Diana balik dari pasar, Aldrich yang menunggu kedatangan ibu nya pun langsung bangun dari sofa dan menoleh ke Diana.
"Ma, inget ma, Ald mau ngomong sesuatu sama mama" kata Aldrich.
"Iyaa, mama ga lupa kok, penting banget ya? Kamu sampe keliatannya nungguin mama pulang banget?" Tanya Diana.
"Emm, lumayan ma"
"Yauda, ada apa?"
"Kalo Ald mau nyari tentang hubungan internasional, mama ngasih, kan?" Tanya Aldrich.
"Hm? Hubungan internasional? Jadi apa?"
"Ald maunya jadi konsultan Indo Korea, mumpung Ald bisa dua bahasa, Inggris Ald juga ga buruk buruk kali" jawab Aldrich.
"Kamu yakin kamu suka sama kerjaan ini? Kalo kamu suka dan janji akan ngerjain sampai sukses, mama juga ga akan ngelarang" kata Diana.
"Beneran ya ma?" kata Aldrich tersenyum.
"Iya"
"Berarti nanti habis Ald lulus SMA disini, Ald harus ngelanjutin SMA satu tahun lagi di Indonesia ma, biar sejajar sama umur orang disana" kata Aldrich.
"Tunggu, kamu mau jadi konsultan di Indonesia?" Tanya Diana.
"Iya ma, kenapa ma?"
"Kenapa ga disini aja? Kenapa harus di Indonesia? Di negara lain juga ga kenapa, tapi kenapa di Indonesia?"
"Ya emang kenapa ma? Ald uda bosen disini terus, pengen nyoba aja di negara lain, siapa tau Ald bisa lebih sukses"
"Mama mau nanyain papa dulu.." kata Diana.
"Kenapa mama kayak gamau banget Ald ke Indonesia, ma?" Tanya Aldrich memancing.
"Ee-mm, b-bukannya gamau, tapi negara lain lebih maju, kenapa di Indonesia?" Tanya Diana.
"Ald cuma mikirnya, Ald blasteran, jadi ya Ald paling mampu kalo ngomong bahasa Indonesia,"
"Mama mau nanyain papa dulu" selesai bicara, Diana langsung membawa hpnya dan masuk ke kamarnya, ia segera menelepon suaminya.
"Halo" terdengar suara lelaki dari ujung sana.
"Halo pa"
"Mama mau minta saran papa"
"Kenapa?"
"Aldrich, dia mutusin mau nyari hubungan internasional jadi konsultan di Indonesia" jelas Diana.
"Ya kasih aja dia mau jadi apa, emang kenapa?"
"Bukannya gimana pa, mama gamau Aldrich ke Indonesia, mama takut Aldrich ketemu sama.... ya papa tau lah siapa yang mama maksud.."
"Ma, Indonesia tuh besar, penduduknya juga banyak. Ga mungkin Aldrich sejackpot itu. Apalagi Aldrich gatau kalo dia sendiri punya saudara."
"Iya sih pa, tapi mama tetep aja takut"
"Udah, papa ngasih Aldrich mau ke Indonesia, dan papa juga berharap mama ngasih"
Sambungan diputuskan secara sepihak, Diana kemudian keluar dari kamar dan menemui Aldrich.
"Ald, papa kamu ngasih kamu ke Indo
"Terus mama?" Tanya Aldrich.
Diana terdiam sebentar sebelum ia melanjuti perkataannya "iya, kamu boleh pergi" kata Diana.
Terulas senyuman diwajah Aldrich, akhirnya ia juga bisa mencari kenyataan tentang orang tuanya.
"Makasih ma" Adrich tersenyum.
"Hm"
~~~
"Gimana? Lo dikasih pergi ga sama ibu lo?" Tanya Ice. Kini Ice dan Aldrich sedang berjalan jalan di taman.
"Dikasih" Aldrich tersenyum.
Ice juga ikut tersenyum dan juga sedikit terkejut, ia pikir ibu Aldrich tidak akan mengizinkan Aldrich.
"Lahhh, seriusann??" Tanya Ice semangat.
"Iya"
"Yeayyyyy, akhirnya gue punya temen duduk di pesawatttt, yeayyy" Ice melompat lompat seperti anak kecil. Aldrich hanya tersenyum melihat gadis itu seperti bocah.
"Emm, terus lo tinggal dimana? Kalo belum ada tempat, boleh kok di rumah gue"
"Hm?" Aldrich heran dengan perkataan Ice.
"Y-ya, gue cuma gamau hutang budi sama lo aja ngasih gue tinggal sini.." lanjut Ice.
