Chereads / Pangeran Kegelapan (Romance) / Chapter 11 - Bab 11

Chapter 11 - Bab 11

Vote sebelum membaca😘

.

.

.

"Tolong! Tolong!"

Semua mata tertuju pada perempuan yang menuruni tangga dengan darah di tangannya, dia menunjuk ke atas. "Seseorang di bunuh di sana."

Seketika pesta menjadi ricuh, tidak ada suara music, mereka panic dan ketakutan. Lucius mengepalkan tangannya, dia menatap Sarcnal yang tengah meminum tequila. Pria yang memiliki rambut sebahu itu berjongkok, dia menyentuh lantai sambil memejamkan mata. Kurang dari sedetik, semua manusia yang memijakan kakinya pingsan, termasuk Lumina yang histeris.

Arcsull mendekat melewati lautan manusia yang tidak sadarkan diri. "Sepertinya rumor tentang anak Ratu Taleena telah tersebar."

Kalimat itu membuar Sarcnal kebingungan. "Kau menemukan putrinya?"

Rahang Lucius mengetat, dia memegang kuat gelas di tangan hingga pecah. "Aku tidak yakin Kristal itu berada dengannya atau tidak."

"Kenapa kau tidak coba saja untuk membunuhnya?" Saran Sarcnal membuat Lucius menatapnya tajam.

"Lucius…." Arcsull menatapnya penuh pertanyaan, menunggu perintah sang pangeran.

"Bereskan semua manusia ini, pulangkan mereka dan hilangkan ingatannya."

"Aku mengerti." Sarcnal mengangkat wine yang ada di tangannya. "Manusia ini, aku akan mengurusnya."

"Redam rumor itu, jangan sampai Lucifer mendengarnya."

Arcsull mengangguk begitu Lucius berdiri dari dinggasananya, pria itu mendekat pada Lumina dan menggendong menuju kamarnya. "Bersihkan semuanya, Dorothy."

"Baik, Signore." Wanita tua itu mengangguk mengerti.

Tubuh mungil itu di baringkan di kasur dengan penuh kehati-hatian. Tangan Lucius tanpa sadar mengusap rambutnya pelan, kemudian turun ke wajah hingga tatapannya sampai di tangan yang penuh darah.

Mengamati jemari itu, Lucius seakan suka dengan cairan merah itu. Mata hitamnya kembali pada wajah cantik Lumina, bulu mata lentik, hidung yang mungil, dan bibir yang tipis.

"Lucius, kita harus segera membunuhnya begitu dia memberi tahu dimana Kristal itu." Pria itu berdiri di ambang pintu.

Ucapan Arcsull tidak dihiraukan, membuat pria itu melanjutkan. "Ingat bagaimana kau membunuh bangsa duyung berpuluh-puluh tahun lalu. Bahkan kau memburu para ighara* hingga tidak tersisa satupun darah duyung di dunia."

Tangan Lucius mengusap pelan bibir tipis Lumina. "Kita tidak yakin dia anak Taleena atau bukan."

"Ratu itu baru kau temukan dua puluh  tiga tahun lalu. Seandainya kau tidak menyiksanya hingga mati," gumam Arcsull menyandarkan tubuh.

Kalimat itu memicu amarah Lucius, tangan kirinya mengeluarkan api. Segera Arcsull melanjutkan, "Coba kau robek jantungnya jika merasa Kristal itu berada di sana." Kemudian pergi begitu saja. Disusul oleh Lucius yang memang harus melakukan sesuatu.

Dia meninggalkan perempuan itu sendirian, hingga waktu berputar selama dua jam. Mata itu terbuka, dia menjerit seketika mengingat kejadian sebelumnya. Teriakan itu memicu beberapa orang datang, termasuk Serena dan Dorothy.

"Apa apa? Lumina, kau kenapa?"

"Darah, darah." Dia menatap tangannya yang bersih. "Kemana darah itu?"

"Apa yang kau bicarakan?" Serena mencoba menenangkan.

"Seorang pria terbunuh di lantai dua, kita harus panggil polisi."

Dorothy memberi tatapan tajam pada pelayan lain yang mengintip, mengisyaratkan pada mereka untuk segera kembali. "Kau berhalusinasi. Tutup mulutmu atau kembali ke penjara."

Kepergian Dorothy membuar Serena meyakinkan lagi kalau tidak ada yang terjadi selain pesta. Lumina nampak frustasi, tidak ada yang mempercayainya. Dan anehnya, darah di tangan dan pakaiannya hilang entah kemana. Seperti pada mimpinya setiap malam, tidak ada jejak yang membuktikan itu kenyataan.

"Tenangkan dirimu…."

Menarik napas pelan, dan menghembuskannya.

"Kau pingsan karena kelelahan, Lumina. Itu sebabnya kau mengalami imajinasi, kurasa."

"Aku yakin itu nyata," gumamnya mengusap wajah kasar.

****

"Lumina, sadarkan dirimu. Ayo." Michelle yang dari awal memang membenci Lumina mendorong bahunya kuat agar segera bergerak.

"Cepat!" Dia kembali mendorong punggung hingga Lumina hampir terjatuh.

"Ini masih pukul 4 dini hari."

