Sekarang adalah musim dingin, semalam turun salju pertama, Hae Won yang sekarang adalah seorang Ratu dari dunia lain, tengah sibuk membaca berkas yang menumpuk di depannya, wajahnya tampak serius dan ya, sedikit kaku. Tapi bukan karena berkas itu, melainkan karena sosok yang sekarang tengah duduk di depannya.
"Yang Mulia, Sampai kapan Saya harus membaca kasus-kasus ini? Apa Anda tidak keterlaluan tengah malam begini menyuruh Saya datang ke istana kaisar."
"Kau bilang kau mencintai rakyat?"
"Tentu saja. Walaupun mereka bukan rakyat dari duniaku, tapi mereka juga manusia di sini."
"Kalau begitu, kenapa kau mengeluh hanya karena kusuruh membaca keluhan mereka?"
"Ck. Bukan itu masalahnya." Hae Won merengut kesal.
"Kenapa aku tidak membawa berkas-berkas ini ke istanaku saja. Aku bisa lembur kalau membacanya di sana." Pinta Hae Won.
"Tidak bisa. Kau harus menyelesaikannya di sini juga. Karena aku mengawasimu."
"Ck. Pelit sekali, mentang-mentang wajahku Seo Hwa Young kau jadi curigaan begitu padaku."
Tiba-tiba terbesit pikiran di kepala Hae Won. "Yang mulia, bukankah jika Anda terlalu sering menyuruh saya datang ke sini. Menteri militer Seo Jun akan berpikir kalau Hwa Young sudah berhasil menaklukan Anda, benar kan?"
Glekkk. Kenapa bocah ini malah memikirkan hal tersebut, dia merasa terintimidasi oleh seorang bocah.
"Biarkan saja. Biarkan dia bersenang-senang dengan asumsinya itu."
"Mata-mata Seo Jun pasti akan langsung melapor padanya."
"Mata-mata?"
"Ya, di istanaku ada seorang dayang yang menjadi mata-matanya."
"Bagaimana bisa kau biarkan saja dayang itu?!"
"Ck. Kalau aku menyingkirkannya bukankah semakin mencurigakan? Sekarang ini aku harus keliatan sedang di pihak Seo Jun tau, kau mau dia melengserkanku sekarang?"
"Baguslah kalau kau lengser."
"Hey! Kau tidak punya rasa terima kasih sama sekali padaku ya. Padahal aku sudah membantumu dengan mencegah terjadinya perang selatan."
"Baiklah aku akan berterima kasih. Apa yang kau inginkan? Kau sudah dapat singgahsana ratu, apalagi sekarang?"
Hae Won mengamati baik-baik ekspresi muka Yong Sun. benarkah dia sedang bermurah hati mengabulkan permintaan Hae Won. Atau dia sedang menguji kesabaran Hae Won.
"Katakan saja." Ucapnya sekali lagi.
Sepertinya kali Ini dia serius dengan ucapannya, tidak ada salahnya kan mengucapkan keinginannya sekali, toh dia belum meminta apa pun, perhiasan juga tidak pernah, dia hanya meminta diberi perlindungan supaya bisa hidup sampai tahun depan.
"Aku ingin pergi keluar."
"Apa maksudmu?"
"Aku ingin menyamar, melihat-lihat pasar dan turun membantu rakyat secara langsung."
"Tidak boleh. Selain itu,"
"Ck, Bukankah hal tersebut biasa dilakukan oleh bangsawan. Kau juga sering pergi keluar kan? Kau menyamar tapi tidak mengajakku."
"Kau itu merepotkan, di luar sana berbahaya."
"Aku bisa memanah. Aku juga bisa menusuk orang menggunakan belati."
Hae Won tersenyum bangga, tidak sia-sia juga dia memanfaatkan fasilitas Hyun Bae untuk menolongnya. Siapa suruh Kaisar menyuruh Hyun Bae untuk memata-matainya, memangnya dia pikir dia tidak tahu kalau sedang di mata-matai, bahkan dayang Seo Jun saja yang membaur dengan dayang lain dia bisa tau. Hae Won mengancam Hyun Bae akan melaporkan pada Kaisar kalau dia sudah ketahuan, tapi dia tidak akan melakukannya kalau pria mata-mata itu mau menjadi guru privat bertarungnya. Ya, alhasil, Hyun Bae melatihnya Teknik memanah, karena Hae Won kecil jadi akan sulit mengayunkan pedang besi yang berat itu.
"Kau pikir kau bisa melakukan itu di saat terdesak? Tubuhmu pasti refleks mematung."
"Kalau begitu, kau ikut denganku saja. Bukankah akan aman kalau kau melindungiku?"
"Kau tidak takut, aku akan meninggalkanmu di hutan? Atau aku akan menjadikanmu umpan lagi?"
"Tidak. Kau kan sekarang sedang memanfaatkanku. Manusia bermanfaat sepertiku mana mungkin tega ditinggalkan,"
"Ck, dasar bocah ini." Gumam kaisar pada dirinya sendiri, dia kehabisan kata-kata jika terus berdebat dengan bocah satu itu.
