Aku dan Kak Ditto sampai di tempat stand cafe, masih banyak yang antri buat beli kopi rupanya. Kak Andi juga sudah ikut bantu-bantu di bagian mesin coffee grinder.
"Vin, aku tinggal dulu ya! Sampai ketemu lagi jam makan siang. Nanti aku jemput kamu ke cafe." kata Kak Ditto sambil menepuk pundakku. "Ndo, aku tinggal dulu ya! Masih ada urusan dengan teman-teman ku yang sudah menunggu."
"Iya, terimakasih banyak kak sudah mau bantu-bantu." Kata Pak Nando
"Buat yang lain, ada jajanan di Davin. Kalian bagi-bagi rata ya. Sampai jumpa lagi nanti." kata Kak Ditto berlalu pergi sambil melambaikan tangannya.
"Pak, ini ada jajanan." kataku ke Pak Nando sambil memberikan kantong plastik yang sedang aku bawa.
"Terimakasih. Kamu gak mau ngambil Vin?" Tanya Pak Nando.
"Tadi saya sudah makan beberapa dengan Kak Ditto kok pak, sekalian minum es dawet tadi."
"Oh ya sudah kalau begitu. kemari semua! Nih ambil jajanannya." kata Pak Nando pada karyawannya yang lain.
Semua mengambil makanan yang ada di kantong plastik itu.
"Pak, apa yang perlu saya kerjakan sekarang?" tanyaku.
"Kalau kamu mau istirahat, istirahat duduk saja. Tinggal sedikit yang akan dijual, soalnya jualan kita banyak pembeli dan mau habis. Atau kamu bisa bantu-bantu yang lain. Kamu juga bisa tanya-tanya jika ada hal yang tidak kamu tahu dan ingin kamu tanyakan." kata Pak Nando.
Benar juga apa yang dikatakan oleh Pak Nando. Selama bekerja disini, aku belum pernah tanya-tanya tentang perihal kopi. Tentang mesin kopi, cara membuat kopi, dan macam-macam jenis kopi serta perbedaannya.
"Apa saya boleh tanya ke Pak Nando saja?"
"Boleh."
Aku bertanya banyak tentang seputar kopi, dan Pak Nando menjawab semua pertanyaan ku. Menjelaskan semua yang tidak aku ketahui.
Jam menunjukkan pukul 07.15. Aku yang sekarang sedang berdiri di depan stand, melihat kerumunan orang yang sedang mengantri untuk mendapatkan ice cream gratis. Ada 2 buah container yang di sulap menjadi tempat pembagian ice cream. Tiap container memiliki 2 antrian.
Sebenarnya aku juga ingin mendapat ice cream gratis. Tapi melihat ribuan orang yang terlihat seperti kerumunan semut membuatku menjadi malas. Harus berdesakan dan panas-panasan. Untungnya cuaca hari ini mendung, jadi tidak tidak terlalu panas saat berada dikerumunan.
Aku melihat 2 anak laki-laki yang sudah mendapatkan ice cream gratis mereka. Dari postur tubuh mereka, kemungkinan mereka masih duduk di bangku SMP. Mereka duduk berdua sambil menikmati makan ice cream. Mereka saling mencicipi rasa ice cream yang mereka dapat satu sama lain. Karena mereka mendapat rasa yang berbeda.
Mereka membuatku mengingat masa lalu. Masa lalu yang pernah ku alami seperti mereka saat ini. Saat itu aku dan Kak Zaki masih SMP. Aku yang masih kelas 1 SMP sedangkan Kak Zaki duduk di kelas 2.
Aku yang baru di terima di sekolahan yang sama dengan Kak Zaki, tiap berangkat dan pulang sekolah selalu barengan. Di hari pertama saat MOS, Kak Zaki menjadi perwakilan OSIS yang menjadi salah satu penanggung jawab di kelasku, bersama dengan 3 anak OSIS yang lain.
Untungnya saat ini ada seseorang yang aku kenal di kelas ini. Aku selalu merasa canggung, khawatir, dan gelisah saat dengan orang yang belum aku kenal. Satu persatu siswa baru di suruh memperkenalkan diri di depan kelas. Setelah itu, mereka menyuruh kami meminta tanda tangan semua kakak OSIS.
Saat jam istirahat tiba,, Kak Zaki menghampiriku. Karena dia tahu kebiasaan ku, aku akan berdiam diri di ruang kelas jika semuanya hal baru yang belum aku kenal, orang baru dan tempat baru. Dia mengajakku berkeliling dan memberi tahu tiap sudut sekolahan ini. Sampai di kantin sekolah, dia mengajakku makan. Tapi uang sakuku hanya cukup untuk membeli minuman saja. Aku bilang padanya aku cuma beli minum saja, tapi dia memaksaku untuk beli makanan juga. Dia bersikeras mengajakku makan bersamanya, dia berkata bahwa dia yang mentraktir. Aku yakin, dia pasti tahu bahwa uang sakuku hanya sedikit. Dia selalu seperti itu.
Bel pulang sekolah berbunyi. Dia menghampiriku yang duduk di pojok belakang kelas. Dia memintaku untuk menunggunya, karena dia akan menghadiri pertemuan OSIS sebentar. Aku menunggunya di tempat parkir sepeda depan sekolah. Kita memarkirkan sepeda di tempat yang sama.
