Pukul 06.40 pagi, Kania sudah dikejutkan dengan kedatangan Melvin, yang tiba-tiba ke rumahnya. Dengan cepat gadis itu memakai setelan jas berwarna putihnya lalu bergegas menemui pria menyebalkan itu.
Dia takut jika sang ayah akan menemui Melvin dan membicarakan tentang kejadian semalam.
_Gawat!!_ gadis itu menggigit bibir bawahnya.
Ayah Haryo ternyata sedang berbincang-bincang serius dengan Melvin di ruang tamu. Dengan langkah pelan ia menuruni anak tangga, mencoba menguping pembicaraan kedua lelaki itu dari balik sekat antara ruang tamu dan ruang keluarga.
Dari yang Kania dengar. Ayahnya hanya membicarakan masalah kerja sama perusahaan antar dua keluarga. Namun, ia masih belum yakin dengan semua yang ia dengar hingga gadis itu terus menempelkan telinganya pada bilik kayu jati bermotif bunga itu.
"Kania!" bunda Rani menepuk bahu Kania, "ngapain kamu disini?? Lagi nguping ya??" Kata bunda menggoda Kania.
"Bunda, apaan sih! Bikin kaget aja!!" sahutnya cemberut. Gadis itu memegangi dadanya karena terkejut.
"Kania ...?" panggil ayah Haryo.
_Aduh ... _
"I-iya Ayah!" jawab Kania singkat. gadis itu tetap berdiri di balik sekat.
"Ngapain disitu! Sini Nak Melvin sudah lama menunggu kamu dari tadi."
Kania keluar dari persembunyiannya sembari menundukkan wajahnya.
"Sini duduk ada yang ingin Ayah bicarakan sama kalian berdua!" kata ayah Haryo sambil menunjuk kearah sofa disebelah Melvin.
Kania diam tak bergerak. Gadis itu sudah tahu apa yang ingin di bicarakan ayahnya. Sudah pasti tentang kejadian ia pulang telat semalam.
"Ka-Kania ... ada –" suara gadis itu mendadak hilang.
"Kania kenapa berdiri disini. Ayo duduk, tidak sopan menolak perintah orang tua." Bunda Rani langsung menarik Kania untuk duduk.
"Nak, Melvin," Ayah Haryo membuka percakapan, "Ayah tahu kamu calon suami Nia. Tapi Ayah mohon, jangan ajak Kania keluar sampai larut malam seperti kemarin. status kalian belum resmi sebagai suami istri. Jadi tanggung jawab Kania masih menjadi tanggungan Ayah sama Bunda."
Melvin melirik Kania. Gadis itu tertunduk, jari-jemari lentiknya terlihat meremas ujung jas nya.
_Oh ... jadi Kania menggunakan namaku sebagai tumbal untuk menghindari amukan ayahnya. Oke. Kalian (Kania dan Bima) ingin bermain sandiwara akan aku ikuti semua permainan kalian.._ bisik Melvin dalam hati.
Pria itu kembali menatap ayah Haryo lalu tersenyum, "Sebelumnya Melvin, minta maaf Ayah, karena sudah mengajak Kania keluar sampai larut malam. Sebenarnya kemarin sore saya mengajak Kania untuk melihat-lihat Apartemen yang sudah saya beli sebagai hadiah pernikahan."
"Tapi ... Kania menolaknya. Katanya, Apartemen itu terlalu kecil dan letaknya terlalu jauh dari tempat kerja Kania."
"Maka dari itu saya mengajak Kania berkeliling Jakarta untuk mencari Penthouse yang dekat dengan kawasan perkantoran Kania hingga saya tidak sadar jika waktu sudah larut malam. Dan karena saya masih ada pekerjaan makanya saya tidak bisa mengantarkan Kania pulang."
Kania hampir menganga tidak percaya dengan penjelasan yang dilontarkan Chef menyebalkan itu. Pandai sekali pria ini memutar balikan fakta!
"Kania, kamu kok begitu sih!" bunda mendelik galak, "siapa yang ngajarin kamu jadi materialistis, seperti itu!!"
"Bu-bukan begitu bund—" gadis itu melihat Melvin menggerakkan sedikit tangannya yang memegang ponsel. Mengisyaratkan sesuatu. Ada foto Kania dan Bima dalam ponsel pria itu.
"Gak apa-apa Bunda, saya memang ingin memberikan sesuatu untuk Kania sebagai hadiah pernikahan. Dan saya juga tidak keberatan tentang permintaan Kania." Sergah Lelaki itu, ia tersenyum tulus menatap bunda Rani.
Ayah Haryo menghela napas sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya sudah kalau begitu," Kata ayah, "tapi Ayah tetap tidak mau lagi melihat Kania sampai pulang larut malam lagi!"
"Baik ayah saya janji!" Kata Melvin.
Akhirnya Melvin pamit pergi untuk mengantar Kania pergi ke kantornya. Dalam perjalanan. Kesunyian dengan setia menemani mereka berdua. Kania melirik Melvin dari sudut matanya.
Rahang pria itu mengeras. Terlihat sangat serius dan menyeramkan. Mimik wajah Melvin yang seperti ini mirip sekali dengan wajah pak Surya. Tegas dan berwibawa. Tidak seperti Melvin yang ia lihat beberapa hari yang lalu.
_Apa dia marah karena aku bertemu sama Bima??_
_Ah ... tapi memangnya dia siapa?? Sampai harus marah kalau aku bertemu dengan teman lamaku!_
"Aktingmu bagus sekali tadi!" Ucap gadis itu, "Sampai-sampai ayah dan bunda dengan mudahnya bisa percaya!"
Melvin menoleh sekilas ke gadis itu. Dan kembali memandang kearah depan.
"Aku yakin, kalau kau bisa mendapatkan banyak penghargaan dengan aktingmu yang seperti tadi!" kata Kania, lalu memandangi keluar mobil.
**********