"Baiklah, lusa kita akan pergi menyamar. Tapi jika terjadi sesuatu padamu di luar, itu bukan menjadi tanggung jawabku, mengerti?"
"Stttt. Jangan mengatakan sesuatu yang belum tentu terjadi. Positif thinking."
"Po-si-tif thinking?" Kaisar sangat tertarik dengan kata-kata asing yang diucapkan Hae Won.
"Yes. Berpikir positif."
"Ahh."
Kruuuk. Tiba-tiba saja suara keras perut Hae Won terdengar mengusik. Gadis itu tersenyum tanpa rasa bersalah. "Kau tidak peka ya, aku kelaparan."
"Bukankah seorang ratu memiliki jadwal makan mereka sendiri, kenapa selarut ini kau mau makan?"
"Ck. Aku bahkan belum sempat makan malam, karena kau keburu memanggilku ke sini tau!" Hae Won terdengar kesal.
"Dayang!" Panggil Kaisar
"Ya Yang Mulia," Seorang dayang masuk,
"Bawakan makan malam ke kamarku sekarang."
"Baik Yang Mulia."
Hae Won tampak senang. Dia menjadi bersemangat membaca kasus-kasus itu sembari menunggu makanannya tiba di hadapannya.
"Selamat makan." Akhirnya yang dia tunggu datang juga, dan Hae Won tampak berbinar melihat daging ayam yang besar itu.
"Dasar tidak punya tata krama, padahal ada kaisar di depanmu, kau tanpa rasa bersalah sibuk makan."
"Euumm,kan sudah kubilang aku ini penduduk asing, aku tidak tau kebiasaan negeri ini."
"Kalau begitu beradaptasilah."
"Aku sudah beradaptasi, tapi kalau disuruh takut padamu. Heheehe, aku tidak merasa takut lagi sekarang, sejak awal kau itu tidak menakutkan, hanya sedikit menyebalkan saja."
Wajah Yong Sun langsung memerah menahan marah, tapi bocah ini benar-benar berani, dia mengatakan apa saja yang ada dipikirannya tanpa khawatir, tapi dia juga pandai memainkan kata-kata jika lawannya berbeda, tapi dengan kaisar, dia bisa mengutarakan apapun tanpa rasa malu.
"Aku penasaran, di kehidupanmu sebelumnya, kau itu apa?"
"Uhukk. Yang Mulia, aku ini manusia hanya beda dimensi saja."
"Oh. Maksudku, kau dulu seorang apa?"
"Oooh, aku seorang pelajar SMA, kalau di sini semacam sarjana? Orang yang berpendidikan."
"Orang tuamu bagaimana?"
Hae Won meletakkan sendok terakhirnya. "Orang tuaku, baik, mereka selalu menjagaku, mereka melarangku melakukan banyak hal. Setiap hari mereka hanya mengkhawatirkan keadaanku saja. Aku benar-benar tidak tahu, saat aku di sini, bagaimana dengan tubuhku di sana? Apa aku sudah mati? Aku tidak peduli—yang aku pedulikan, bagaiamana keadaan mereka? Apa mereka menangis seharian?" Mata Hae Won tampak berkaca-kaca.
Kaisar langsung merasa bersalah karena telah menanyakan hal tersebut, Hae Won tampak sekali merindukan keluarganya. Hidup di dunia ini menjadi oraang lain tentu sulit baginya, sekarang gadis itu bergantung pada Kaisar, dia meminta perlindungannya, karena keluarganya sendiri, yang ada di dunia ini adalah tokoh antagonis yang rela memgorbankan nyawa puteri mereke demi kekuasaan, sangat berbanding terbalik dengan keluarga Hae Won di dunia modern yang begitu menyayanginya.
"Ehem. Apa kau punya kekasih di sana?" Dia mengganti pertanyaan supaya Hae Won tidak jadi menangis.
"kekasih?" Benar kan, wajahnya langsung berbinar.
"Oppa. Oppa-oppa ku ada banyak sekali. Hiksss, aku malah meninggalkan mereka semua, huwaaa." Apa-apaan ini, kenapa dia malah menjadi histeris.
"Jong suk Oppa, Chang Wook Oppa, Soo Hyun Oppa, mianhaeeee." Hae Won malah menjadi dramastis.
"Apa kekasihmu sungguh sebanyak itu?"
Angguk-angguk. Hae Won menatap sedih kearah Kaisar. "Coba saja Anda berada di dunia modern, Anda pasti sudah menjadi oppaku sekarang."
"Oppa?" Gumam Kaisar, dia berpikir Oppa adalah sebutan untuk kekasih di dunia modern. Kaisar langsung bergidik ngeri.
"Sudahlah cepat selesaikan makanmu. Setelah itu kau boleh kembali ke kamar."
"Euum. Siap Oppa."
"Hah?"
"Ehhh kaisar maksudnya-kaisar." Hae Won malah keceplosan. Dasar ceroboh.
***