Akhirnya dia datang, dia meminta maaf kepadaku karena menunggunya sedikit lebih lama. Dia menjelaskan kepadaku bahwa dia dan yang lain harus melaporkan kegiatan hari ini serta hasil evaluasi dari setiap kelas. Memang aku menunggunya lumayan lama. Tapi biarlah, toh cuma sekedar menunggu.
Kami pulang mengayuh sepeda berdampingan. Di perjalanan kami tak banyak bicara, karena kami sama-sama pendiamnya. Meskipun begitu, aku bahagia bisa berada di sampingnya. Waktu itu aku belum menyadari perasaanku terhadapnya. Aku berpikir, saat aku berada di dekatnya dan merasa bahagia itu hal yang wajar. Merasa tenang dan aman juga hal yang wajar. Bagiku untuk saat itu, dia adalah sesosok kakak yang penuh perhatian kepadaku.
Kemudian dia tiba-tiba berhenti di depan sebuah toko. Di didepan toko itu terdapat pohon besar yang rindang dan di bawahnya terdapat kursi yang terbuat dari kayu. Dia memintaku menunggunya di bawah pohon, sedangkan dia masuk kedalam toko. Dia keluar membawa kantong plastik hitam ditangannya, menghampiriku yang sedang duduk menikmati tiupan angin yang menyapu wajahku dengan halus.
Dia duduk di sampingku dan mengeluarkan isi dari kantong yang ia bawa.
"Nih... Vin!" katanya sambil memberiku sebuah ice cream cup rasa coklat.
Aku menoleh ke arahnya, "Hmm... Ice cream?" tanyaku.
"Iya, cepat ambil dan makan."
Aku mengambil ice cream di tangannya, dan aku melihat dia mengambil ice cream dengan rasa stroberi. Dalam hatiku aku berkata pada diriku sendiri, "Loh... Bukannya dia tidak terlalu suka rasa stroberi? Rasa coklat adalah kesukaan kami berdua?"
Aku mengambil ice cream yang ada di tangannya, dan aku berikan ice cream yang di tanganku.
"Kak aku ingin yang ini." kataku.
"Bukannya kamu suka rasa coklat? Tidak apa-apa, makan saja itu."
"Nggak, aku ingin coba rasa ini. Kan kakak yang beli. Jadi yang rasa coklat buat Kak Zaki saja."
"Tapi kan aku membelinya buat kamu!"
"Kak....!"
Dengan nada suaraku yang seperti ini, dia sudah mengerti maksudku.
"Baiklah... Baiklah...!" katanya sambil mengambil ice cream yang ku berikan.
"Kenapa Kak Zaki membelikan aku ice cream?" tanyaku.
"Sebagai tanda maaf karena sudah menungguku lama."
"Terimakasih. Padahal tidak perlu meminta maaf juga tidak apa-apa. Toh aku juga niatnya pulang bareng Kak Zaki." kataku.
Dia hanya diam memakan ice creamnya, dan aku juga memakan ice creamku. Aku menatapnya terus saat memakan ice creamnya.
"Kenapa kamu melihatku terus? Kamu juga mau mencicipi ice creamku?"
Aku hanya menganggukkan kepalaku.
Dia menyendok ice creamnya. "Nih... Buka mulut kamu!"
"Aku bisa menyendok nya sendiri kak."
"Gak usah, buka mulutmu saja. Ini sebagai hadiah karena kamu bisa masuk kelas 7A." katanya.
Aku membuka mulutku, dan dia menyuapiku. "Memangnya ada apa dengan kelas 7A, kak?" tanyaku.
"Biasanya, kelas 7A adalah kelas dimana para siswa baru mendapat nilai hasil tes yang masuk 50 besar. Kamu peringkat berapa?"
"Aku di peringkat 18 kak." kataku.
"Nih makan lagi yang banyak." katanya sambil menyuapiku ice cream. "Aku bangga kepadamu."
Kata terakhirnya sangat membuatku senang sekaligus terharu. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang merasa bangga dengan pencapaian ku, selain dari orang tuaku.
"Kak... Jangan aku saja yang memakan ice cream nya. Nih, Kak Zaki coba milikku. Aku akan menyuapi Kak Zaki juga. Sebagai imbalan karena sudah menjadi sesosok kakak yang bangga kepadaku. Terimakasih banyak, kak." kataku sambil menyendok ice cream di tanganku.
"Hmm... Baiklah." Dia setuju dan membuka mulutnya.
Di bawah pohon beringin yang rindang, tertiup angin yang berhembus. Saling tertawa bersama, saling menyuapi satu sama lain, dan dengan rasa bahagia yang terpancar. Itulah kenanganku saat makan ice cream bersamanya.
Meskipun dia sudah menyakiti hatiku. Meskipun dia sudah tak pernah lagi aku lihat. Tapi di dalam hati ini aku selalu mengingatnya. Tidak aku pungkiri, aku selalu merindukannya. Bagaimana kabarnya? Sedang apa dia sekarang? Apa dia baik-baik saja?. Semua pertanyaan itu selalu terlintas di dalam benakku.
Memang benar apa yang dikatakan oleh banyak orang. Cinta pertama akan sulit untuk di lupakan. Kenangan, moment bahagia, canda tawa, senyuman serta perlakuan hangatnya selalu aku rindukan. Meskipun dia pernah menyakiti hatiku dengan ucapannya, tapi tidak terpungkiri bahwa dia adalah seseorang yang pernah mengisi cerita hidupku.
.
.
*****