Chereads / Cinta Wanita Lugu / Chapter 10 - EPISODE 9

Chapter 10 - EPISODE 9

"Aduh. Kenapa bisa selemas ini ya?" Revan berupaya akting semaksimal mungkin, merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, seolah tak berdaya. Sepertinya ia akan casting didepan sutradara dikemudian hari, latihannya dimulai hari ini didepan Nadya dan disaksikan oleh dinding-dinding kamar.

"Sepertinya aku butuh bantuan kamu Nad, tolong bantu aku menghabiskan makanan nya ya" pintanya memelas.

Tujuan utama dari akting nya untuk mengambil satu kata yakni 'perhatian' seorang Nadya. Apa salahnya memberitahu kalau ia minta disuapi. "Bagaimana caranya aku membantu, kak?" tanya nya, ia tak tahu maksud pembicaraan Revan.

"Bantu menyendok kan makanan nya untukku, Nad. tubuh lemas ini tidak bisa bergerak bebas seperti biasanya" peran yang Revan mainkan sangat apik, berhasil meyakinkan perempuan itu. Mau tidak mau menyuapi pria manja nan kurang perhatian.

Disela Revan makan, ia mengambil kesempatan untuk menambah pengetahuan. "Sejak kapan kamu mengenal Adit?" tanya nya penasaran.

"Sebulan setelah awal masuk perkuliahan, kak" jawabnya sembari menyuapi sang suami. "Berarti kalian berduaan terus dong?" tanya Revan kembali, kali ini dia sangat penasaran, sedekat apa hubungan antara Adit sama Nadya.

"Kak Adit itu kakak tingkat dikampus, dia tidak lulus satu mata kuliah, kebetulan satu kelas denganku pada semester ini" pungkasnya, kesal dengan pertanyaan yang dilontarkan Revan mengarah pada hal tidak penting menurutnya.

***

"Dit, kamu dimana?" seorang pria paruh baya menelpon, bertanya dari seberang sana.

"Ini om, diluar"

"Kamu, sendiri?" tanya nya berhati-hati. Takut ada seseorang yang mendengar.

"Iya om".

"Baiklah, laporkan padaku semuanya"

"Sepertinya berhasil om, saya coba mendekati Nadya karena ingin tahu reaksi Revan. Ternyata diluar dugaan, Revan menunjukkan kekesalannya, bisa dibilang cemburu. Tebakan saya, Revan mulai memiliki rasa terhadap istrinya" penjelasan yang cukup detail.

"Cukup untuk hari ini. Pantau mereka" perintah nya, lalu menyudahi obrolan ditelepon.

***

Empat hari mereka liburan, mereka pun mengemasi barang bawaan dengan koper satu per orang. Langsung menuju bandara, menandakan liburan telah usai. Ternyata hari ini mereka kembali ke kota asal.

Mendaratlah sebuah pesawat terbang yang mereka tumpangi dengan sempurna. "Re, Dit. Aku duluan ya" Revan berpamitan pada keduanya, melangkahkan kaki menuju mobil jemputan setelah ia menelepon sopir pribadi papanya. Nadya yang berusaha menyeimbangi langkah nya dari belakang juga menaiki mobil tersebut.

Disisi lain Rea berdecak kesal "ck, Dit. Kamu merasa tidak Revan sedikit aneh?"

"Aneh bagaimana?" jawab Adit dengan nada lesu.

"semenjak kita liburan, dia selalu mengabaikan pesan dari ku, biasanya kan tidak begini, yang jelas dia berubah!" Rea menarik kopernya keluar bandara hendak pulang kerumah. Adit juga bergegas mengikutinya dari belakang dengan raut wajah datar, sepertinya keletihan.

Tibalah Revan dan Nadya dirumah keluarga Kusumanegara. "pak Adi, tolong kopernya dibawa kedalam ya. Saya capek sekali" suruh Revan ke sopir pribadi yang menjemputnya tadi.

Setelah itu masuklah mereka kedalam rumah besar yang mereka tinggali itu. "ma, mama. Revan pulang" teriak nya.

"Nad, kamu duluan aja kekamar istirahat" menyuruh istrinya, karena terlihat dari wajahnya sedang layu butuh penyegaran.

"Mama?" tanyanya. ia merasa melakukan hal tidak sopan jika langsung berlalu.

"ini perintah. tidak ada bantahan" suruh Revan sembari berjalan ke sofa ruang tamu lalu duduk disana. Segera Nadya menuju kamar sesuai perintah suaminya.

"Revan kamu sudah tiba?" ibunya muncul dari arah dapur. Ternyata ia sedang memasak ditemani pembantunya.

"Menantu mama mana?" ia hanya melihat Revan di ruangan itu.

"Tadi Revan menyuruhnya istirahat ma, kashian kelihatan lelahnya" ibu nya tersenyum atas perhatian yang diberikan anaknya kepada Nadya barusan.

"Mama baru tahu kalo kamu pedulian orangnya, Van" ejeknya. "Biasanya kan dieeeemmm, cuek gak perduli siapapun" ternyata berhasil membuat wajah Revan memerah.

"Bukan begitu. Kan mama sendiri yang nyuruh 'Van dia itu istri kamu, jangan membuatnya kesusahan, dia menantu kesayangan mama' kemarin" jelasnya tidak mau kalah. Mama nya hanya bisa tertawa kecil, mengingat sekarang anaknya sudah mulai dewasa.

"Oiya, papa mana ma?" tanya Revan, baru ingat rencana nya kemarin.

