Jam menunjukkan pukul 08.00 saat Syifa selesai merapikan diri dan juga putranya, Rey. "Nah sudah rapi. Aduh gantengnya putra Bunda!" ucap Syifa seraya mencubit salah satu pipi milik putranya itu.
"Aduh, aduh Bunda sakit tahu?!" Syifa menanggapinya dengan tawa. Sungguh manis sikap Rey saat ini dan gerutuannya membuat Syifa gemas.
"Ayo kita pergi." Sambil bergandengan tangan Syifa dan Rey bergerak keluar. Alangkah terkejutnya mereka begitu mendapati sosok Hali menunggu mereka.
"Pak Hali, kenapa anda di sini?"
"Menunggu kalian." jawab Hali singkat.
"Ayah!"
"Rey!" Hali langsung menggendong Rey dan memberikan kecupan untuk anak berusia tiga tahun itu.
"Gantengnya anak Ayah." Rey tersenyum cerah mendengar pujian dari Hali kemudian mendekatkan mulutnya yang kecil pada telinga Hali.
"Ayah Bunda nakal dali tadi. Bunda cubit pipi Ley sampai melah." Hali sontak melayangkan tatapan kesal pada Syifa dan wanita itu menyadari hal tersebut.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?"
"Kau nakal sama anakku."
"Anakmu? Hei Rey itu anakku bukan anakmu. Dia itu cuma menganggapmu sebagai Ayahnya saja bukan Ayah kandungnya."
"Biar begitu dia sayang padaku." Rey menanggapi dengan mengangguk. Kedua lengannya yang kecil melingkar erat di jenjang leher milik Hali.
Syifa mencebik kesal sebab kedua orang di depannya ini saling bekerja sama untuk menjatuhkannya namun Syifa bukan orang lemah.
"Rey ayo turun kita pergi ke kantor."
"Tak mau mau cama Ayah saja."
"Ok, Bunda mengalah pergilah bersama Ayahmu Bunda akan pergi dengan bus." Dia lalu mulai berjalan beranjak dari tempat itu namun sebelum dia berhasil mencapai lift, lengan Syifa ditahan oleh seseorang.
Syifa otomatis menoleh ke belakang dan menemukan tangan kecil Rey yang menahannya. Sepasang matanya tampak berkaca-kaca. "Bunda mau ke mana, ayo kita pelgi baleng sama Ayah."
Jujur Syifa luluh dengan ucapan Rey tapi dia dengan cepat menggelengkan kepala dan memasang wajah datar. "Menurutmu bagaimana Hali, maksudku aku tak suka merepotkanmu."
"Tidak apa-apa kok selama itu permintaan Rey aku tak keberatan."
"Tapi tetap saja--" sebelum bisa melanjutkan perkataannya, lengan Syifa kini beralih pada Hali dan ditarik menuju lift.
Bukan mereka bertiga saja yang menunggu ada beberapa orang termasuk seorang wanita. Sesekali wanita itu melirik pada Hali kemudian menjatuhkan pandangan pada Syifa yang memperlihatkan raut wajah tak nyaman.
Wanita itu lalu memandang Rey. "Permisi, apakah kalian baru tinggal di sini?" Hali memandang sekilas pada si wanita dan kembali menatap lurus pada lift.
"Iya kami baru tinggal di sini." jawab Syifa dengan senyuman ramah.
"Jadi apa kalian adalah satu keluarga?" Syifa hendak menjawab namun Hali cepat menyela.
"Ya kami adalah satu keluarga. Ini Rey anakku dan wanita yang kugenggam tangannya ini adalah Ibunya." Mata Syifa membulat. Dia menatap Hali dengan galak namun pria itu mengabaikannya.
"Perkenalkan namaku Iris, aku juga tinggal di lantai yang sama dengan kalian itu berarti kita tetangga. Kalau nama kalian?"
"Aku Hali, ini Rey sedang Ibunya bernama Syifa." jawab Hali lugas. Pintu lift terbuka. Keempat orang itu masuk dan lift turun menuju lantai satu.
Dalam perjalanan menuju lantai bawah, Syifa berbincang dengan Iris dan ternyata gadis muda itu sangatlah ramah sama seperti wajahnya yang cantik. "Kau kuliah?"
"Iya. Sebentar lagi aku akan lulus dan akan membangun usahaku sendiri." Sedang Hali tampak lebih sibuk dengan Rey.
Setibanya di lantai satu mereka berpisah. "Hali, kau ini berbuat ulah lagi."
"Berbuat ulah?"
"Iya kau kembali mengatakan kalau kita adalah satu keluarga padahal sebenarnya tidak."
"Tapi kita berdua adalah orang tua Rey. Wajarlah kita satu keluarga."
"Tidak, itu tak benar! Kita bukan suami istri dan hanya sebagai orang tua dari Rey."
"Ayah, Bunda jangan belantem. Ley tak suka Bunda sama Ayah beltengkal di depan Ley." Syifa membuang napas kasar. Dia mengusap rambut Rey penuh kasih sayang.
"Maafkan Ayah dan Bunda ya. Ayo sama Bunda, Ayah harus mengemudi bisa bahaya loh kalau Rey terus sama Ayah." Rey adalah anak yang patuh.
Dia lantas mengarahkan tangannya pada Syifa agar dia di peluk oleh Ibunya itu. Mereka lalu masuk dan mobil berjalan meninggalkan apartemen.
"Rey, Rey lebih suka sama siapa? Ayah atau Bunda?" Rey menampakkan wajah bingung seraya memandang keduanya seakan dia menimbang siapa yang akan dipilihnya.
"Apaan sih kamu kekanak-kanakan sekali?! Lihat tuh dia jadi bingung."
"Ish aku hanya bercanda saja lucu ya kalau dia bingung begini."
"Ley bingung pilih siapa. Ley sayang sama Bunda ... Ley juga sayang sama Ayah jadi Ayah sama Bunda kesayangan Ley. Jadi jangan malah-malah lagi, Ley ingin Ayah Bunda akul."
"Nah dengarkan, Rey itu jauh lebih dewasa dari kamu." Hali mendengus kesal namun kemudian melayangkan senyuman pada bocah kecil yang kini berada di pangkuan Syifa tepat saat lampu lalu lintas berwarna merah.
"Kau memang pintar kau memang anak Ayah,"
"Anakku bukan Anakmu!"
"Aku itu anak Bunda sama Ayah." Pada akhirnya Syifa membuang napas panjang. Dia pun memilih untuk menatap ke jendela mobil sedang Hali dan Rey berbincang berdua.
"Oh iya Syifa, kau sudah memiliki jadwalku untuk hari ini?"
"Ya nanti aku akan memberikannya begitu aku menitipkan Rey ke tempat penitipan anak-anak."
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!