Chereads / SECOND / Chapter 18 - Siasat Terlaksana

Chapter 18 - Siasat Terlaksana

Di rapat aula

"YANG MULIA RATU MEMASUKI RUANGAN."

Hae Won memasuki aula istana yang sudah dipenuhi oleh pejabat-pejabat tingkat tinggi. Ini bukan pertama kali dia mengikuti siding, jadi rasa gugupnya sudah sedikit menghilang. Semua pejabat menunduk memberi hormat padanya.

*jika dipikir, benar-benar keren. Aku bocah SMA bisa merasakan adegan rapat didalam sejarah. Ini benar-benar tampak seperti sedang syuting drama sungguhan.* Hae Won sibuk dengan pikirannya.

Mata Hae Won langsung terpaku dengan tatapan kaisar yang berada di singgahsana. Kemudian, dia berusaha mengalihkan pikiran itu mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Apa yang terjadi? Nanti akan kuceritakan.

Kemudian, dia melihat kepala Menteri militer tengah menatapnya penuh peringatan. Seolah dia mengingatkan apa yang sudah direncanakannya hari itu. Persetujuan pengeboran sumur di desa pegunungan Sina.

"Salam Yang Mulia. Hamba kepala Menteri militer, sekaligus pemimpin klan api ingin memohon kebijaksanaan Anda.��

"Katakanlah." Ucap kaisar, wajahnya tampak tenang. Tentu saja tenang.

"Yang Mulia—sejauh yang telah Anda ketahui jika warga desa di dekat pegunungan Sina kesulitan dalam mengakses air karena jalanan yang terjal. Mereka harus naik turun gunung untuk mengambil sumber air. Jadi, Hamba ingin Anda menyetujui saran Hamba untuk membangun beberapa sumur di desa itu."

"Yang kutahu. Desa pegunungan sina adalah wilayah kekuasaan klan api. Dan yang kutahu, di wilayah itu ditinggali beberapa penduduk. Benar?"

"Benar yang Mulia."

"Kalau hanya beberapa, kenapa kau meminta beberapa sumur di bangun? Untuk apa?"

"Hmm. Begini Yang Mulia, terkadang mata air di desa seberang juga susah, jika—

Kaisar meotong ucapannya. 'Kalau begitu kenapa tidak membuat sumur di desa seberang saja. Apa karena desa itu termasuk kedalam wilayah kerajaan? Tidak ada sangkut pautnya dengan klan air?"

"Bukan begitu Yang Mulia."

"Baiklah. Aku tahu kau berniat baik menyejahterakan rakyat. Aku tidak bisa menolak keputusanmu, benar bukan?"

"Hamba akan sangat berterima kasih atas kemuliaan hati Yang Mulia Kaisar."

"Baiklah aku akan membuat sumur di sana. Akan ku kirimkan pekerja terbaik yang ku punya."

"Tidak perlu Yang Mulia, biarkan Hamba yang mengaturnya."

"Apa aku tidak punya wewenang untuk andil di dalamnya?"

*cih. Aku tahu, kau pasti takut akan sesuatu.*

"Baiklah Yang Mulia, Hamba hanya takut jika Yang Mulia turun tangan akan sangat membebani Anda."

"Tidak masalah. Aku justru penasaran bagaiaman sumur itu akan dimanfaatkan."

"Bagiamana menurutmu Ratu?"

Ahh Hae Won tersadar, ini adalah rencana mereka berdua. Menyetujui pembanungan sumur adalah rencana keduanya.

"Aku sangat setuju, karena wilayah klan api juga termasuk wilayah kerajaan."

"Baiklah, sudah diputuskan."

Hae Won tersenyum puas dengan rencana yang disusunnya malam itu. Malam kemarin Hae Won datang berkunjung ke istana kaisar. Dia menceritakan kedatangan Menteri miiliter yang meminta otoritas pembuatan sumur di desa dekat pegunungan Sina. Rupanya, ekspresi Kaisar muda itu tidak terlalu terkejut. Dia sepertinya lebih tenang dari kelihatannya. Atau lebih tepatnya dia sudah tahu—kalau desa itu tidak ada warga sipil, melainkan tempat prajurit Seo Jun sembunyi dan tinggal layaknya warga biasa.

