Chereads / Pangeran Kegelapan (Romance) / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

Vote sebelum membaca😘😘

.

.

Tidak ada yang bisa menahan keterkejutan ketika melihat tuan mereka menuruni tangga dengan seorang perempuan di belakangnya. Khususnya Michelle, tidak bisa memutuskan pandangan dari Lumina yang terlihat sangat berbeda. Rambutnya digerai, memakai gaun putih selutut dan wajah yang terlihat segar. Yang paling mengejutkan lagi, Lumina berada di sisi Lucius, sarapan di meja yang sama dengan pria berparas tampan itu.

Tangan Michelle bergetar begitu dia menghidangkan makanan di atas meja, sesekali ujung matanya mencuri pandang Lumina yang terlihat acuh.

Dalam hati, Lumina merasakan risih mendapatkan tatapan itu. Dia juga tidak mampu menjelaskan semuanya secara rinci, yang dilakukannya hanya menuruti perintah Lucius.

"Kau akan pergi?" Tanya Lumina menatap pria yang memakai sweater turtleneck.

Lucius berhenti mengunyah sesaat, untuk menjawab, "Ya, ada lukisan yang harus diperbaiki." Segera menghentikan makannya dalam beberapa suap.

Membuat Lumina mengerutkan kening, dia menundukan pandang saat Lucius menyelipkan anak rambutnya kemudian berbisik, "Ingat ucapanku."

1 jam sebelumnya…..

"Bolehkan… jika aku keluar kamar?" Pertanyaan itu menghentikan Lucius yang sedang memakai kaos, dia berbalik meminta penjelasan. "Aku tahu aku budakmu. Hanya saja, aku ingin melihat keluar sana."

Lucius mendekat, membuat Lumina mengeratkan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Perempuan itu setengah memejamkan mata ketika wajah Lucius mendekat, membuatnya merasakan hembusan napas hangat.  "Aku tidak akan mengatakan apapun, hanya berjalan keluar."

Kalimatnya menghentikan Lucius yang membelai leher mulus Lumina, dia memberinya kecupan di sana. "Ingat posisimu."

"Ya, Tuanku."

Flashback End

Kepergian Lucius meninggalkan bekas yang mendalam, Lumina kini merasakan istana yang begitu sunyi dan mencekam. Terasa berbeda, suasana ramai saat pertamakali datang seketika hilang, tergantikan oleh keheningan panjang, dengan beberapa pasang mata yang menatap tajam, matanya tidak memperlihatkan emosi, tapi bibirnya membentuk senyuman mengerikan.

Lumina berdiri, meninggalkan sarapannya. Dia berjalan menuju dapur, tidak ada siapapun di sana.

"Siapa yang kau cari?"

Membalikan badan menatap Dorothy yang mengikutinya. "Kemana para pelayan?" Mata Lumina menatap dua pelayan yang masuk ke daerah dapur membereskan bekas sarapan. "Mereka pelayan baru? Kemana Serena?"

Dorothy mendekat, dengan tatapan tajam yang cukup membuat Lumina takut dan beringsut mundur. "Pertanyaanmu cukup, kau hanya budak tuanku, bukan nyonya besar. Posisimu di bawah kakiku."

Wanita tua itu memundurkan langkah begitu melihat mata Lumina berlinang. "Kau ingin berkeliling bukan? Michelle akan menemanimu."

Lumina menatap arah tatapan Dorothy, di ambang pintu keluar dari arah dapur, Michelle menundukan kepala pada Lumina layaknya pada majikan. Tidak ingin berada di dekat Dorothy, Lumina segera keluar, diikuti oleh Michelle yang berjalan di belakangnya.

Sepuluh menit langkah mereka di sekitar istana hanya diselimuti keheningan. "Bagaimana kau bisa bersama Tuan Lucius selama ini?"

Pertanyaan itu membuat Lumina tersenyum, tahu Michelle menahan keingintahuannya sejak tadi. "Dia tuanku, aku budaknya, aku bisa apa?"

"Apa kau….. tidur dengannya?"

Lumina menghentikan langkah, berbalik menatap Michelle yang memasang wajah penuh pertanyaan. Ada rasa iri dalam dirinya melihat Lumina dengan penampilan berbeda.

"Jawab dahulu pertanyaanku, di mana Serena?"

Raut wajah Michelle berubah, seperti kehilangan. Dia menatap tanah yang dipijak, memikirkan sesuatu begitu dalam. "Aku tidak tahu, semua pelayan menjadi berbeda begitu aku terbangun. Tidak ada satupun yang aku kenal."

Kekhawatiran Lumina semakin menjadi, dia melangkah lebih cepat menuju kaki lembah Beverus. Kakinya berhenti melangkah di tempat kejadian dirinya hampir diperkosa. Lumina mengecek sungai dari atas jembatan, tangannya menutup mulut begitu mendapati sebuah batu yang menyerupai sosok Enzo.

"Ada apa?" Michelle mencoba mencari objek yang membuat Lumina terkaget. "hei, tunggu." Dia segera menyusul ketika perempuan bermata biru itu lari menuju daerah perkebunan.

"Diam di sini." Lumina memerintahkan. Dia meninggalkan Michelle sendirian, sementara dirinya berlari menuju kebun yang biasa dijaga Mae. "Mae?!" Memanggil penjaga di pintu masuk perkebunan.

Sepi, tidak ada orang sama sekali yang berjaga. Bahkan portalnya tidak terkunci, membuat Lumina berlari ke dalam memastikan kekhawatirannya. Dia berhenti tepat ketika melihat tiga orang yang sedang berkumpul di tengah kebun semangka, mereka berjongkok entah mengamati apa.

