Amira keluar dari mobil setelah pintunya di buka sopir pribadinya mang Jana yang sudah bekerja 10 tahun menjadi sopir di keluarga Ardhi Wijaya.
"Terima kasih mang !" ucapnya sambil tersenyum, mang Jana membungkukkan badannya tanda hormat. Wanita Cantik itu terlihat ramah. Di luar pribadi yang sebenarnya tegas dan smart, ketika menjadi pimpinan perusahaan Palm co Internasional menggantikan papanya yang ingin pensiun dini.
Amira menuju lift ViP yang selalu di gunakan menuju kantornya, hari ini dia memakai gaun berwarna hitam terlihat anggun dan cantik. menenteng tas kecil di tangannya. Lift pun tiba di lantai paling atas. Dan terbuka kemudian ketika dia melihat Sekretaris pribadinya sudah menunggunya
"Pagi !" ujarnya singkat. Ia melangkah dengan cepat melewati Bagas. Sementara Bagas hanya membungkuk memberi hormat.
"Pagi Madam !" jawabnya membalas sapaan sang majikan dan mengikutinya masuk ke ruangan kerjanya.
Amira menyapu matanya melihat sekelilingnya, dia tersenyum puas atas kinerja Sekretarisnya itu. Bagas mendekat dan menerima tas yang dipegang bosnya itu, di bawanya ke tempat khusus. Tas yang di bawanya bukan sembarangan jadi harus di perlakukan dengan hati-hati. Kali ini Bagas menggunakan sarung tangan khusus agar tas itu tidak ternoda, Dan membuka dan menyimpannya kembali.
"Bagaimana ?" Amira bertanya singkat, bagi yang tidak mengerti pasti akan bengong. Bagas kemudian mengambil Tab nya dan kemudian mulai menyampaikan sesuatu. Sementara wanita cantik itu duduk di kursi berbahan kulit berwarna coklat.
Bagas mengambil sebotol air mineral dan menuangkan ke gelas yang telah di sediakan. Amira meminumnya sedikit dan setelah itu Bagas kembali mengambil gelas yang telah diminum termasuk botol mineral. itu artinya sudah selesai. meja kerja kembali bersih.
"Tentang hal itu ... saya sudah batalkan ! seperti biasa dia sedikit marah tapi bisa dimengerti !" Jelas Bagas. Amira mengangguk.
"oke ... kamu boleh pergi !" perintahnya. Bagas tidak langsung pergi. Dia seperti tahu apa yang di inginkan sang bos. Tak lama telpon berdering. Bagas dengan cepat mengangkat telpon.
"Selamat pagi, dengan Palm co Internasional ? berbicara dengan siapa ? maaf untuk hal itu bisa di konfirmasikan dahulu !" jawab Bagas. Sementara Amira seakan tidak perduli dia sibuk dengan urusan sendiri. Kemudian Bagas menutup telpon.
"Maaf Madan, untuk pesta akhir minggu ini sudah selesai semua ... tetapi saya ingin konfirmasi untuk tamu undangan !" Ujar Bagas pada atasannya itu.
"oke ... apa itu ?" Amira menatap Bagas Sekretarisnya itu.
"Semua sudah selesai tetapi ada satu orang tamu lain ...!"
"Siapa ?" tanya dengan tatapan menyelidik Bagas menatap Amira, harus di akui bosnya hari ini tampak anggun dan cantik.
"Karen Woodword ..." Jawab Bagas agak pelan. Terlihat sekilas perubahan raut wajah Amira.
"Kalau madam tidak suka bisa saya cancel !" ujar Bagas cepat.
"Apa dia disini ?" Tanya Amira dengan tajam.
"Sepertinya begitu, aku dengar mr Smith sedang ada pertemuan dengan seorang pengusaha. mereka sepertinya membicarakan proyek hotel di Bali !" jawab Bagas melihat tab ditangannya.
"Begitu ya ... oke, tidak masalah !" Bagas terlihat sedikit lega, bagaimana tidak sudah ada 5 kali pembatalan tentang tamu yang akan hadir. kali ini sudah beres.
"Hari ini jadwal madam ... ada pertemuan dengan Pak Harjo kontraktor pembangunan Apartemen Golden Palm pukul 8 pagi ! setelah itu .... " Bagas kembali memberitahu rencana kerja hari ini bagi Bosnya itu.
"Ya sudah, aku akan keruang rapat sekarang !" Amira melirik jam tangan mahalnya. dan bangun dari tempat duduknya, menuju ruang rapat. Bagas mengikuti.
Mereka di lorong dan ketika sampai di ruang rapat, Susan menyambut mereka dan ternyata para tamu sudah berada di sana. Bagas mendahului menuju kursi paling ujung dan paling besar yang khusus untuk bosnya. Dia menarik kursi pelan sesuai jarak kursi dan meja. Amira duduk dengan anggun. Bagas mengambil berkas diletakan disamping Amira.
