"Btw Ald, lo belum bilang, lo mau bawa gue kemana?"
"Lo suka nonton drakor?" Tanya Aldrich balik tanpa menjawab pertanyaan Ice sebelumnya.
"Ih, kok malah nyanya balik sih?"
"Udah jawab aja"
"Iya gue suka, kenapa?"
"Nanti lo bakal tau sendiri kemana gue bawa lo" lanjur Aldrich.
Tiga menit kemudian, cable car berhenti bergerak tanda sudah sampai tempat tujuan.
"Silahkan keluar tuan putri" kata Aldrich setelah pintu kecil cable car itu terbuka.
"Ga duluan aja anda keluar, pangeran Aldrich?" Aldrich terkekeh mendengar perkataan Ice.
"Lady first" lanjut Aldrich yang hanya dibalas oleh senyuman Ice. Ice kemudian keluar dari cable car itu, ia melihat ke sekeliling tempat itu. Tempat ini. Ice mengenalnya.
"Ald, Ald, gue tau Ald" kata Ice melihat sekeliling tanpa mengedipkan matanya sambil menepuk nepuk pundak Aldrich.
"Ald, tempat nya ni, aaa, gue tauuu, apa ya namanyaaa.."
"Ald diem, lo jangan bilangin gue, gue mau nebak, Ald lo jangan ngomong.."
Aldrich hanya mengangguk dan sibuk menahan tawa melihat Ice seperti ini.
"Aaaaa, apasihhh.... ohhhhhh gue ingetttt, Nimsan, eh namsan... iyaa, namsan tower kannnn?? Namsan tower?"
"Hmm, lama banget, berapa menit lo mikir" Aldrich terkekeh.
"Ck, lo kan tinggal disini, gue ga pernah kesini cuma modal drakor aja apalah daya gue"
"Hahahaha" saat inilah tawa Aldrich pecah.
"Yok, jalan ke pinggir, katanya suka liat pemandangan" ajak Aldrich, Ice mengangguk antusias, bahkan ia berjalan mendahului Aldrich.
"Bagus bangetttt, bahkan lebih bagus daripada pas di cable car" kini Ice berdiri di pinggir batasan dan didepannya telah terlihat pemandangan kota Seoul di pagi hari.
"Lo tau ga? Kalo lo dateng kesini pas malem, bakal lebih bagus view nya karena bakal ada lampu lampu di kota" kata Aldrich.
Ice mengangguk, "Iya, sampe malem sini kuy" Ice menoleh ke Aldrich, "Jugaan kan disini ada tempat makan, kalo bosen, ya keliling keliling aja, tapi gue ga bakal bosen sih" Ice tersenyum lebar.
"Iya, terserah lo aja, anggep aja hari ini harinya lo" kata Aldrich pasrah, ia sudah pasti tidak bisa menolak gadis disampingnya ini.
"Ice, tanpa lo sadar, lo lagi berdiri dipuncak gunung Namsan" kata Aldrich.
"Iya bener, perasaan tadi gue masih di asrama.
"Ga rugi gue dapet beasiswa kesini Ald, dapet belajar bahasa, dapet ngeliat tempat tempat sebagus ini" Ice tersenyum.
"Tapi gue masih lebih jatuh cinta sama desa lo Ald, itu tempat ter the best" lanjut Ice.
"Gue tau, dari ekspresi wajah lo pertama disana aja udah nunjukin banget kalo lo syok ngeliat tempat sebagus itu"
"Iyaa, hahaha tau aja lo"
Mereka berdua berkeliling disana.
"Ice, sini bentar" kata Aldrich. Ice datang ke tempat Aldrich berdiri, terlihat banyak gembok berbentuk hati disana. Ini pasti gembok cinta.
"Nih, gembok cinta, lo bisa masang untuk orang yang lo cinta, contoh ya... sea, walaupun lo nolak cintanya dia, tapi lo ga mungkin udah bisa move on dari dia, gue yakin"
Ice tidak menjawab, ia hanya terdiam menatap gembok gembok cinta berwarna warni disana.
"Kalo ga ada gembok, lo bisa beli disana" Aldrich menunjuk ke suatu arah tempat penjualan gembok berbentuk love itu.
"Lo ga masang? Untuk Ana?" Tanya Ice.
Aldrich menggeleng "menurut gue ga ada ritual ritual gini, buat orang lain jatuh cinta sama kita butuh perasaan, bukan ritual" kata Aldrich.
"Cih, kan pake perasaan sama ritual, dilakuin bersama sama bisa bikin lebih mudah" Ice tersenyum, ia kemudian berjalan ke arah penjual gembok, ia membeli sebuah gembok berwarna merah muda, dan ada note kecil untuk dituliskan quotes cinta disana.
Ice pun menuliskan sesuatu di kertas note itu.