"papa kamu dikantor. katanya ada urusan, mama juga tidak tahu. Katanya sih ada masalah dengan investor" jawab ibunya yang sedang berjalan kembali menuju dapur, memantau apakah makanan nya sudah siap.

***

Sekarang sepasang suami istri itu sedang berada diruangan pribadinya (kamar), Revan berbaring dan bersandar pada sisi tempat tidurnya sambil memainkan handphone, sedangkan Nadya mengobrol dengan pamannya melalui telepon di sudut ruangan. Sekembalinya Nadya, Revan mulai melirik-lirik, entah apa yang ada dipikirannya.

"Nad, rencana kamu selanjutnya apa?" tanya nya cukup penasaran.

"maksudnya kak Revan apa?" Nadya tidak tahu arah pembicaraan Revan.

"Tidak... maksudnya semester selanjutnya bagaimana? Magang atau lainnya?" memperjelas pertanyaannya.

"Belum tau kak" senyumnya yang bingung. "kalo kak Revan?" tambahnya.

"apalagi. Pastinya magang dikantor papa lah. Untuk masa depan kita kelak" menyeringai licik. Timbul lah sikap jahilnya, seolah menampakkan ide-ide cemerlang yang siap ditujukan ke Nadya.

"Nad, menurutmu aku gimana? Tampan tidak? Hm?" lemparan ide pertama sudah melesat sempurna.

Deg "kenapa kakak menanyakan hal itu?" jawabnya kaku, sepertinya wajah Nadya terasa memanas.

"Tinggal jawab doang, Nad". Revan memanyunkan bibirnya berdecak kesal.

"Hm… tampan!" Revan sudah tersenyum bangga mendengar ucapan Nadya. "Namanya juga laki-laki, kalo perempuan cantik, kak" Mendengar jawaban yang terakhir Revan kembali mendatarkan raut wajahnya dan sudah tidak bersemangat lagi untuk bertanya.

***

Malam tiba, seluruh anggota keluarga makan dimeja makan. Papa yang sudah Revan tunggu sejak pulang dari liburan sekarang berada dihadapannya.

"em.. Pa" ucapnya ragu-ragu.

"Hm?" papanya masih melanjutkan memakan makanannya, lalu mengelapkan tisu pada sudut bibirnya.

"Gini pa. Revan bakalan magang, maunya magang diperusahaan papa" jelas Revan lagi, kali ini sedikit gugup.

"Terus?" tanya papa nya singkat.

"Yahh… menurut papa bagaimana? Setuju tidak? Revan kan kedepannya bakalan menafkahi istri dan anak"

"Hahahaha" papa nya tertawa terbahak-bahak melihat betapa seriusnya ekspresi Revan saat ini.

"Kenapa papa tertawa!? Revan serius juga" ia berdecak kesal.

"Kalo itu keputusan kamu, papa setuju-setuju saja. Kan ma?" melirik kearah istrinya, Riana. Tentu saja istrinya senang dengan membalas sebuah senyuman.

"Apapun keputusan kamu, sayang. Selagi itu positif, mama selalu mendukung" pungkas Riana.

Sesudah obrolan keluarga malam itu, Revan terus berusaha meyakinkan dirinya sendiri jikalau keputusannya tepat. Sekarang ia hanya perlu membuktikan kepada ayahnya nya keputusan yang telah ia tentukan itu.

Satu bulan kemudian…

Pagi ini, tepatnya hari senin dimana jam sibuk diawali. Wahyu dan anaknya Revan pergi bersama menuju kantor, Wahyu akan mengumumkan dan memperkenalkan anaknya sebagai anggota baru dalam perusahaan, bukan tidak mungkin ia tidak menggantikan ayahnya kelak.

Setibanya Ayah dan anak itu dikantor, para karyawan menyapa dengan ucapan 'selamat pagi'. Seluruh karyawan yang melihat mereka bertanya-tanya, hari ini pak Wahyu mengajak seorang laki-laki muda, mungkinkah itu anak nya? Tapi kan, setahu mereka anaknya belum menyelesaikan pendidikan, dan akan menjadi penerus jikalau sudah menyelesaikan pendidikan nya.

Pak Wahyu mengisyaratkan kepada bawahannya bahwa akan ada pertemuan singkat dalam waktu beberapa menit lagi. Ada beberapa perwakilan yang hadir di ruangan rapat. Disana ada Revan dan ayahnya berdiri berdampingan menghadap para perwakilan karyawan.

"Pagi semuanya, saya cuma mau menyampaikan bahwa anak saya Revan akan magang disini selama dua bulan. Awasi dan perhatikan pekerjaan nya, apakah layak menjadi penerus saya kelak".

Riuh suara tepukan tangan seteleh pengumuman itu, semua bagian menyambutnya dengan baik.

"Bekerja lah dengan baik, papa tidak mau kamu hanya main-main dengan keputusan mu, mulailah dengan serius dan hidup bahagia" pak Wahyu memberi nasehat kepada anaknya sembari menepuk-nepuk bahu anaknya.

Sekarang pak Wahyu bisa tenang, setelah mendengar keputusan Revan yang mulai serius menata kehidupannya, yang mulai berpikir dewasa.

'Mas Arya, sekarang menantumu sudah dewasa. Apa yang kauharapkan dulu semoga bisa berakhir dengan kebahagiaan. Anakmu sangat cantik, hatinya tulus. Aku akan berusaha sebaik mungkin' harunya. Mata sedikit berkaca-kaca mengingat kenangan dahulu. Kemudian pak Wahyu berlalu meninggalkan anaknya diruangan tersebut.

"tunggu setahun lagi" Janji Revan pada seseorang yang tanpa disadari ia sayangi.