Hae Won telah menyiapkan semuanya, baju penyamarannya yang hanya hanbook bangsawan biasa. Dia tidak mau sampai terlalu menonjol. Dan tentunya dia juga tidak mau kalau sampai mata-mata Seo Jun tau dia akan pergi keluar, bisa-bisa dia akan menyiapkan pembunuh bayaran untuk melenyapkan mereka seperti waktu itu.
"Dayang Hee aku percaya padamu. Pokoknya jangan sampai orang di istanaku tahu kalau aku menyelinap keluar."
"Baik Yang Mulia Ratu, percayakan saja pada Hamba."
"Euum. Aku percaya padamu."
Sementara itu di lain sisi, Yang Mulia Kaisar tengah diinterogasi Kasim Yang. Sejak kejadian di peradilan waktu itu, Kaisar menjadi lebih akrab dengan Ratunya. Padahal mereka seperti satu kubu mangnet yang jika di gabungkan tidak bisa bersatu. Tapi ada apa ini? Kenapa Kaisar tidak membenci Ratunya lagi.
"Sudah selesai kau bertanya?" Tanya Kaisar.
"Sudah Yang Mulia."
"Kalau begitu keluarlah. Biarkan aku istirahat."
"Yang Mulia belum menjawab pertanyaan Hamba."
"Aku tidak punya jawaban. Kau keluar saja." Se dingin itulah jawabannya. Karena Kasim Yang tidak mengetahui siapa Hwa Young jadi biarkan saja di berspekulasi sendiri.
"Atau jangan-jangan Yang Mulia sudah jatuh cinta padaa Ratu ya?"
"Mana mungkin aku jatuh cinta pada bocah."
"Ehhh?"
"Ah sudahlah lupakan. Kubilang untuk keluar malah masih di sini. Kau mau melawanku ya?!"
"Baiklah Hamba keluar." Kasim Yang akhirnya menyerah menginterogasi Kaisar.
***
-Kediaman Klan Api-
"Jadi kau bilang kalau pasukan kita di hadang oleh kubu putih sialan itu?!"
"Benar Tuan, bukankah Anda memerintahkan untuk memboikot dermaga perbatasan agar rakyat di perbatasan menentang kehendak kaisar?" Salah seorang pengawal kepercayaan Seo Jun datang melapor.
"Ya, itu memang rencanaku. Tapi sampai sekarang aku masih penasaran siapa sebenarnya pemimpin kubu putih itu."
"Tuan ada symbol biru di lengan mereka, apakah itu symbol klan air?"
"Klan air? Klan yang sudah lama mati ditangan kaisar sebelumnya. Tidak mungkin. Apa mereka beerniat membalas dendam pada klan api, apakah masih ada keturunan dari klan itu?!"
"Hamba pikir, saat itu ada yang lolos Tuan. Tapi Tuan—apakah Anda yakin kalau keturuna Eun Do Yun tidak ada yang selamat saat itu?"
"Tidak. Aku sudah membunuh habis semuanya." Jawab Seo Jun yakin.
"Kalau begitu, sudah pasti mereka adalah pelayan setia Eun Do Yun yang memberontak klan api."
"Kalau begitu musuh kita sekarang bertambah, keluarga kekaisaran dan juga Eun Do Yun. Siapapun yang menghalangiku naik tahta, maka mereka adalah musuhku."
"Tuan bukankah pasukan kita sudah cukup untuk menyerang? Apa yang Anda tunggu lagi sebenarnya?" Benar, mereka memanfaatkan pajak bangsawan untuk membayar pasukan dan pembunuh bayaran.
"Belum. Belum cukup. Kau tidak tahu—kalau ibu suri masih memiliki pasukan kerajaan timur,"
"Kalau begitu, kita singkirkan saja."
"Tidak. Itu sama saja kau memancing kemarahan kerajaan timur. Jika kerajaan timur memberontak, kesempatanku naik tahta akan sulit, karena mereka pasti menganggapku musuh juga."
"cara terbaik adalah. Kembali melibatkan ibu suri kedalam rencana kita, karena dia adalah wanita yang mudah untuk dihasut."
"tapi sudah jelas, kalau beliau akan memihak kaisar."
"Tidak. Jika Kaisar itu tetap menolak memberinya keturunan, kau tidak tahu, kalau kaisar memberi keturunan. Maka aku tidak perlu naik tahta, karena cucuku, akan menjadi kaisar boneka kelak. Tapi jika kaisar tetap menolak memberi keturunan, maka aku sendiri yang akan naik tahta."
