Bagas dan Amira semakin mesra saja, keduanya bagai tak terpisahkan. Sampai suatu ketika Bagas menerima telpon dari ibundanya, sepertinya dia khawatir karena sudah cukup lama tidak ada berita dari Bagas.
Bagas membalas bahwa dia baik-baik saja, Amira hanya terdiam mendengar hal itu. Dia merasa bersalah atas semua yang terjadi, melibatkan Bagas dengan semua kejadian ini.
"Kamu kenapa sayang ?" tanya Bagas, sambil merangkul dan mencium keningnya.
"Apa dia baik-baik aaja ?" Amira menatap Bagas.
"tentu saja, hanya ingin mengetahui kabarku saja tidak lebih !" jawab Bagas.
"Kamu tak usah khawatirkan hal ini !".
"Bagaimana kalau kita pulang saja ?" ujar Amira. Bagas tertegun.
"Pulang ?" Tanyanya.
"Iya, kita bertemu keluargamu !" jawab Amira.
"Oh ... dasar, aku pikir kamu pengen pulang ke Jakarta !" ujar Bagas lega.
"Kamu yakin ingin bertemu keluargaku ?" Bagas balik bertanya.
"Tentu saja, aku ingin tahu kamu lebih dalam lagi tentang kamu dan keluargamu dan sekalian silahturahmi dengan mertuaku yaitu kedua orang tuamu !" jawabnya, Bagas tersenyum dan mengecup bibir Amira dengan lembut.
"Baiklah, permintaanmu aku kabulkan sayang !"
"Apa mereka akan menerimaku ?" Amira menyandarkan kepalanya di pundak Bagas.
"Tentu saja, paling hanya mereka akan terkejut !" Bagas mencium rambut Amira yang harum.
"Terkejut kenapa ?"
"Aku menikah dengan bos ku sendiri !" Bagas tersenyum, Amira mencubit pinggang Bagas karena gemas.
"Aduh ! kok nyubit !"
"Biarin !" jawab Amira, Bagas mencium bibir Amira dengan lembut.
-----------
Beberapa hari kemudian mereka pun pergi menuju ke kota tempat tinggal Bagas dilahirkan dulu yaitu Cianjur Jawa Barat kota yang sebenarnya tidak begitu jauh dari Jakarta ataupun Bandung. Kota yang berhawa sejuk karena dekat dengan puncak yang selalu di datangi banyak wisatawan dari Jakarta dan kota lainnya.
Sebenarnya kedua orang tua Bagas bukanlah orang asli sana, tapi mereka sudah cukup lama menetap di sana. Ayahnya adalah seorang pensiunan TNI dipindah tugas ke kota Cianjur namanya Suherman sedang ibunya bernama Sumarni. Dari ketiga anaknya tidak ada yang mengikuti jejak ayahnya menjadi tentara. Kakak pertama bernama Safitri atau biasa di panggil mba Fitri sudah menikah, kakak kedua bernama Raditya dan juga sudah menikah.
Bagas dan Amira justru malah pergi ke Bogor dahulu untuk bertemu ibu Dewi dan tidak langsung ke Cianjur, hal ini setelah mereka menghubungi bu Dewi sebelumnya meminta mereka menemuinya. keduanya telah tiba di kediaman bu Dewi yang sama asrinya dengan rumah di Malang sana.
Bagas dan Amira di sambut gembira oleh ibu Dewi, keduanya beristirahat dahulu di sana untuk sementara.
"Gini Bagas, sebaiknya kamu pulang dahulu untuk bertemu dengan kedua orang tuamu ! bukan apa-apa, hanya tidak ingin membuat keluargamu terkejut karena kamu sudah menikah, takutnya mereka bertanya macam-macam dan salah faham, karena mengira mungkin saja berpikir Amira hamil diluar nikah ! tapi itu kemungkinan saja !" bu Dewi memberi penjelasan.
"Iya bu, aku mengerti !" Bagas mengangguk, dan Amira pun setuju.
"Jangan khawatir, ibu akan jaga istrimu dengan baik !" ujar Ibu Dewi sambil tersenyum.
"Baiklah bu !" jawab Bagas.
Keesokan harinya barulah Bagas pulang ke Cianjur untuk bertemu keluarganya, yang sudah cukup lama tidak ditemuinya. Hampir 3 tahun, karena kesibukannya sebagai seorang sekretaris direktur. Komunikasi hanya menggunakan telpon saja atau video call. Bagas banyak melewatkan banyak moment penting yang harusnya di lalui bersama dengan keluarga besarnya terutama tidak pulang pada saat Lebaran atau pernikahan kakak keduanya.
Apa yang di katakan ibu Dewi ada benarnya juga, untuk saat ini belum waktunya memperkenalkan Amira pada kedua orang tuanya, mungkin nanti bila kerinduan mereka telah di obati. Tak butuh waktu lama perjalanan dari Bogor relatif tidak begitu jauh menuju ke Cianjur. Untungnya tempat tinggal keluarganya masih di kota walau agak sedikit berada di pinggirannya.
