"Kenapa kamu mengatakan hal itu?" tanya Hali seraya menatap pada Paul dengan pandangan tajam. Tentunya tak mengenakkan untuk rekan bisnisnya itu.
"Asal kau tahu saja aku memiliki seorang kekasih. Mana mungkin aku punya perasaan pada Syifa." Paul meneguk ludah kemudian tersengih getir pada Hali yang masih menatapnya dingin.
"Soalnya kau dari tadi sangatlah posesif pada Syifa ya aku jadi berpikir seperti itu." muncul kerutan di dahi milik Hali.
"Menurutmu begitu?"
Tok tok
"Masuk." Syifa tampak berjalan masuk seraya meletakkan kedua kopi yang dia siapkan.
"Terima kasih." wanita itu melemparkan senyuman pada Hali lalu keluar dari ruangan milik sang bos. Hali kembali melihat pada Paul yang terus memandang Syifa.
Dia cukup kesal dan langsung menutup mata Paul. "Cih, apa yang kau lakukan?" tanya Paul. Sekarang kekesalan Hali menular padanya.
"Paul aku sudah bilang padamu, kau ada di sini karena masalah pekerjaan jadi jangan pernah melihat pada Syifa."
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo kita mulai saja rapatnya?!"
"Belum, ada seseorang yang harus kita tunggu."
"Siapa dia?"
"Nanti kau juga akan tahu siapa dia." balas Hali sambil menunjukkan senyum misterius.
Sedang itu Syifa yang sibuk membuat jadwal mendapat telepon dari seseorang. "Halo ini perusahaan Singgih. Ada yang bisa saya bantu?"
"Apa benar sekretaris Tuan Hali?"
"Ya itu benar."
"Tolong sambungkan pada Bos anda saya ingin bicara dengan dia."
"Tentu, atas nama siapa?"
"Axelle Orlando Poldi dari perusahaan Amzari Jewelry." Gerakan pena terhenti secara mendadak. Muka Syifa pun menjadi pucat sedang dadanya bergemuruh.
"Maaf tolong ulangi nama anda,"
"Axelle Orlando Poldi."
"Baik akan saya sambungkan." Syifa lalu menekan satu tombol yang langsung bisa menghubungkan panggilan antara Axelle dan Hali.
"Pak Hali, ada Axelle Orlando Poldi terhubung di saluran dua."
"Baik, terima kasih Syifa." Hali bisa menangkap pandangan terkejut dari Paul dan dia terkekeh kecil.
"Jadi kau ingin bekerja sama dengan Perusahaan Amzari Jewelry wah itu sungguh tak terduga."
"Tunggu sebentar aku mau berbicara dengan dia telepon." Hali lantas menekan nomor dua lalu menyapa Axelle dari balik telepon.
"Halo, Tuan Axelle."
"Halo Tuan Hali, saya dalam perjalanan menuju kantor anda. Saya meminta maaf jikalau saya terlambat sedikit."
"Santai saja,"
"Baik hanya itu yang aku katakan. Aku akan datang satu jam dari sekarang." Hali hanya membalas dengan ucapan ya kemudian menutup telepon.
"Sebentar lagi Tuan Axelle akan datang ke sini." Syifa yang mengintip dari balik pintu terenyak.
"Di-dia akan datang? Aku tak bisa di sini! Aku harus pergi." Syifa secepat mungkin berjalan keluar dari ruangannya namun mendengar suara pintu yang terbuka membuat Syifa menoleh.
"Syifa, aku memiliki tugas untukmu."
"Tugas apa Pak?" Entah kenapa Syifa merasa tak enak apa lagi melihat senyuman Hali tapi di sisi lain dia merasa lega sebab Hali terlihat sudah lebih tenang.
"Aku memiliki tamu istimewa, tolong kau tunggu dia dari depan pintu perusahaan." Dada Syifa bergemuruh kali ini lebih hebat layaknya hujaman pedang.
"Eee ... Apa dia adalah Tuan Axelle?"
"Ya. Tolong kau jemput dia. Aku khawatir dia akan tersesat di bangunan perusahaan kita." Bagaimana ini? Syifa tak boleh menghindar dari tugasnya sebagai sekretaris tapi dia tak mau bertemu dengan Axelle.
Jika mereka bertemu maka Rey akan ... Tidak, dia tak mau hal itu terjadi. "Baik Pak saya akan menunggu tamu anda."
"Terima kasih." Hali menutup pintu dan raut wajah yang dibuat tenang berubah menjadi cemas. Syifa harus melakukan sesuatu?
"Syifa, apa Hali ada di dalam?" suara Marisa menyadarkan Syifa yang langsung menoleh.
"Marisa, syukurlah kau datang. Aku membutuhkan bantuanmu sekarang." Marisa cukup terkejut dengan ucapan Syifa. Dia bisa melihat kekhawatiran di mata sekretaris kekasihnya itu.
"Membantu apa?"
❤❤❤❤
Mobil Axelle berhenti di area parkiran dan Axelle kemudian keluar dari mobil ingin berjalan masuk. "Selamat datang Tuan Axelle, perkenalkan nama saya Marisa. Saya akan menunjukkan arah pada anda ke ruangan CEO kami." ucap seorang gadis setelah menghampiri Axelle..
"Mari ikuti saya." Marisa bergerak lebih dulu sementara Axelle berjalan mengikuti dari belakang sambil melewati beberapa ruangan termasuk penitipan anak.
Dari jendela, Syifa melihat kepergian Marisa bersama Axelle yang membuatnya bisa bernapas lega. "Bunda kenapa Bunda melihat sepelti itu? Bunda kok tak kelja? Nanti Paman Hali tahu gimana?"
"Lebih baik Rey dari pada aku kehilanganmu."
"Apa?"
"Ah tak apa-apa, hari ini Bunda main sama kamu ya, senang tidak?" Rey mengangguk antusias.
Sementara itu Marisa bersama Axelle berada di ruang kerja milik Hali. Hali cukup terkejut melihat keberadaan Marisa yang menggantikan posisi Syifa sebagai sekretaris.
Paul pun demikian. Dia sangat berharap jika Syifa yang berada di sini. "Marisa, kemarilah."
Gadis itu mendekat dan mencondongkan tubuhnya kala Hali berisyarat lebih mendekat lagi. "Di mana Syifa, kenapa kau yang mengambil alih tugasnya?" bisik Hali padanya.
"Syifa mengatakan Rey sedang rewel jadi dia memintaku untuk menggantinya." Mendengar itu Hali bangkit dari kursinya saat Paul dan Axelle berbicara tentang bisnis.
"Maaf aku punya urusan mendadak. Apa boleh aku tinggal sebentar?"
"Tentu Tuan Hali." balas Axelle tak keberatan begitu pun dengan Paul yang mengangguk pelan.
"Terima kasih." Hali berlalu pergi dari ruang kerja sementara Marisa menatap sendu. Dalam benak gadis itu berpikir. Ada sesuatu yang salah pada kekasihnya.
❤❤❤❤
See you in the next part!!! Bye!!