"Apakah-Ratu tahu hal ini?" Pengawal kepercayaan itu masih penasaran.
" Dia tidak perlu tahu. Aku tahu betul sifat puteriku. Dia itu sebenarnya terobsesi dengan kaisar. Jika dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan, dia sudah pasti akan menjatuhkan orang itu. Aku tahu kaisar itu tidak akan pernah menerima Hwa Young. Itu sebabnya, aku akan memanfaatkan situasi ini, menjadi alasan untuk melindungi puteriku dari kaisar itu."
***
"Apa kau sudah siap? Kita akan berjalan kaki lewat Lorong rahasia." Ucap Kaisar pada Hae Won yang tampak begitu bersemangat pagi ini.
Hae Won sampai di kamar Kaisar dan dia langsung terdiam yang melihat penampilan kasual kaisar yang begitu tampan. Dengan penampilan begitu, dia lebih mirip manusia dari dunia modern ketimbang makhluk kuno dari era sejarah. 'Astaga Hae Won apa yang kau pikirkan! Ingat masih ada Oppa yang lebih tampan, ingat!' Hae Won memukul kepalanya sendiri, sontak Kaisar mengernyit sendiri melihat tingkah aneh itu.
"Apa kau tidak punya pakaian lain yang lebih lusuh? Gumam Hae Won. Ck. Dengan wajahnya yang seperti itu bagaimana bisa disebut rakyat biasa. Dia terlalu shining, shimmering, splendid.
"Apa yang kau pikirkan? Cepatlah."
"Euum tidak ada. Aku terlalu bersemangat. Hehehe." Hae Won malah salah tingkah.
Dia akhirnya mengikuti langkah kaisar menuju Lorong rahasia dibalik dinding kamarnya. Lorong itu sengaja dibuat sebagai bagian dari invasi rahasia, atau jika ada kudeta maka Lorong itu akan menjadi pintu utama.
Dia yakin, hari ini pasti dia akan pergi dan pulang dengan aman. Karena dalam alur, tidak ada adegan Ratu dan Kaisar diserang saat menyamar, jangankan diserang, adegan dimana Ratu dan Kaisar pergi berduaan saja tidak ada. Mereka bertemu saja langsung memalingkan muka, bagaimana mungkin pergi berdua seperti ini. Atau—untuk berjaga-jaga, karena alur sedikit demi sedikit telah berubah, tidak ada yang tahu, apakah ada adegan tambahan, seperti penculikan di pasar atau penyerangan. Tapi Hae Won tidak mau memikirkan kemungkinan terburuk, dia hanya harus positif thingking,
"Benar. Lets go!" Dia bahkan mengacungkan tangannya saking bersemangat, dan Kaisar hanya bisa bergeleng melihat kelakuan Hae Won yang berbanding terbalik dengan karakter Hwa Young. Bahkan orang lain yang tidak tahu kisah sebenarnya pasti akan mengira Hwa Young kerasukan arwah.
***
"Ah jadi ini yang Namanya pasar" Hae Won berbisik pada kaisar.
"San. Panggil saja itu saat sedang menyamar."
"Oh. Kalau begitu panggil namaku asliku saja kalau sedang menyamar. Hae Won."
"Euum."
Ada apa ini, kenapa kaisar jadi penurut sekali. Apa efek pakaian yang dia kenakan? Dia jadi kelihatan lebih jinak tidak buas seperti biasanya.
"Wahh." Tiba-tiba mata Hae Won teralihkan oleh pernak-pernik kuno yang benar-benar belum pernah dilihatnya.
"Itu buntelan aroma Namanya. Kau sering menggunakannya di bajumu."
"Oh, ini?" Hae Won menunjukkan pada Kaisar. Buntelan yang selalu diletakkan oleh dayang. Dia bahkan baru tahu kegunaan buntelan itu hari ini. dia pikir itu semacam hiasan baju. Ternyata, itu adalah parfum di dunia ini.
"Ternyata aromanya berbeda-beda."
"Benar. Aroma yang digunakan sesuai bunga kesukaanmu."
"Eh benarkah?" Hae Won langsung melepas buntelannya. Dia mencium aroma bunganya. Lily? Sepertinya ini bukan aroma bunga kesukaannya. Tentu saja, ini aroma kesukaan Hwa Young.
"Kenapa? Mukamu kelihatan kecewa. Apa aromanya berbeda dengan bayanganmu?"