"Permisi…?" Lumina mengeluarkan suara lembut.

Ketiga pria itu langsung menegakkan kepala, dan berdiri di saat yang bersamaan. Mata mereka melotot begitu membalikan badan, menatap Lumina dengan senyuman yang mengerikan. "Ada yang bisa kami bantu, Nona?" Tanya salah satunya.

Tangan Lumina gementaran saat melihat lidah mereka berwarna hitam, sama dengan pelayan yang ada di istana, dan sama dengan lidah Dorothy. Awalnya Lumina pikir itu adalah kelainan genetic, hingga akhirnya dia sadar bahwa mereka semua adalah iblis dalam wujud manusia. Bercirikan lidahnya yang hitam layaknya aspal.

Lumina dikelilingi oleh iblis.

***

Di istana yang berbeda, seorang pria tengah memandangi lukisan yang telah dia buat. Bola matanya bergeser begitu melihat seseorang membuka pintu. "Sudah kuduga kau akan sering datang ke istana."

Tidak ada jawaban dari Lucius, membuat wanita itu kesal. Harsha berdiri di belakang Lucius, ikut memandang lukisan wanita yang terlelap di bawah pelukan selimut. "Bukankah itu sang putri?"

"Apa pedulimu." Lucius membakar lukisan itu seketika, dia berdiri hendak meninggalkan Harsha seorang diri. Namun, wanita itu menahan tangannya.

"Kau mau kemana?"

"Lepaskan," ucapnya dengan datar.

Harsha menggeleng. "Seratus tahun kita mencari Kristal itu, Lucius, kau−"

"Aku tidak menyukainya, aku berusaha membuatnya percaya padaku hingga mantra itu hilang dan aku dapat merobek jantungnya," ucap Lucius berhasil membuat Harsha puas.

Wanita itu melepaskan tangannya. "Aku menunggu saat itu tiba, My Lord…." Menundukan tubuh di saat Lucius keluar dari ruangan. Terdengar suara pria itu membentangkan sayap, mengepak kuat hingga akhirnya suara petir menjadi akhir.

Lucius mengedarkan pandangan begitu sampai di kamar, tidak terlihat Lumina yang menandakan dia berada di kamar mandi. "Apa kau begitu suka mandi?"

"Signore." Memegang dada, terlihat jelas dia kaget dengan kedatangan pria bermata hitam itu.

Lucius menggapai handuk, mengisyaratkan Lumina agar berdiri. Dia menyelimuti tubuh mungilnya begitu keluar dari air membawanya keluar dari kamar mandi dengan menggendongnya.

Tidak ada yang bisa diperbuat Lumina, dia melingkarkan tangannya pada pria berkaos hitam itu. Tanpa disangka, Lucius menjatuhkan diri dari jendela, sontak membuat Lumina menjerit kuat.

Namun, sebelum tubuh mereka mencapai tanah, sayap itu membentang, memperlihatkan diri pada Lumina bagaimana kuatnya dia mengalahkan angin, mengusir awan hingga bulan nampak dengan jelas.

Lumina hampir kehabisan napas menikmati pemandangan. Dingin pada tubuhnya hilang begitu saja ketika Lucius mendekapnya, padahal dirinya hanya dililit handuk, dengan musim menuju dingin.

Hanya kehangatan yang Lumina rasakan, dengan jelas dia melihat lembah dari atas. Seakan ada api yang menghangati, membuat Lumina begitu nyaman.

Pemilik mata hitam itu terbang melewati lembah. Lumina kembali dibuat terkejut saat Lucius turun seketika, memijakan kakinya kuat hingga tanah di sekitarnya retak. Dia menurunkan Lumina tepat di pinggir danau, airnya yang jernih merefleksikan keindahan di langit. Bulan dan bintang berada di dalamnya, bergoyang oleh angin meninggalkan bekas yang menakjubkan.

Mengikuti perasaannya, Lumina menanggalkan handuk dan masuk ke dalam danau dengan wajah penuh senyuman. Dia berteriak girang saat air di sekitarnya terasa dingin. Tangannya melambai pada Lucius yang kehilangan sayapnya.

Pria itu tersenyum tipis, dia menanggalkan bajunya dan ikut masuk ke dalam danau. Seketika airnya berubah menjadi hangat, membuat Lumina terkagum oleh warna merah pada air yang diciptakan Lucius setiap dia bergerak. Lumina terlalu focus mengamati, hingga dia tidak sadar Lucius telah berdiri di depannya, memegang pinggangnya hingga dia tidak bisa berjauhan.

"Sesaat kupikir kau adalah hantu."

"I'm evil or angel." Lucius mengusap pipi Lumina sebagaimana yang dia lakukan akhir-akhir ini. "Penampilan bisa menipu."

"Apa yang kau inginkan dariku? Katakan kebenarannya."

Lucius menyeringai, dia menjawab, "Aku ingin melindungimu, Lumina. Kau menghentikan jantungku."

Kata-kata itu berhasil membuat perempuan sepolos salju itu terperdaya, mata hitamnya seakan menghipnotis, mengambil ketakutan pada dirinya. Hanya menyisakan kekaguman, rasa penasaran dan tatapan memuja pada pria yang penuh karisma.

Tanpa Lumina ketahui, semua perlakuan manis Lucius untuk merobek dadanya, mengambil jantungnya lalu mengoyaknya hingga mendapatkan apa yang dicarinya selama ini.

"You're mine, Lumina."

---

Love,

Ig : @Alzena2108