"Kenapa Anda membiarkannya?"

"Apa kau pikir, jika aku membantai semua pasukan di desa itu. semuanya akan berakhir? Tidak. Ini tidak semudah yang kau kira, jika aku menyerangnya sekali saja. Kerajaan ini akan dikepung. Karena pasukan itu, tidak hanya terletak di satu tempat. Tapi hampir sebagian wilayah sudah dimasuki pasukan klan api. Termasuk area perbatasan, jika aku salah melangkah, bukan hanya klan api yang menyerang, kerajaan yang sudah lama kutaklukan juga akan ikut mencari kesempatan."

"benar juga, ibarat kita menghentikan satu kebocoran pipa, tapi percuma karena air sudah mengalir terlalu banyak melalui celah lain. Tapi Yang Mulia, apa kau pernah mendengar istilah katak jatuh pada lubang yang dibuatnya sendiri?"

"Tidak. Jelaskan padaku."

"Menteri militer Seo Jun meminta agar Anda menyetujui pembanmgunan sumur di tempat itu. kita setujui saja."

"Kenapa aku harus menyetujuinya?"

"Karena sumur itu, akan menghabisi satu persatu musuh Anda, secara halus. Anda tidak perlu menyerang dan Seo Jun tidak akan merasa diserang."

"Bagaiamana caranya?"

"Menurut dari apa yang pernah kubaca di masa depan. Daerah dekat pegunungan masih mengandung banyak belerang. Belerang memang menjadi salah satu bahan obat, untuk kulit terutama. Tapi, itu juga berbahaya bagi organ tubuh jika terlalu sering digunakan. Kau tinggal pilih pekerjamu, untuk menggali sumur yang mengandung unsur belerang itu, maka perlahan, jika manusia terlalu banyak mengkonsumsi belerang, maka dia akan mati, keracunan."

Kaisar seikit tertegun, bagaimana gadis ini memiliki pengetahuan seperti itu. tentu saja, karena dia berasal dari masa depan.

"Bagaimana? Apa kau percaya dengan ideku?"

"Aku tidak tahu apakah itu akan berhasil atau tidak."

"Aastaga. Kenapa kau pesimis seperti itu, kau percaya saja padaku."

"Baiklah. Akan kutemukan pekerja terbaik di kerajaan."

"Bagus."

"Ah satu hal lagi Yang Mulia,"

"katakan."

"Malam ini, aku tidak bisa kembali ke istanaku. Tunggu sebentar biar kujelaskan dulu detilnya."

"Kau tahu kalau Seo Jun sudah lama mengincar tahta, benar? Sebenarnya dia hanya sedang mengulur. Jika aku bisa memberikan keturunan, maka dia akan menunda pasukannya menyerang. Jadi Yang Mulia, biasakah kau bekerja sama denganku?"

"Maksudmu aku harus?" Kenapa wajah Kaisar memerah.

"Astaga maksudku, kita pura-pura saja, aku akan pura-pura bermalam denganmu. Kau pikir akum au menyerahkan diriku pada manusia di dunia ini? tidak, aku hanya ingin menunda dia bertindak. Aku ingin dia percaya kalau kita sudah melakukan sesuatu. Kau bisa?"

"Ah, aku mengerti. " Apa-apaan itu? kenapa rautnya jadi tampak kecewa begitu. Jangan-jangan dia berhasrat denganku. Astaga, menakutkan sekali.

"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan."

"Tidak usah melakukan apa-apa. Aku hanya akan menginap saja, aku bisa tidur di bangku Panjang itu."

"Oh."

"Ehh, tapi sepertinya aku ingin makan malam terlebih dulu, aku lapar seharian ini. bolehkan?"

"Euum. Aku akan menyuruh dayang membawakan makan malam."

"Terima kasih."

