Chereads / MY BOS, SECRET ! / Chapter 28 - Lebih Baik Bercerai Dan Rencana Rahasia

Chapter 28 - Lebih Baik Bercerai Dan Rencana Rahasia

"Selamat datang non !" sapa mang Jana kepada Amira mantan majikannya dulu. Amira terkejut.

"Mang Jana ? wah sudah lama tidak bertemu !" balas Amira sambil tersenyum.

"Iya non ! sini mamang bawakan tasnya !" jawab mang Jana sambil mengambil beberapa tas koper.

"Terima kasih ya mang !" ujar Amira, mang Jana mengangguk.

Mereka kini berada di mobil, Bagas duduk di sebelah mang Jana sedang mengobrol santai tidak ada jarak sekarang di antars mereka berbeda yang dulu, sementara Amira di belakang dengan Dewa. Sampai akhirnya mobil melewati gedung perkantoran Palm co. yang masih berdiri megah disana. Bagi Amira sudah cukup lama tidak ke Jakarta, sejak dia pergi dengan Bagas waktu itu. Tak pernah lagi kemari lagi karena berbagai alasan, hamil, melahirkan, dan menjalankankan bisnis di Surabaya sehingga melupakan kota Jakarta.

Semua terdiam tidak berbicara ketika melewati gedung itu yang berlalu begitu saja. Mobil melaju ke kediaman Marina.

"Mommy ... !" Dewa menyentuh tangan Amira tertegun.

"Apa sayang, sini mommy pangku !" Dewa pun duduk di pangkuan Amira dan menyandarkan tubuhnya di badannya, Amira memeluk dan mencium rambut Dewa.

Tak lama mereka pun sampai di rumah mamanya Amira, Rumah itu berbeda dengan rumah lama, Rumah yang dulu masih di tempati Ardhi Wijaya dan istrinya yang baru, itu artinya menjadi milik mereka. Sementara rumah ini adalah harta gono gini dari warisan perceraian Marina dan suaminya.

Selama menikah Marina dan Ardhi Wijaya memiliki 15 buah rumah lain yang tersebar di seluruh Jakarta, Tanggerang dan lainnya, termasuk Villa di puncak dan Bali dan tanah di berbagai tempat. Dari semuanya sebenarnya sudah dibagikan kepada Yudha dan Amira mereka akan memiliki rumah dan tanah sejak mereka masih sekolah sebagai warisan dari orang tuanya.

Untuk Yudha sendiri warisannya masih ada walau sudah meninggal dan dulu sempat di ancam untuk di ambil karena memberontak tidak mau menuruti papanya, tapi itu tidak bisa karena sudah sah di pengadilan. Begitu pun juga dengan Amira. Warisan Yudha semua jatuh ke tangan Ratih dan anak-anaknya. Marina lah yang memperjuangkan semua itu ketika bercerai dengan suaminya.

Sementara rumah ini sedikit lebih kecil dari rumah yang dulu, tapi masih bisa menampung keluarga besar. Mereka turun dan di sambut oleh semuanya, rumah menjadi ramai oleh celotehan anak-anak. Sementara yang dewasa juga ramai mengobrol kesana kemari. Marina, Amira, Bagas, Dewa, keluarga dari mba Ratih, keluarga dari Bagas di tambah keluarga mba Dewi juga diundang dan datang.

Elsa sekarang sudah menjadi gadis cantik, begitu pula Robi tampan dan semakin mirip ayahnya Yudha. Marina sangat bahagia melihat para cucunya termasuk Dewa. Ulang tahun Elsa di laksanakan di dua tempat, pertama di salah satu panti asuhan dan satunya di sebuah restoran yang mengundang teman-teman sekolahnya dan sangat meriah.

Kebetulan anak-anak sedang pada libur sekolah sehingga semua pada datang, selanjut mereka berwisata ke berbagai tempat di Jakarta, makan-makan, dan belanja. Sebelum akhirnya mereka kembali ke tempat masing-masing yaitu keluarga besar Bagas dan bu Dewi. Sementara Amira dan Bagas masih ditinggal beberapa hari di rumah Marina. Pada kesempatan itu Marina menyerahkan sertifikat tanah dan rumah yang ditahan papanya Ardhi Wijaya pada Amira.

"Terima kasih mah !" ujar Amira sambil memeluk dan mencium pipi mamanya.

"Itu kan hak kamu, papamu tidak bisa mengambilnya lagi karena surat Warisan itu sah menurut hukum ! lagi pula mama tidak minta yang lain !" Marina tersenyum.

"Apa mama tahu papa sedang kesulitan ?" tanya Amira.

"Tentu saja tapi itu urusan dia, mama tidak ada sangkut paut apapun dengan perusahaan Palm co ! tapi yang mama dengar itu semua ada campur tangan dari mantan suami istri baru papamu yang masih tidak terima atas penghianatannya !"

"oh ... gitu ya !"

"Namanya Sudarmin, yang mama tahu dia itu teman dekat dengan kakekmu !" jawab Marina. Amira terdiam dan mengangguk.

"Sepertinya Amira kenal, dia papa dari temanku Andre dulu ke waktu kuliah di Australia !" ingat Amira.

"Oh, teman atau teman ?" tanya mamanya bercanda. Amira hanya tersenyum mengerti maksud mamanya itu.