Rapat pun dimulai, sementara Bagas duduk di samping bos nya agak sedikit lebih belakang tidak sejajar. Bagas mengawasi rapat, ada sedikit senyum di wajahnya teringat pertama bekerja menjadi seorang sekretaris.
-------------
Dalam benak Bagas, seorang sekretaris adalah yang duduk di belakang meja kemudian mempersilakan tamu yang akan bertemu atasan, atau mencatat apa yang diinginkan bosnya, hanya itu. Tapi ternyata lebih dari bayangannya itu ! pertama bekerja dia harus mengurus dokumen dan membereskannya, sepertinya simple tapi ternyata itu adalah sangat penting. Beruntung ibu Dewi dengan telaten mengajarinya untuk menjadikannya sekretaris utama.
Bagas harus berhutang budi banyak pada ibu Dewi yang sudah di anggapnya sebagai ibu angkatnya bahkan sampai sekarang, walau dia sudah pensiun. Sesekali Bagas berkunjung dan berhubungn baik melalui telpon atau datang kerumah bu Dewi selain melepas rindu sekalian curhat. Sebagai seorang Sekretaris ada 3 peraturan yaitu mendengar tapi tidak mendengar, melihat tapi tidak melihat dan terakhir berbicara tapi tidak bicara. istilahnya menyimpan semua rahasia bos nya.
Pertama kali Bagas bertatap muka dengan bos nya itu setelah 2 bulan dia belajar banyak dari bu Dewi. Saat itu Ibu Dewi meminta Bagas menyerahkan laporan kepada bosnya, hanya itu saja tidak ada yang lain. Bagas pun memutuskan untuk menerima tugasnya itu. Dia berdiri di depan pintu ruangan Direktur utama, hatinya berdebar walau setiap hari melewati tapi belum pernah memasukinya seperti pintu terlarang di masuki oleh siapapun juga !
Akhirnya Bagas memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. Dia tidak akan masuk ke sana sebelum ada jawaban dari dalam. Bagas menunggu beberapa menit dadanya berdebar-debar.
"Masuk !"
Kata kunci terdengar dari dalam tapi Bagas tertegun 'seorang perempuan ?' ujarnya dalam hati, jadi bosnya itu ...
"MASUK !"
Terdengar suara keras dari dalam menyadarkan Bagas dari lamunannya dia tidak pernah bertemu dengan bosnya itu sekalipun, dia hanya membantu di ruangan kerja bu Dewi selama ini. Dengan perlahan dia membuka pintu dan terlihat seorang perempuan cantik duduk dan menatapnya tajam.
"Ada perlu apa ?" tanyanya. Bagas terdiam terpaku.
"Anu ... !"
"KALAU LAKI-LAKI ITU YANG TEGAS JANGAN KAYAK BANCI !" Bentak perempuan itu, seketika muka Bagas merah padam. kata itu seperti menghujam tepat di ulu hatinya.
"Ssaya mau memberikan laporan ini !" ujar Bagas dengan gugup. tanpa disadari bajunya basah oleh keringat.
"Kemarikan, lelet banget, jadi cowok !" jawabnya ketus. Bagas pun mendekat dan memberikan map itu kepada perempuan di depannya.
"Hanya ini ?" tanyanya, tentu saja Bagas bingung karena oleh ibu Dewi tugasnya hanya memberikan saja tidak lebih.
"Iya, bu ... eh mba ... bu Direktur !" Amira menatap Bagas dari ujung rambut sampai ujung kaki. kemudian menghela nafas dan kemudian menelpon seseorang.
"Mba Dewi, kemari !" perintahnya. Tak lama ibu Dewi mengetuk dan masuk dia sempat melirik ke arah Bagas.
"Iya, madam ... ini laporan yang lainnya, maaf baru sekarang saya buat !" ujarnya sambil menunduk.
"Siapa dia ?" perempuan cantik itu menunjuk pada Bagas.
"Bukankah madam yang menunjuk dia sebagai Sekretaris ?" ibu Dewi malah balik bertanya. " Maafkan saya madam, dia belum semuanya saya ajari tentang tugas dan kewajibannya .... saya mohon maaf !" ibu Dewi menunduk dan meminta maaf.
"Ya sudah, lain kali kamu lebih tegas memberi pelajaran padanya !" Amira kemudian memberi tanda untuk pergi. Ibu Dewi melirik Bagas dan memberi kode untuk keluar.
"Bu saya minta maaf !" Bagas merasa bersalah sehingga di menjadi kena marah bosnya.
"Sudahlah, menjadi Sekretaris itu tidak gampang dan saya belum mengajari kamu seperti diharapkannya !" Ibu Dewi hanya tersenyum.
Begitulah sejak saat itu sikap Bagas mulai berubah, dia berusaha keras agar menjadi Sekretaris yang baik walau itu banyak rintangan dan tantangan dari si bos menyebalkan. Tak terasa 1 tahun telah berlalu. Dia mulai terbiasa dengan tugasnya sebagai Sekretaris.