***

"Yaaaaa kau itu tampan sekaliii seperti Oppaku. Oppaa…"

"Astaga apa yang kau lakukan. Kau bilang hanya mau menginap. Kenapa malah menghabiskan seluruh arak." Kaisar benar-benar kerepotan. Hae Won terus saja memeluk Kaisar dan mencubit pipinya.

"Hmm hmm, aku ini tidak boleh minum arak. Atau Ibu akan memukul pantatku dan Pak guru akan mengeluarkan aku dari sekolah."

"Hae Won. Apa kau ingin dipenggal?" Kaisar mencoba mengalihkan tangan Hae Won yang terus saja mencubit pipinya.

"Penggal? Kenapa? Hiksss apa aku kurang menggemaskan?"

*astaga. Ada apa dengan gadis ini.*

"Lepaskan dulu tanganmu."

"Tidak mau. Aku mau tidur dengan Oppa. Opaaaaa."

"Oppa? Aku bukan Oppamu. Menyingkirlah."

CUPPP. Kaisar langsung membelalakkan matanya. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, apa yang baru saja bocah ini lakukan. Dia-mencium bibir-kaisar?!

"Oppa. Tidak boleh bicara. Oppaa, bibirmu lembut. eheheheee."

"Menyingkirlah." Kaisar langsung bangkit, Hae Won jatuh terbaring. Dia benar-benar mabuk berat.

"Ap—a yang kau lakukan barusan?!"

Begitulah yang terjadi malam itu.

Sampai dipagi harinya, Hae Won bangun di bangku Panjang dengan tangan dan kaki yang terikat. Dia tidak ingat apa yang terjadi semalam, kenapa dia bisa diikat dan penampilannya begitu berantakan. Dan kepalanya juga pusing.

"Astaga. Apa aku mabuk semalam?! Dasar gadis bodoh!"

"Kau sudah bangun rupanya."

"Ya-yang mulia?"

"Kau ingat sesuatu?"

"Ingat?" Hae Won mencoba mengingat-ingat dan dia pun menggeleng pada akhirnya.

"Haruskah kutebas lehermu baru bisa ingat?"

"Astaga Yang Mulia. Kenapa Anda bicara begitu. Memangnya Aku membuat kesalahan apa?" Hae Won bergidik ngeri.

"Hmm lihatlah. Siapa wanita yang berani menggigit lengan seorang kaisar."

"Astaga." Hae Won membelalak. kali ini, dia pasti mati. Bukan mati karena berkhianat, tapi karena menginggit lengan kaisar. Benar-benar parah.

"Lihat. Pedangku sudah ku asah."" Dia mengambil pedangnya dengan tatapan seolah ingin menebas.

"Ya-yangmulia tunggu dulu. Yang Mulia juga bersalah."

"Apa kesalahanku."

"Kenapa Yang Mulia diam saja saat aku menghabiskan seluruh arak di meja. Bukankah tanggung jawab Anda itu menegur. Kenapa Anda malah diam memperhatikan."

Speechlees. Gadis ini benar-benar tidak punya rasa takut sedikitpun. *dia bahkan tidak mengingat sesuatu yang lebih parah. Berani-beraninya dia men-… astaga lupakan.*

"Tidak usah melempar batu padaku. Kau lihat saja, pedang ini akan—

"Yang Mulia, Hari sudah pagi. Saatnya Anda bangun untuk menghadiri rapat."

Glekk, Hae Won yang semula menelan ludah langsung merasa reda. Kasim Yang menyelamatkan nyawanya pagi ini. terima kasih, terima kasih.

"Ehehehe." Hae Won tidak tahu lagi, ekspresi bersalah apa yang harus dia tunjukkan. Sial sekali, kenapa dia harus mabuk dan membuat kekacauan. Kaisar menatap Hae Won dengan tajam sebelum menyarungkan kembali pedangnya.

"Aku akan bersiap!" jawabnya pada Kasim Yang.

"Hari ini kau selamat. Pergilah bersiap untuk rapat."

"Euumm., baik." Hae Won langsung berlari keluar ruangan. Dia tidak tahu lagi dimana wajahnya akan diletakkan. Memalukan.

*arrghhhh dasar aku ini ceroboh sekali!*

***