'Aldrich Liflous Moonglade
Gue gatau mau nulis apa, tapi lo uda bikin gue bisa move on, dan karang lo juga bikin gue suka sama lo, gue harap cinta gue terbalaskan:") -Ice'
Ice kemudian menggembok gembok cinta itu sejauh mungkin dari Aldrich, ia langsung memasukkan kunci gembok ke dalam kotak yang telah disediakan. Ice kemudian berjalan menemui Aldrich.
"Lo nulis namanya siapa?" Tanya Aldrich.
"Sea" jawab Ice berbohong.
"Katanya mau move on?"
"Memang gue mau move on, disaat orang lain nulis biar dirinya bisa dibales cintanya, gue nulis biar gue terbebas dari Sea dan Sea terbebas dari gue" jelas Ice.
"Lah? Serius? Memang beda lo, hahaha" Aldrich tertawa.
Ice hanya tersenyum melihat Aldrich tertawa riang.
"Lo tunggu gue disini ya, gue mau beli minuman dulu" kata Aldrich.
"Hm"
Beberapa saat kemudian, Aldrich kembali dengan dua gelas minuman, sepertinya adalah es sirup, "Ni, gue ga tau lo suka apa, samain aja lah ya" Aldrich memberikan Ice segelas es sirup, Ice menerimanya dengan senang hati, "Gue suka semua pemberian ikhlas, jadi lo gausa takut gue ga suka, gue pemakan segalanya"
"Hahahahahaha" Aldrich tertawa lagi, ia selalu dibuat tertawa oleh Ice.
Ice kembali menoleh ke arah pemandangan, "ngeliat kayak gini kok gue jadi kangen rumah ya"
"Katanya suka disini?"
"Lo ga pernah denger Ald? Rumah adalah surga.. walau ada tempat lain yang bisa bikin kita nyaman banget, lebih bagus dari pada rumah kita, tapi tetep ga ada yang bisa ngalahin rumah kita, my home always be my heaven" jelas Ice.
"Iya, gue ngerti, btw lo uda lama juga ninggalin rumah lo ya.."
"Iya, lama banget.." Ice menghela nafasnya, ia kangen rumahnya.
"Jadi pen nangis keingetan rumah" Lanjut Ice.
"Keluarin aja, daripada lo tahan tahan nanti sekali keluar langsung banjir, kasian orang lain harus berenang"
"Ih, ga jadi sedih gue denger kata kata lo, mana mungkin sekali nangis langsung banjir. Kebanyakan make majas hiperbola lo"
"Diih, kok nyambung ke pelajaran?"
"Gatau"
Aldrich tertawa melihat ekspresi wajah Ice, "Lamain ngambulnya ya, gue suka sama muka lo pas lagi ngambul, hahahaha"
"Ald, lo... lo.. ihh" Ice jadi kesal sendiri.
"Udah udah, sini" Aldrich langsung membawa badan Ice menyender padanya, ia merangkul Ice dari samping.
Deg.
'Jantung gue, duh, Ald, stop buat gue jantungan tolong' batin Ice.
Aldrich meraba raba rambut Ice.
Jika sekarang Ice sedang jantungan ga jelas, maka sekarang Aldrich sedang sibuk menahan tawa saat merasakan hawa tegang dari Ice, Aldrich yakin, Ice pasti baper atas tingkahnya.
"Gimana? Baper ga?" Aldrich angkat bicara.
Deg.
Ice tersadar, ia langsung berusaha keluar dari pelukan Aldrich "apaan sih baper? Engga, b aja" jawab Ice tak berani menatap mata Aldrich.
Tiba tiba angin berhembus kencang, membuat udara sangatlah dingin, Ice melihat keatas sekeliling sambil memeluk dirinya sendiri tanda ia sedang kedinginan.
Aldrich yang melihat Ice seperti itu pun langsung menggosokkan telapak tangannya, setelah itu ia menempelkan kedua telapak tangannya pada wajah Ice. Seketika kedua bola mata mereka bertemu.
Deg.
Ice syok.
'Ih Ald, awas aja sampe gue jantungan trus mati, lo harus tanggung jawab' batin Ice.
Mereka saling bertatap tatapan beberapa detik, "udah hilang dinginnya?" Tanya Aldrich.
Ice tersadar, ia langsung mambawa tangan Aldrich keluar dari wajahnya kemudian ia menoleh ke arah lain.
"U-udah"
"Iya.. gue mau bilang sesuatu sama lo"
'Mau nyatain cinta sama gue?? Aaaa, tunggu, gue.. gue belum siap, belum, belum siapppp' batin Ice.
"Ice, gue... gue.." kata Aldrich terhenti.
Ice sudah sangat serius mendengarkan Aldrich.
'Pasti, pasti dia bakal bilang suka sama gue, pasti' batin Ice lagi.