"Pagi ibu Dewi !" sapanya suatu pagi, Bagas terkejut ketika ibu Dewi sedang membereskan barang-barang seperti mau pindahan.
"Ibu mau pindahan ?" tanya Bagas. Ibu Dewi hanya tersenyum seperti biasa.
"Tidak Bagas ... tugas ibu sudah selesai !" jawabnya.
"Maksud ibu ...?"
"Iya, Sekarang sudah ada yang menggantikan ibu ... yaitu kamu !" Bagas terkejut bukan main.
"Tapi ... !"
"Tugas saya sebenarnya mempersiapkan seseorang untuk menjadi Sekretaris Direktur utama yang baru ... hanya itu ! saya suda tua, sudah hampir 25 tahun bekerja sejak ayahnya madam Amira menjadi pimpinan, sebelum akhirnya sekarang oleh putrinya ! selain jaman sudah berganti, saya sudah tidak sanggup mengikutinya kemanapun dia pergi ! jadi yang muda lah pengganti saya !" jelasnya panjang lebar, entah kenapa ada perasaan sedih di hati Bagas.
"Bagas, ibu yakin kamu bisa ... mendampinginya, di balik sikapnya yang seperti itu sebenarnya ... dia kesepian ! sudah banyak kenangan pahit hadir dalam dirinya sehingga seperti itu ... seiring perjalanan waktu, kamu pasti akan mengerti dan tahu !" Ibu Dewi menepuk pundak Bagas.
"Selain itu kita masih bisa berhubungan baik kok !" Bagas mengangguk dan memeluk ibu Dewi dan tak terasa air matanya meleleh.
"Iya, bu ... maaf saya ya bu !"
"Sudahlah ... kamu itu lelaki ! tidak boleh cengeng !" ibu Dewi melepas pelukannya dan mengusap air mata di pipi Bagas.
-----------
"Oke jadi bisa dimengerti bukan !" Amira menutup pertemuan rapat yang disepakati semuanya, Bagas seperti tersadar dari kenangan masa lalunya. Berdiri kemudian mengantar para tamu keluar.
"Seharusnya yang seperti ini, tidak perlu memerlukan aku cukup manajernya saja ! dan itu membuang waktu ku saja !" Ujar Amira terlihat kesal. Tapi Bagas tetap tenang.
"Maaf Madame ... proyek Golden Palm bukan proyek apartemen biasa, pembeli dan penyewanya bukan orang biasa selain itu sudah 100% sejak proyek ini di luncurkan langsung sold out dalam waktu 5 jam saja dan itu menjadikannya rekor penjualan tercepat di banding perusahaan lainnya ! madame sendiri yang bilang kalau ada apa-apa, menjadi tanggung jawab anda ! satu hal, seminggu lagi semuanya selesai !" jelas Bagas sambil memberikan dokumen sebagai bukti.
"Ya, sudah ... semuanya sudah selesai kan ? aku mau istirahat dulu !" Amira berdiri dan keluar menuju ruangannya sementara Bagas mengikutinya.
"Jangan ada menggangguku ... setelah ini apa ?" tanyanya.
"Makan siang dengan nyonya Shinta ... madame !" Bagas sambil melihat jadwal.
"Oke nanti aku langsung pergi ... !"
"Baik madame ... saya permisi !" Bagas keluar dari ruangan.
Setelah Bagas pergi, Amira menghela nafas. " Sepertinya dia berubah cepat sekali !" pikirnya.
Amira melirik ke arah foto keluarga yang terlihat bahagia dan lengkap ayah, ibu dan kedua putra putrinya dengan senyum yang tidak dibuat-buat datang dari hati dan itu terjadi ketika dia berusia 12 tahun dan kakaknya 14 tahun. Sementara foto keluarga yang lain tampak berbeda sangat kaku dengan senyum yang palsu.
Semuanya berubah ketika suatu hari kakaknya Yudha Pratama pergi dari rumah karena dilarang bermain band oleh kedua orang tuanya. Dia benci bisnis lebih menyukai musik. Amira selalu iri dengan kakaknya itu, dia pintar bermain piano sejak kecil sering memenangkan lomba baik nasional maupun internasional. Selain berwajah tampan, populer, pintar dan mempunyai suara yang merdu. Berbeda dengan dirinya bodoh dan bertubuh gendut serta sering di bully.
Ketika usia Amira 8 tahun tubuhnya sedikit membesar dan gendut. Membuatnya menjadi penyendiri dan pendiam. Apalagi kedua orang tuanya terlalu sibuk di luar, membuat Amira menjadi kesepian. Tapi beruntung ada kakaknya yang bisa membuat dirinya kembali bergembira, hal itu membuat mereka menjadi dekat dan akrab. Bahkan Yudha menjadi pelindung Amira dari gangguan orang yang membulynya, Amira mendapat julukan Pricess dari kakaknya tersayang.
Bersambung ...