mengingatmu. Aku tak mau seperti ini Marisa, kau tahu bukan perasaanku sama kamu?" Sepasang mata Marisa berubah sendu.
"Tapi Ibumu--"
"Aku tak peduli apa yang Ibu katakan?! Aku sayang sama kamu dan aku tak mau kau berpisah dariku lagi jadi berikan aku kesempatan toh semua masalah kita terjadi karena salah paham bukan?" Sebenarnya Marisa agak ragu dan jujur beban gadis itu agak sedikit ringan sebab tak harus memikirkan hubungannya dengan Hali yang tak direstui.
Tapi tak ada salahnya kalau mencoba. Marisa pun masih memiliki perasaan terhadap pria itu. "Aku janji, aku akan memperjuangkan hubungan kita."
"Iya, mari kita perjuangkan sama-sama." balas Marisa dengan senyum merekah di bibirnya.
❤❤❤❤
"Bunda kenapa begitu sih?" Pertanyaan dari Rey membuat Syifa bingung. Apa sih yang dimaksud putranya itu?
"Kenapa apanya? Bunda baik kok," bantah Syifa dengan nada lembut. Keduanya sekarang berjalan di trotoar menuju perusahaan Singgih.
"Kenapa Bunda bialin Ayah belduaan sama Tante? Kan Ayah milik Bunda!" Sontak Syifa tersipu malu kemudian menaruh jari telunjuknya di bibir miliknya.
"Tidak Rey, Ayah bukan milik Bunda begitu juga sebaliknya."
"Kenapa?"
"Ya karena hubungan kami hanya sebatas rekan kerja bukan sebagai suami istri sebagaimananya. Lagi pula tante Marisa adalah orang penting di dalam hidup Ayah Hali." Syifa berusaha membuat Rey mengerti tapi dia masih anak-anak, tentunya Rey belum mengerti soal urusan orang dewasa.
"Bohong!"
"Loh kenapa bohong?"
"Ley jauh lebih penting dali pada apa pun telmasuk wanita itu. Ley, kan anak Ayah jadi Ayah pasti akan lebih mementingkan Ley!" Wanita itu mendengus.
Sebab Hali, Rey mempelajari sesuatu yang buruk dari sifat bosnya itu. Benar-benar menjengkelkan. "Maaf Bunda lupa kalau kau anak Ayahmu."
Haachoo
Axelle mengusap hidungnya yang gatal. Dalam benaknya dia menggerutu sementara sekretarisnya memasang raut khawatir.
"Tuan Axelle baik-baik saja?"
"Ya."
'Siapa sih yang membicarakanku?'
Rey kembali menatap pada Ibunya yang senantiasa memegang tangannya dan berjalan beriringan menuju tempat kerja dari Syifa.
'Kasihan Bunda. Bunda pasti sedih dan semua itu gala-gala Tante yang dali tadi. Ley tak suka sama Tante!' batin Rey sambil memasang wajah kesal.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!