Chad melepaskan tangan Lean dari Grey.
Grey terdiam kaget.
"Chad.. ini juniorku. Lean.. "ucapnya sembari menepuk bahu Chad pelan.
"Dan Lean adalah pasanganku.. "ucapnya serius.
Lean terdiam kesal.
My God.. Chad.. Grey is your brother.
"dan tunanganmu ada di sana.. "tunjuk Chad.
Grey tertawa mengerti.
Ia menarik tangan perempuan di sebelahnya.
"Ini adalah Viona.."
"dr Viona.. Ia adalah tunangan Grey.. seniormu.. ucap Chad
Viona tertawa. Ini adalah pertama kali mereka melihat Chad Smith banyak berbicara.
"Hai Lean.. Just call me Viona.."ucap Viona tersenyum ramah sambil menjabat tangan Lean perlahan.
"Sudah lama tidak bertemu.. aku hampir tidak percaya Chad membawa seorang perempuan malam ini. Kalau perempuan itu Lean White.. hahaha.. aku percaya.. kenapa tidak dari dulu aku kenalkan kamu pada Chad.. "
Chad tersenyum getir. Ternyata kakaknya lebih mengenal Lean dibanding dirinya.
Ahh.. Tapi itu dulu.. Saat ini Chad adalah orang yang paling mengenal Lean. Disetiap inci tubuhnya.
"Bagaimana kalian bisa bertemu.. "tanya Grey.
"ERS bekerjasama dengan perusahaan Lean dalam periklanan." Chad merangkul pinggang Lean menunjukkan kekuasaannya.
"Tapi sebenernya.. malam ini ada beberapa hal penting yang harus kita diskusikan. jadi kita tidak bisa tinggal di pesta ini terlalu lama."ucap Chad cepat.
Grey nampak kecewa.
Lean bingung namun hanya bisa tersenyum mengangguk.
Grey melihat kepergian mereka dengan kecewa. Ia masih ingin bersenda gurau dengan mereka baik Chad maupun Lean. Keduanya mempunyai tempat khusus di hati Grey. Mungkin ini terakhir kalinya Ia bisa melihat mereka dengan kondisinya yang masih sehat.
Ya... Grey tahu waktunya mungkin tidak banyak. Dia terlalu cerdas untuk menyembunyikannya di depan Viona. Tunangannya yang merupakan seorang dokter.
Grey menatap Viona di tengah taman. Ia sedang berbincang dengan beberapa orang di sana. Sebelumnya Grey pamit untuk ke toilet. Di sana Ia meminum obat yang mampu mengurangi sakit kepalanya.
Ia teringat kejadian semalam. Saat itu Viona memeluknya dengan erat, menyandarkan kepalanya di dada Grey. Biasanya Viona berkunjung ke Australia sedikitnya 1 kali dalam sebulan. Namun 1 tahun belakangan ini Ia tidak sekalipun bisa pergi karena kesibukan penelitiannya.
Rasa rindu yang sangat membuatnya sakit. Grey menciumnya dengan bergairah, menjamah setiap jengkal tubuh Viona. Viona mendesah saat Grey memainkan jarinya di pusat kewanitaannya. Grey semakin intens menciumi leher Viona. Jarinya semakin liar menggapai seluruh titik titik lemah Viona. Sampai akhirnya tubuh Viona berguncang merasakan pelepasannya.
Grey membelai rambut Viona perlahan. Ia merasakan dadanya sakit dan pandangannya mulai berputar. Semakin sakit saat Ia mulai sadar bahwa tidak sedikitpun kejantanannya bereaksi terhadap Viona. Dia sudah tidak bereaksi terhadap apapun. Peluhnya berjatuhan. Grey merebahkan kepala dan memenjamkan matanya.
"Grey.. kamu tidak ingin melanjutkan.. "bisik Viona menggoda.
"Vio.. aku lelah sekali.. biarkan aku tidur ya.. malam ini saja.. " ucapnya seraya terpejam.
Viona mengernyitkan keningnya sedikit kecewa.
namun Ia mencium pipi Grey dengan lembut.
"Baiklah.. aku akan ke kamar mandi dulu.. "
Grey membuka matanya perlahan ketika pintu kamar mandi tertutup. Dengan cepat Ia meraih obat penghilang rasa sakit yang Ia sembunyikan di sekitar tempat tidurnya. Sesaat kemudian nafasnya kembali teratur. Ia pun terlelap.
Grey mengambil segelas minuman beralkohol dan menumpahkan sedikit di atas kemejanya. Ia meminum sedikit dan memuntahkannya kembali.
Malam ini Ia akan berpura-pura mabuk. Viona tidak akan merasa bahwa Grey tidak menginginkannya. Besok Viona kembali aktif dalam penelitiannya. Dan akan terlalu sibuk untuk bisa bersama Grey. Grey menatap langit yang cerah dengan banyaknya bintang yang bertebaran.
Obat penghilang rasa sakitnya seolah sudah mulai tidak berfungsi. Ia memejamkan matanya saat melihat bayangan Viona menghampiri nya.
Viona memanggil Grey pelan. Ia mencium bau alkohol yang menusuk pada kemeja Grey.
Ya Tuhan.. Grey.. Kau mabuk.. sesal Viona.
Viona memanggil beberapa orang untuk membawa Grey ke kamarnya.
"Grey.. darling.. I Miss you.." bisik Viona pelan.
Airmata Viona perlahan mengalir dipipinya.
"what's wrong.. " tanyanya lagi..
"Apakah kamu tidak sengaja mabuk atau kamu sengaja mabuk untuk menghindari aku.. " tanyanya lagi. Viona tahu Ia tidak akan menerima jawaban apapun. Ia mencium pipi Grey lagi dan melangkah keluar ruangan. Mata Grey sesaat terbuka.
"Baby.. I'm so sorry.. " ucapnya pelan seraya kembali memejamkan matanya. Peluhnya kembali berjatuhan. Ia mengerang karena kepalanya begitu sakit. Padahal Ia baru saja meminum obatnya. Namun obat itu seolah tidak bereaksi. Tubuhnya bergetar hebat.
"Vio... " panggilnya..
Ia memegang kepalanya sambil meringkuk, sebelum akhirnya pingsan dengan kesakitan yang luar biasa.