"Benar. Aku benci bunga Lily." Karena bunga itu menjadi lambing kematian, dia selalu teringat akan kematian jika mencium aroma lily. Pantas saja, dia terkadang mencium aroma lily di tubuhnya tapi Hae Won tidak sadar jika aroma itu berasal dari sachet aroma.
"Kalau begitu kau suka aroma bunga apa?"
"Aku suka bunga lavender."
"La-vender? Seperti apa itu?"
"Ahh, sebentar biar kujelaskan bentuk bunganya. Bunga itu berwarna ungu, bunga yang berkelompok kecil-kecil dan memanjang. Apa di dunia ini ada bunga semacam itu?"
"Tidak. Aku baru mendengarnya."
"Hmm sayang sekali, padahal aku sangat suka bunga itu karena bisa sekalian mengusir nyamuk, 2 in 1 namanya."
"Haruskah kusurih pengawalku mencarikannya??"
"Ti-tidak perlu. Kalau begitu aku mau ganti aroma sachet ini saja. Aku mau bunga anggrek."
"Baiklah. Kau pilih saja."
Hae Won mengerti, dia langsung memilih aroma sachet yang dijual oleh pedagang pernak-pernik di pasar ibukota.
"Apa ada lagi yang ingin kau kunjungi?"
"Toko buku."
"Untuk apa? Bukankah di istana sudah ada perpustakaan."
"Tidak ada novel romantic di sana. Membosankan."
Hae Won diam-diam pergi ke perpustakaan istana untuk mencari novel romantic. Tapi sia-sia saja, di sana hanya berisi buku-buku filsuf dan sejarah berdirinya kerajaan.
"Kalau kau menyukai novel murahan seperti itu sama saja seperti para dayang."
Hae Won menghentikan langkahnya dan menatap Kaisar kesal.
"Kau bisa tidak menulis novel romantis? Memangnya kau pernah sekalipun membacanya? Jangan menilai sesuatu dari luarnya saja. Mengerti?"
Kaisar tergelak. Baru pertama kali ada orang yang berani memarahinya seperti itu.
"Lagi pula hidup itu juga butuh refreshing, kau tidak tahu refreshing kan. Artinya bersantai, kau tidak bisa setiap hari dipusingkan masalah politik. Kita juga perlu jatuh cinta pada sesuatu, berhubung aku disini tidak mencintai siapa pun, maka aku akan membaca novel romantic saja, biarkan aku merasakan menjadi tokoh di dalam sana."
"Oh." Jawab Kaisar singkat, kini dia mengikuti Hae Won tanpa komentar.
Tapi tiba-tiba. BRAK. Seseorang mencuri kantung emasnya. Hae Won langsung sadar dan mengejar orang itu. Kaisar yang melihat Hae Won berlari sontak mengikutinya.
"Yaaaa berhenti kau anak nakal!!!" Hae Won hampir meraihnya.
"Kalau tidak mau berhenti aku akan menimpukmu dengan sendalku!" Dia mulai mengancam tapi anak it uterus berlari, dia mulai memasuki Kawasan sepi perumahan.
Tanpa pikir Panjang, Hae Won pun melepas sandalnya. Dan PUING!!! Dalam sekali tembakan sandal itu melayang mengenai bocah itu. "Kau tidak pernah ditimpuk sandal kan? Makanya, jangan mengabaikan ancamanku."
Bocah itu duduk lunglai, sepertinya sakit sekali.
"Ampun. Aku menyerah." Mata anak laki-laki itu tampak berkaca-kaca, dia juga mengelus kepalanya yang sepertinya akan membenjol. Kemudian dia menyodorkan kantung emas milik Hae Won.
"Kenapa kau mencuri barangku?" Hae Won menopang dada dia tampak kesal.
Anak itu diam saja. Hae Won mencoba mengamati anak itu. Dia akhirnya mengerti. Dia tidak perlu menanyakan alasannya, karena setiap perbuatan pasti ada alasan. Bocah ini tampak kumal, kurus seperti kurang gizi. Tapi kecepatan larinya lumayan.
"Hae Won!" Kaisar menyusulnya dengan nafas terengah-engah. Ternyata dua orang itu berlari sangat cepat lebih dari yang dia kira.
Hae Won tersenyum sebentar pada Kaisar mengisyaratkan kalau dia tidak apa-apa. Lalu menyuruh kaisar untuk mundur sedikit..
"Kau pasti punya alasan kan mencuri barangku." Hae Won berjongkok menghadap anak itu. dia jadi tidak tega ingin memarahinya.