Rumah Bagas tidak besar tidak juga kecil, dulu mereka tinggal di komplek khusus bagi tentara. Tapi tak lama mereka pindah dan membeli rumah sendiri, karena kedua orang tuanya menyadari akan pensiun di kota ini.
Mobilnya dia parkirkan di halaman rumahnya yang cukup luas, ibu dan ayahnya memang suka berkebun maka tak heran mereka punya halaman depan dan belakang rumah mereka di tanami bunga dan pohon berbagai buah dan di alasi rumput yang hijau. pohon jambu, belimbing dan mangga tampak rapi dan sehat. Bagas ingat pohon itu masih muda ketika ditinggalkan olehnya merantau ke jakarta sekarang sudah tumbuh besar.
Bagas tersenyum banyak kenangan yang indah di sini, dia pun turun dari mobil, di beranda rumah ada sepeda kecil dan mainan tergeketak, Dia yakin itu salah satu milik dari putra kakaknya mba Fitri yang memang tinggal masih satu kota.
Rumah agak sepi, memang masih pagi, dia melihat jam tangannya menunjukan pukul 10 pagi.
"Assalamualikum !" Bagas mengucap salam sambil mengetuk pintu. Seperti seorang tamu. Tapi tak ada jawaban, akhirnya dia memencet bel.
"Iya, tunggu sebentar !" terdengar suara seorang perempuan dari dalam. Bagas yakin itu mba Fitri. dan tak lama seseorang membuka pintu dan terkejut.
"Bagas !" ujarnya sambil tak berkedip menatap sosok di depannya.
"Iya mba saya Bagas !" jawabnya tersenyum pada seorang perempuan berambut panjang yang di ikat belakang masih menggunakan daster.
"Astaga kamu Bagas, sampai pangling ! mba enggak mengenali kamu lagi habis kamu teh berkumis !" mbanya hanya menggeleng, padahal Bagas sudah bercukur kasar tapi tidak sampai bersih hanya di bagian tertentu saja itupun karena keinginan Amira, biar lebih jantan dan macho katanya. sialan ! dikira kalau klimis seperti banci apa ? tapi Amira hanya tertawa biar lebih dewasa ralatnya.
"Eh iya mba !" dia pun mengulur tangannya untuk salim.
"Kamu teh sama siapa ?" tanya mba Fitri seperti tidak sabar.
"Ya, sendiri mba, emang sama siapa atuh mba ?" tanyanya mereka pun masuk rumah.
"Yah, kirain sama istri atuh, kan sudah lama tidak pulang ! sugan (mungkin) kamu teh udah menikah tanpa bilang-bilang dulu !" ujar mbanya seperti menebak kenapa engga pulang, membuat Bagas menjadi gugup.
"Oh iya mba, Ayah sama ibu mana ?" Bagas seperti mengalihkan pembicaraan.
"Lagi keluar sebentar !" jawab Mba Fitri sambil menatap Bagas dari ujung rambut sampai ujung kaki, dia melihat perubahan adiknya menjadi semakin dewasa dari yang dilihat sebelumnya.
"Kalau mas Andi ?" tanyanya lagi menanyakan suami dari mba nya.
"Sama keluar sebentar ! kamu udah menikah Gas ?" tanyanya menatap Bagas.
"Ah mba !" jawabnya singkat.
"Kamu jangan bohong sama mba, itu kamu teh pake cincin !" tunjuk mba ke arah tangan Bagas. Bagas hanya menghela nafas, akhirnya dia menceritakan semua pada mbanya.
"Jadi begitu, kenapa engga ikut sekalian biar diperkenalkan ?" tamya mba Fitri.
"Tadinya emang begitu tapi Bagas kesini kan sudah lama enggak pulang ! jadi nanti sekalian di perkenalkan !" Bagas menjelaskan.
"Oh emang sama orang mana, kok engga ada kabar kalau sudah menikah ? jangan-jangan ... !" ujar mba Fitri, Bagas hanya tersenyum apa yang dikatakan bu Dewi benar.
"Engga atuh mba, hanya ... engga direstu sama mertuai !" jawab Bagas.
"Maksudnya kawin lari ? kenapa emangnya ?"
"Karena ... Bagas menikah dengan bos sendiri !" jawab Bagas, mba Fitri tertegun.
"Beneran itu teh ? bos kamu yang pernah fotonya kamu kirim ?" mba Fitri seperti tidak percaya.
"Iya mba, Bagas bawa foto pernikahannya, sederhana hanya dihadiri beberapa orang saja !" Bagas pun memperlihatkan bukti pernikahannya dengan Amira di hpnya pada mba Fitri.
bersambung ...