"Lalu?" Michelle menyilangkan tangan, dia sengaja menginjak tangan Lumina hingga perempuan itu menjerit. "Atau harus aku panggil Dorothy?"

Meninggalkan Lumina setelah memberikan wajah sinis, dia melihat pelayan lain yang menatapnya kesal. Tidak ada yang berani melawan, mereka tahu Michelle dekat dengan Dorothy akhir-akhir ini. Jadi, mereka mencoba membutakan mata, mentulikan telinga saat Lumina menjadi bahan kekesalan Michelle.

Dengan pikiran yang masih lelah, Lumina keluar istana, menatap Enzo yang sudah menunggunya di sana.

"Selamat pagi, Lumina."

"Pagi." Dia menerima keranjang yang diberikan. "Kau tahu kemana Lorcant dan Ali pergi?"

Enzo menggeleng. "Tidak ada yang tahu."

Begitulah, keheningan menyelimuti setiap langkahnya. Melewati hutan hanya dengan obor. Tidak ada  bulan atau bintang yang menerangi, kali ini Lumina merasa suasana begitu menakutkan. Suara burung gagak terdengar begitu jelas, mengantarkannya pada ingatan-ingatan menakutkan. Manusia bersayap, pembunuhan maupun mimpi aneh.

Seperti biasa, Lumina memilih melewati sungai daripada jembatan. Membuat Enzo menahan tangannya. "Ini masih gelap, kenapa kau sangat suka melewati sungai itu?"

"Airnya dingin, membuatku rileks," ucapnya melepaskan tangan Enzo, Lumina menuruni tanah, membuka sandal dan membiarkan air menyentuh langsung kulit kakinya. Menyegarkan dan begitu menenangkan, membuat kekhawatirannya perlahan lenyap.

"Enzo, kenapa kau masih di sana?" Lumina memegang jantungnya yang berdetak kencang, kaget melihat Enzo yang mengamatinya dari atas jembatan. Hampir membuatnya mengira kalau itu adalah makhluk aneh lainnya.

"Kita harus cepat, Lumina, atau Dorothy akan memarahi kita."

"baiklah….." Dalam hatinya dia bergumam, 'Ada yang aneh dengan tatapannya.'

Dan benar dugaannya, ada yang tidak beres dengan Enzo. Pria itu tiba-tiba merebut obor milik Lumina dan melemparnya asal. Perempuan itu menjerit saat Enzo mendorongnya ke semak-semak lalu menindihnya.

"Enzo, apa yang kau−"

Mulut Lumina dibungkam oleh tangan kirinya, sementara tangan lainnya mencoba membuka pakaian Lumina. Perempuan itu menangis, berusaha berontak dari pria yang tengah gelap oleh napsu. Lumina menggigit kuat tangan Enzo, mendorongnya kuat dan mencoba berlari.

Namun, pria itu lebih tangkas, dia berhasil menggapai kaki Lumina dan menariknya seketika hingga dia terjatuh tengkurap. Teriakan tidak berhenti, memohon ada yang mendengar dan menolongnya.

"Enzo, kumohon jangan."

"Diamlah!"

"Aaa…" Lumina membulat saat sesuatu menyambar tubuh Enzo, membawanya terbang lalu kembali di jatuhkan di hadapan Lumina dalam keadaan tragis. Tubuhnya berdarah, banyak luka cakaran.

"She's mine!"

Tangan Lumina memeluk dirinya sendiri saat makhluk bersayap itu memijakan kakinya di samping tubuh Enzo. "She's mine, my lady."

Gelap, tapi mata birunya melihat dengan jelas bagaimana kuatnya sayap itu membentang. Semakin dekat dia melangkah, semakin banyak air mata yang dijatuhkan Lumina. Tubuhnya gementar.

Ketika keberanian membisiki, tatapannya terangkat pada makhluk yang berdiri di depannya, bersamaan dengan sinar bulan yang menerangi.

"Si….. Signore?" suaranya hampir tenggelam angin.

Makhluk bersayap itu adalah Lucius, mata hitamnya menjelaskan itu benar-benar dirinya. Tanpa ekspresi, pria itu mencekik Lumina dan membawanya terbang.

Lumina meronta, dengan air mata yang terus berjatuhan. Sesak, pria itu menggantungkan dirinya di udara, dengan cekikan yang membuat tubuhnya semakin lemas. Sinar bulan menerpa mata hitam itu, memperjelas pandangan Lumina pada wajah tampan yang mematikan.

Kaki Lumina melemah, dia perlahan kehilangan kesadaran kehabisan oksigen. Membuat sang iblis menyeringai dan meraih pinggangnya. Sayapnya kembali mengepak, kuat hingga angin terkalahkan. Menembus awan, melihat bulan yang tersembunyi.

Mata hitam itu turun menatap Lumina yang bersandar di dadanya, terlelap tenang, dengan bekas cekikan menghiasi leher putihnya. Bulan  menjadi saksi bisu, bagaimana pangeran iblis itu bimbang dengan perasaannya.

.

.

Ighara* : makhluk campuran, seperti manusia dan duyung atau penyihir dan iblis.

---

Love,

Ig : @Alzena2108