"Gapapa, gue rencananya nyewa apartemen aja sana. Ada rekomendasi?"
"Hmm, coba gue pikir pikir dulu.... ohhh, adaaa, kok bisa lama banget sih gue mikir, sahabat gue, Dinary, ibunya yang punya apartemen besar di deket rumah gue, nanti deh gue tanyain sama dia berapa harganya" jelas Ice panjang.
"Oke" balas Aldrich santai sambil mengangguk.
"Ice tapi..." Aldrich menghentikan perkataannya.
"Apa?"
"Nanti sekolah lo bakal nerima gue masuk kan?" Tanya Aldrich.
"Masalah itu lo tenang aja, gue yang bakal ngomong sama kepala sekolah biar lo keterima"
"Emang lo siapanya kepala sekolah?"
"Emm, ya gue orang yang terpilih menerima beasiswa, ya mungkin aja dia dengerin gue, lagi pula gue cuma nyuruh dia masukin lo seorang aja"
"Yauda, kalo lo yakin gue ga akan ditolak yauda gue bisa tenang"
"Oh iya, lagi satu." Lanjut Aldrich.
"Apa lagi?"
"Nanti kalo semua orang di sekolah lo ngeliat gue pasti mereka ngira gue itu Sea? Trus kalo mereka ngeliat gue sama Sea secara bersamaan, gimana? Sekolah lo mungkin kacau banget dengan kedatangan gue"
"Ya harus gitu, mau di gimanain, ga cuma siswa sekolah, gue masih mikirin ekspresi pertama Sea ketemu sama lo, mungkin lucu ya, ketemu orang dengan wajah sama persis, hahaha" Ice tertawa.
"Tapi lo yakin, kan? Kalo Sea memang kembaran gue, kalau seandainya takdir berkata enggak, gimana?"
"Gue yakin Ald, walau ada kemungkinan orang didunia ini berwajah mirip walau bukan keluarga, tapi kasus lo gue yakin bukan kayak itu, lo pasti kembaran Sea" kata Ice.
Aldrich sedikit mengangguk.
"Oh iya, jangan lupa siapin barang lo jangan ada ketinggalan, besok uda mau balik" lanjut Aldrich.
"Iya Ald, huh" Ice menghembuskan nafasnya, "rasanya ga pen balik asrama, gue suka banget netap didesa lo Ald, gue jadi pengen tinggal disini, jadi orang sini, tapi tau ga mungkin" Ice memandang keliling.
"Ga ada yang ga mungkin di dunia ini Ice. Nothing impossible" lanjut Aldrich. "Bisa aja nanti lo uda kerja bisa balik kesini, nikah sama orang sini, tinggal disini" Aldrich tersenyum menatap Ice.
"Bener juga, ga ada yang ga mungkin, lo tau ga Ald? Kata kata lo barusan sama banget sama yang pernah dikatain Sea di depan kelas pas mau milih antara drama sama dance." Kata Ice.
"Hm? Drama? Dance?"
"Oh iya, gue belum bilangin lo ya, gue bisa dapet beasiswa bukan karena gue pinter pelajaran. Tapi gara gara pentas seni yang diadain disekolah"
"Jadi waktu itu kelas gue disuruh milih antara dance sama drama untuk dipentasin. Gue nya sih milih drama karena gue suka nulis cerita, yaudah akhirnya banyak setuju drama, jadi gue sendiri yang buat naskah semuanya. Pertama gue memang rada males sih, tapi waktu itu gue jadi rajin gara gara ada Sea nemenin buat, eh, dia ga buat, dia cuma nemenin aja dan akhirnya gue bikin naskah sampe selesai tinggal syuting, sebenernya alasan gye rajin bukan cuma karena ditemenin sih.." kata Ice.
"Trus karena?"
"Waktu tuh kelas gue dicap paling jelek seangkatan, banyak murid nakal di kelas gue, gue waktu tuh pengen bantuin Sea buat kelas lebih bagus, soalnya kalo kelas jelek pasti guru guru marahnya ke ketua kelas, Sea yang jadi ketua kelas di kelas gue, ya jadi gue cuma mau ngilangin nama jelek kelas aja, ngebuktiin kalo sebenernya di kelas juga ada kok siswa yang ga nakal dan berprestasi, gue juga gamau Sea yang terus terusan dimarahin guru padahal bukan salahnya."
"Ya trus habis hasil syutingannya di kirim ke kepala sekolah, dia suka sama cerita gue, jadi gue dikasih beasiswa, gitu deh"
"Lo keliatannya sayang banget sama Sea ya?" Aldrich tersenyum tipis, tapi terlihat palsu.