"Aku lapar."
Ck. Alasan klise yang selalu menjadi penyebab orang melakukan kejahatan.
"Dengar. Selapar apapun dirimu. Mencuri barang orang lain itu tidak bisa dibenarkan. Mengerti?"
"Tapi kau tidak mengerti bagaimana rasanya lapar?! Orang-orang kaya bisa memakan apapun yang mereka inginkan. Tapi—tidak ada satupun orang yang peduli pada anak-anak sepertiku."
"Dimana orang tuamu? Apa orang tuamu yang mengajarkanmu berbuat seperti ini?"
"Aku tidak punya."
"Hah?"
"Kubilang aku tidak punya orang tua."
Kaisar hanya mengamati dua orang itu yang sedang adu argument.
"Baiklah. Kau mungkin juga yatim piatu. Tapi tetap saja, jika kau menginginkan sesuatu kau harus berusaha dengan cara yang baik. Jangan mencuri."
"Kenapa aku tidak boleh mencuri?"
"Dengar. Pertama, mencuri itu bukan perbuatan terpuji, kedua, hari ini kau bertemu orang yang baik sepertiku, aku tidak akan mempermasalahkanmu. Tapi siapa tahu, besok kau akan bertemu orang yang kejam, saat kau mencuri barangnya kau akan dihukum cambuk. Kau mau?"
"aku tidak akan tertangkap."
Hiks. Bocah satu ini benar-benar kepala batu.
"Kata siapa? Buktinya hari ini kau tertangkap olehku."
Kaisar mendekat. Dia sepertinya kesal pada bocah itu. Hae Won langsung memnggeleng, memberi isyarat agar tidak melakukan sesuatu padanya.
"Hmm. Begini saja, hari ini aku akan mentraktirmu makan. Kau mau?"
Bocah itu yang semula menunduk langsung menatap Hae Won. Seperti ada secercah harapan di matanya.
"Kau tidak akan menghukumku?" Tanyanya khawatir.
"Tidak. Kan sudah kubilang aku ini orang baik. Ayo kita pergi makan saja."
Hae Won mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri. Keemudian dia merangkulnya. Dia memberi isyarat pada kaisar untuk mengikutinya. Kaisar yang sedang tertegun akhirnya sadar. Lagi-lagi , dia menemukan perbedaan karakter Hae Won dengan Hwa Young. Lagi-lagi.
Mereka akhirnya sampai di kedai. Hae Won mendekati Kaisar. "Apa kau tidak apa-apa makan di kedai rakyat jelata?" Bisiknya.
"Aku sering melakukannya."
"Ah begitu. Baguslah." Tanpa pikir Panjang Hae Won memilih tempat duduk, dan langsung memesan makanan.
"Kau mau apa? Pesanlah sebanyak yang kau mau." Ucap Hae Won pada bocah itu.
Bocah itu diam. sepertinya dia masih ragu-ragu.
"Katakan saja. Jangan khwatir aku yang akan membayarnya."
" aku mau sup kepala ikan, ayam rebus dan sup tetelan dan Nasi."
Wuahhh. Sepertinya bocah ini sudah tidak malu-malu, dia sepertinya memanfaatkan kesempatan ini untuk makan daging. Hmm, tidak masalah, dia tidak sepertinya yang setiap hari selalu ada sajian daging di piringnya. Anak ini, pasti hanya bisa menyantap sisa-sisa tulang dari pelanggan yang ada di sini. Terbukti, dia seperti sangat penasaran seperti apa rasa daging itu.
"Baiklah. Dan kau?" Mata Hae Won tertuju pada kaisar.
"Aku sama dengan pesananmu."
"Oh. Kalau begitu aku mau mencoba makanan yang dicoba bocah ini."
Sambil menunggu pesanan datang, Hae Won mencoba menekati bocah itu.
"Apa masih sakit?" Dia mengelus bagian kepala yang terkena timpukannya barusan.
Bocah itu bergeleng. Dia menjadi anjing jinak karena makanan.
"Dimana kau tinggal?"
"Di pohon."
"Hahh? Memangnya kau monyet yang tinggal di pohon."
"Aku tidak punya rumah. Aku selalu naik ke pohon untuk tidur."
Hae Won percaya, pantas saja, dia kering kerontang seperti ini. gadis itu langsung melirik kaisar dengan wajah sedih. Kaisar pun sedang menatap ekspresinya itu.