"Teman, Bagas juga tahu kok ! ia sekarang jadi desainer dunia loh ! papanya pengen dia mengikuti jejaknya tapi ia engga mau, hampir mirip sama ka Yudha kalau dia ke musik dia pengen seperti itu ! bedanya lagi akhirnya dia mendukungnya beda dengan papa !" jelas Amira terlihat terdiam, mamanya merangkul pundaknya.

"Sudahlah sayang, jangan di ungkit lagi, dia sudah tenang di alam sana oke ?" Amira mengangguk.

"Separah apa sekarang Palm co ?" tanya Amira sambil menyender di pundak Marina.

"Hampir bangkrut !"

"kok bisa, ketika Amira menjadi pimpinan semuanya sehat kok !" ia heran.

"Entahlah waktu 4 tahun begitu cepat, mama sendiri baru tahu juga ! ya jelas kaget, mama tahu papamu yang berjuang mulai perusahaan dari nol sampai sebelum bercerai !" jawab Marina sambil mengenang masa lalunya.

"Itu karena ada 3 musuh besar papa yang balas dendam padanya !" Bagas ikutan berbicara.

"Emang satu lagi siapa ?" tanya Amira.

"Suhendro mantan mertua yang kamu tolak, satu lagi ada seseorang kepercayaan papamu yang membelot juga !" jawab Bagas.

"Hmmm begitu ya !" Amira terdiam. " kalau yang itu bisa aku urus sih !" lanjut Amira tersenyum.

"Kamu mau menolong Palm co ?" tanya mamanya. Amira mengangguk.

"Awalnya sih tidak perduli tapi selama hampir 10 tahun memimpin perusahaan Palm co, ada rasa ikatan khusus dan ikut membesarkannya, rasanya sayang kalau perusahaan begitu saja bangkrut !" jawab Amira, Marina hanya tersenyum.

"terlepas entah papa yang benci Amira karena tidak menurut keinginannya ! lagi pula di perusahaan om Suhendro Saham sudah mencukupi untuk bisa memberi suara bila ada sesuatu !" lanjut Amira. Bagas hanya mengangguk membenarkan.

"Baiklah, mama sih, terserah padamu saja !" Marina hanya bisa menyerahkan semuanya pada Amira,

-----------------

Kita tinggalkan Amira dan Marina, kita kembali ke Ardhi Wijaya dan Anggia yang sedang terbang ke Singapura. Mereka tiba di Singapura dan langsung menuju hotel mereka menginap. Hotel berbintang lima menjadi tempat istirahat mereka tinggal di kamar yang sama layaknya suami istri.

Selama di sana selain bertemu klien dan investor, Ardhi Wijaya dan Anggia berkesempatan berwisata dan jalan-jalan serta berbelanja. Ardhi Wijaya pun mengajak Anggia ketika di undang makan malam oleh rekannya di Singapura, mereka tidak bertanya apapun tentang Anggia.

Begitu juga di Makau dan Hongkong keduanya sangat mesra bagai bulan madu saja, Ardhi Wijaya dengan royal membelikan berbagai barang mewah buat Anggia dari tas, baju sampai perhiasan. Setelah beberapa hari melakukan perjalan bisnis. keduanya kembali ke Jakarta tapi di Bandara mereka berpisah.

Ardhi Wijaya pun tak lupa membeli oleh-oleh buat istrinya di bandara dia di jemput mang Jana, sesampainya di rumah rupanya Marina sudah kembali dari Surabaya setelah menjenguk Amira melahirkan.

Malamnya mereka bertemu sambil makan malam tak lupa Ardhi Wijaya memberikan oleh-oleh buat Marina, Marina menerimanya dengan biasa saja padahal itu adalah sebuah tas brended berharga mahal favoritnya.

"Bagaimana anak itu ?" tanya Ardhi Wijaya tanpa menyebut nama Amira. Marina menatap suaminya itu, dia sudah tahu semuanya kalau Ardhi Wijaya pergi lagi dengan wanita itu.

"Baik, kamu punya cucu laki-laki !" jawabnya penuh tekanan untuk memberitahu suaminya sudah menjadi kakek.

"Oh, syukurlah !" jawab Ardhi Wijaya singkat.

"bukan hanya dari Amira saja tapi juga ... Yudha !" Marina seakan tidak perduli, Ardhi Wijaya menghentikan makannya dan menatap tajam istrinya.

"Kenapa ? kamu tidak tahu Yudha sudah menikah dan istrinya manajernya sendiri Ratih ! punya dua anak lagi, yang perempuan bernama Elsa cantik sekali anak itu dan satu lagi laki-laki namanya Robi ! dia mirip sekali dengan Yudha ..." belum sempat melanjutkan Ardhi Wijaya menggebrak meja.

"Cukup ... aku tidak mau mendengar hal itu lagi !" ujarnya nadanya mulai naik. tapi Marina terlihat tenang tidak takut dengan suaminya.

"Aku hanya cerita, kita itu sudah tua ! sudah punya cucu ! apa salahnya aku memberitahu semua ini ? kamu tuh aneh mas ! setiap kamu pulang dari mana-mana selalu pulang-pulangnya marah -marah !" jawab Marina tersulut emosinya. Ardhi Wijaya terdiam.

"Kalau mas menganggap kalau pulang rumah seakan tidak betah atau apapun itu ,.. kita bercerai saja !" lanjut Marina, "itukan mau mu !" Marina berdiri dari meja makan dan langsung pergi tanpa membawa tas hadiah dari suaminya.

Bersambung ...