Mereka bertiga akhirnya ada sampai di perusahaan Singgih yang sekarang dipenuhi banyak sekali orang. Seperti yang diketahui, perusahaan Singgih sedang membuka lowongan pekerjaan.
Perusahaan Singgih milik keluarga Hali memang sangatlah terkenal di Malaysia sehingga banyak orang berduyun-duyun ke sana untuk bekerja. "Ayo kita masuk!" Hali menarik tangan Syifa yang masih terpaku di depan pintu perusahaan.
Pria itu juga menggendong Rey dan tentunya dia sekarang menjadi pusat perhatian para calon karyawan yang sedang berbaris. Siapa yang tak kenal dengan Hali Singgih.
Pria tampan pewaris dari Perusahaan sang Ayah. Matanya yang menatap bak elang, postur tubuh kekar yang sering dibalut dengan jas membuat penampilannya semakin menawan. Beredar gosip bahwa pria itu tak pernah melirik pada beberapa wanita yang secara terang-terangan tapi melihat kedatangan Rey dengan Rey bersama Syifa membuat mereka salah paham.
Sejak kapan Hali menikah? Begitulah di dalam benak mereka sekarang. "Pak Hali bisa tidak lepaskan tanganku?" tanya Syifa berbisik lirih.
"Tidak, aku tak mau sekretarisku hanya melongo." Syifa mendengus dan tak bersuara lagi. Dia membiarkan Hali menariknya sampai ke lift.
Dari luar perusahaan Marisa menatap pada bangunan perusahaan Singgih. Marisa sendiri tak percaya bahwa dia akhirnya datang ke tempat itu yang mana dia sendiri sebenarnya berjanji tak datang ke Perusahaan Singgih.
Namun dia sangat membutuhkan pekerjaan dengan gaji yang lebih. Dia pun berharap agar bisa masuk tanpa harus bertemu dengan Hali. Marisa tak mau merusak keluarga kecil mantan kekasih.
Sampai di sana Marisa langsung mendengar perkataan dari beberapa orang tentang Hali. Jelasnya kabar yang tak mengenakkan hati Marisa. "Dari tadi Pak Hali menarik seorang wanita terus di dalam gendongannya ada anak-anak. Kapan ya dia menikah?"
Hati Marisa merasa sakit namun dipendamnya dalam-dalam. Dia tahu kalau seharusnya Marisa tak cemburu tapi dia tak bisa memungkiri jika masih ada cinta pada Hali. "Marisa!"
Seruan dari seorang pria mengejutkan Marisa. Dia menoleh dan menemukan sosok Sultan memandang tajam. "Kenapa kau ada di sini? Kau sudah gila ya! Ikut aku!"
Sultan meraih lengan milik Marisa berusaha menarik keluar dari barisan namun Marisa menepis kasar lengan milik Sultan. "Aku akan tetap di sini." balas Marisa dengan nada dingin.
"Tidak boleh, kalau kau mau kerja di perusahaanku saja. Di tempat ini kau hanya akan merasa sesak saja."
"Diam! Ini hidupku. Biar aku yang menjalaninya. Memangnya kau ini siapa untukku hah?!" keributan yang dibuat oleh Sultan dan Marisa menyita perhatian semua orang.
"Permisi tolong jangan ribut di sini. Jika ada masalah yang belum selesai silakan keluar untuk menyelesaikannya." ucap seorang petugas keamanan.
"Maaf pak." Marisa lalu beralih memandang Sultan.
"Pergilah, percuma jika kau mau menghalangiku aku akan tetap berada di sini untuk bekerja." Sultan menampakkan wajah kesal dan bergerak keluar dari perusahaan itu.
Selesai sudah rencananya. Cepat atau lambat Marisa akan tahu hal yang sebenarnya tentang Hali dan Syifa.
Marisa mengembuskan napas lega sebab Sultan--si pria pemaksa telah pergi. Jujur, Marisa gelisah dengan kehadiran Sultan. Pertama bertemu dia sok kenal dengan Marisa menciptakan rasa tak nyaman untuk wanita itu.
Selama beberapa jam akhirnya nama Marisa dipanggil. Dia dengan lugas menjawab beberapa pertanyaan lalu keluar dan akhirnya bisa pulang. Entah kenapa Marisa merasa dirinya amat ringan. Apa mungkin karena tidak bertemu dengan Hali? Yah semoga saja dia mendapat pekerjaan.
Marisa kemudian melenggang pergi dengan santai menuju pintu keluar sampai suara seseorang yang amat dia kenal memanggilnya. "Marisa!" Tubuh wanita itu kaku secara mendadak.
Dia menoleh ke belakang dan membulatkan mata kala melihat Hali tak jauh dari tempatnya berdiri sedang di belakang pria itu terdapat sosok wanita bersama seorang anak dalam gendongan.
Wanita bersama anak itulah yang bersama dengan Hali di foto. Gerakan Hali yang mendekat menyadarkan Marisa dan dia langsung mengambil langkah seribu untuk pergi.
Hali pun segera berlari mengejar Marisa. Meski Marisa sudah berlari terlebih dahulu tapi Hali adalah seorang pria yang memiliki tenaga lebih kuat jadi Hali tak kesusahan mengejar Marisa dan menggapai tangan mantan kekasihnya itu.
"Lepaskan aku!"
"Tidak mau! Kenapa kau ada di sini? Apa kau melamar pekerjaan di perusahaanku?"
"Itu bukanlah urusanmu. Lebih baik urus saja keluargamu, ada anakmu yang perlu kau perhatikan juga istrimu ... Aku tak mau jadi perusak rumah tangga orang!" hardikan Marisa membuat Hali terdiam. Dia menampakkan wajah bingung.
"Aku punya keluarga? Siapa bilang, aku belum menikah kok!" bantah Hali tegas.
"Lalu dua orang itu siapa? Anak kecil itu anakmu, kan?" Hali menoleh pada Syifa dan Rey yang ditunjuk Marisa. Sepasang mata Marisa tampak berkaca-kaca hendak menangis.
Syifa tersenyum. "Wah Pak Hali kau membuat wanita menangis, kau harus tanggung jawab." ledek Syifa.
"Bisakah kau diam? Aku sedang berbicara dengan dia!" balas Hali kesal dan mengalihkan pandangan pada Marisa.
"Mereka bukan keluargaku. Dia Syifa dan anak di dalam gendongannya adalah Rey anaknya, Syifa adalah sekretarisku sekarang." Marisa terdiam. Tak tahu harus berkata apa-apa dan cuma bisa bengong menatap secara bergantian pada Syifa dan Hali.
Jadi dia salah paham selama ini?
"Ayah, Ley lapal!" seru Rey dengan gaya polosnya.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!