"Apa disekitar ini ada banyak anak-anak sepertimu?' Tanya Kaisar. Sebenarnya dia juga merasa bersalah melihat keadaan anak-anak di wilayahnya, dia selalu berpikir rakyatnya hidup dengan damai, tapi ternyata di balik itu ada anak-anak yang terabaikan.
"Mereka semua dijadikan budak. Saat orang tuaku meninggal dua tahun lalu. Aku dan kakakku hidup seorang diri. Lalu datang seorang bangsawan yang mengambil kakakku untuk dijadikan budak, mereka membawanya paksa. Lalu Kakak menyuruhku untuk pergi, akhirnya aku sembunyi. Dan hidup seorang diri."
"Ck. Dunia macam apa ini. kenapa masih ada perbudakan."
Sontak mata kaisar langsung menatap Hae Won. Dia terlalu keras menyuarakan suara hatinya.
"Berapa usiamu?"Tanya Hae Won untuk mengalihkan tatapan kaisar.
"11 tahun."
"Ah. Apa kau mau ikut denganku?"
"Eh?"
"Kau mau berlatih menjadi prajurit? Dengan begitu kau bisa membela orang-orang disekitarmu yang tertindas. Apa kau mau?"
"Euumm. Bolehkah?"
"EHEM." Tiba-tiba kaisar berdehem.
Dia menatap Hae Won seolah mengisyaratkan. Apa aku tidak dianggap di sini?
Hae Won mendekati Kaisar dan berucap lirih. "Aku tahu kau orang yang bijak, tidak bisakah kita membawanya? Kau tidak perlu khawatir, aku yang akan bertanggung jawab mengurusnya."
Tiga. Kaisar menemukan 3 perbedaan dalamsatu hari ini. Hae Won memiliki mata seorang ibu, dia memiliki belas kasih yang tidak semua bangsawan memilikinya. Dia memiliki keberanian, dan cenderung bertindak nekat. Seperti saat berlari tadi, dia berlari tanpa berpikir apakah orang yang dikejarnya itu berbahaya atau tidak.
"Kau tahu, kita baru mengenalnya hari ini."
"Lalu apa yang kau takutkan, San? Dia akan menyakitiku? Lihatlah. Dia juga seorang manusia, dia anak yang butuh Pendidikan. Memang benar, kita tidak bisa pilih kasih dengan menyelamatkan satu anak saja. Karena di sana ada banyak anak-anak yang nasibnya sama sepertinya. Tapi setidaknya—kita bisa membuat peluang, satu anak ini bisa menjadi penyelamat untuk anak-anak lainnya di masa depan. Bagaimana?"
Entah apa yang Kaisar pikirkan, yang jelas ucapan Hae Won barusan membuka pikirannya. Dia benar. Selama ini dia berpikir, dengan menyelamtkan satu orang maka ketidak adilan bagi orang lain. Sebenarnya itu adalah sebuah kesalahan fatal, mengabaikan satu orang sama saja dengan mengabaikan yang lainnya. Itulah kesalahan yang baru saja Yong Sun sadari.
"Baiklah. Lakukan apa yang kau mau." Jawabnya. Hae Won senang.
"Terima kasih telah percaya padaku."
Dia kembali pada anak itu. "Siapa namamu? Aku lupa menanyakannya."
"Ji Won."
"Ji Won mulai sekarang kau adalah anak asuhku. Tapi kau harus berjanji dulu, kau akan jadi anak yang baik. Kau mau berjanji?"
"Janji?"
"Euum. Sini berikann kelingkingmu."
Ji Won langsung menurut, dia menyodorkan jari kelingkingnya.
"Nah, kaitkan seperti ini. kau sudah janji, jika melanggarnya aku akan menghukummu. Mengerti?"
"Euum mengerti."
"Bagus. Nah mari kita makan lebih dulu, setelah itu mari kita kembali."
Tanpa sadar kaisar tersenyum, dia merasakan kehangatan yang terpancar ddari Hae Won. Kejadian seperti ini, baru pertama kali dilihatnya. Setelah Hae Won datang, dia hanya dipenuhi ketertakjuban dan ketidakpercayaan. Wanita itu selalu membawa sesuatu yang baru, termasuk hari ini, dia menunjukkan belas kasih dan merangkul seorang anak tanpa memperdulikan posisinya. Benarkah, benarkah Hwa Young benar-benar sudah mati? Benarkah jiwa wanita itu sepenuhnya adalah orang lain. Sampai saat ini—kaisar masih penasaran dengan hal itu.
***