Revan segera berdiri dari kursi taman lalu melangkahkan kaki jenjangnya menuju tempat mereka berasal, dimana Adit dan Rea berada. Sementara Nadya masih terpaku, terdiam di kursi itu. Bagaimana tidak? Wanita yang tidak paham mengenai hubungan antara pria dan wanita dewasa. Langkah Revan terhenti sejenak menyadari Nadya masih diam membatu, "Nad, mau disini terus sampai besok?" suara Revan yang menyadarkannya.
Nadya beranjak mengikuti langkah Revan sudah sedikit jauh dari pandangannya. "Van, lama banget angkat telpon nya?" tanya Rea menodong setelah Revan tiba. "Biasa, sesama wanita kalo mengobrol sering lupa waktu" jawab Revan beserta menarik kursi dekat meja agar ia bisa mendudukinya, sesama wanita yang dimaksud adalah mamanya dan istrinya, Nadya. yang berperan sebagai adik angkat saat ini.
***
Terlalu asyik mereka bercerita saling melemparkan candaan, pada akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke hotel mengistirahatkan tubuh diatas kasur empuk dan nyaman.
Rea sepertinya menaruh kecurigaan antara Nadya dan Revan, ia merasa hubungan keduanya sangat aneh. Karena mereka satu kamar Rea lebih leluasa melemparkan pertanyaan. Ia mulai bertanya ke Nadya layaknya menginterogasi.
"Nad, sejak kapan kamu diangkat jadi anaknya tante Riana?" posisi mereka sama-sama berbaring memandangi langit-langit hotel.
"Sejak beberapa bulan lalu, Re" jawabnya biasa, mungkin Nadya masih belum mengetahui arah pembicaraan yang dibuat Rea.
"Wah, kayaknya sama dengan pernikahan Revan beberapa bulan lalu".
"Pernikahan?" jawab Nadya gugup. Ia menerka apakah penyamarannya ketahuan.
"iya. Aku tahu tentang perjodohan nya, Revan cerita semuanya ke aku Nad, semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi, kami berteman sejak masuk kuliah, bahkan satu kelas. Katanya sih ia terpaksa menerima perjodohan itu karena papanya" jelas Rea sambil melihat Nadya yang tepat berada disamping kanannya.
Deg...
Terkaan nya benar kalau Rea menyimpan rasa pada Revan, tapi ia merasa ada sesuatu yang lain dihatinya, rasa ketidaksukaan. Tetapi Revan hanya suami diatas kertas bukan suami yang sesungguhnya.
"Dan juga papanya membuat kesepakatan lama dengan temannya, katanya sih kalo tidak menerima perjodohan itu akan terjadi sesuatu yang tidak terbayangkan" seringai Rea yang sukses membuat Nadya terperangah mendengar ceritanya.
"Kenapa kamu bilangnya ke aku?" tanya Nadya dengan santai untuk menutupi kecemasan pada dirinya.
"Ya.. aku pikir kamu berhak tahu, toh kamu bagian dari keluarganya kan sekarang" ungkap Rea lagi, sungguh hatinya tersenyum senang saat itu melihat kekhawatiran tampak jelas pada raut Nadya.
"Aku mengantuk Re, aku tidur duluan" singkat Nadya untuk menyudahi obrolan mereka yang berhasil membuat nya tidak nyaman. Lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh kecuali leher dan kepalanya.
'Apa itu benar? Kak Revan bersikap baik padaku kemarin huma untuk menyenangi hati orang tuanya? ia menerka-nerka.
***
Sinar matahari pagi masuk ke kamar dua lelaki tampan melalui jendela yang tirainya sudah disingkap oleh Adit membuat Revan terbangun dari tidurnya. Tak disangka Adit sudah siap dengan bajunya, sepertinya ia mau pergi kesuatu tempat. Tak berhenti ia menebarkan senyum dan sikapnya juga sedikit aneh, Revan mengernyitkan dahinya heran.
"Halo Nad, udah siap?" tanya Adit via telepon. "oke aku tunggu" dengan nada semangat terlihat dari rautnya kalau ia sedang melakukan pendekatan.
"pagi-pagi udah rapih aja kamu, Dit" tegur Revan yang sedang berjalan menuju ke kamar mandi.
"Tentu! Aku mau sarapan diluar sama adik angkat mu" senyumnya bangga menunjukkan ke percayadirian nya. Cukup membuat Revan terkejut terlihat dari pemberhentian langkahnya. "awas ya kalo sampai pegangan tangan sama adek perempuan ku" tegasnya memperingati Adit.
Adit bergegas keluar berniat menjemput Nadya ke kamar nya, tetapi saat ia membuka pintu Nadya sudah berada didepan nya. "eh Nad, baru saja mau nyamperin kesana" sembari menggaruk tengkuk lehernya karena gugup.
"mau sarapan apa Nad? Tadi aku sudah izin sama kakak kamu, jadi santai aja, hm?" menyenggol bahu Nadya dengan bahunya. "sebenarnya aku tidak nyaman kak pergi berdua aja, tidak terbiasa. Kalo kita berempat aku bisa menyesuaikan diri" ucapnya sedikit canggung.
"Mulai hari ini dibiasakan, oke!" senyum semangat di wajahnya bersamaan dengan mengedipkan satu matanya. Mereka memutuskan ke kedai kopi terlebih dahulu sambil berbincang-bincang. Sedangkan Revan resah sendiri dikamarnya, memikirkan Adit bersama Nadya sekarang.
"Lama sekali sarapannya, awas saja kalo Adit berani menyentuh sedikit saja" gerutunya sendiri, mondar-mandir resah. "kalo mereka sarapan berarti suap-suapan dong? Gak, gak. Nadya mana mau dipegang-pegang, tapi kan Nadya masih polos tuhan, kemarin aku cium dia diam aja tuh, menolak kek atau apa". Batinnya berprasangka yang tidak-tidak.
Kring bunyi notifikasi ponselnya menandakan pesan masuk
Rea : Van, sudah bangun? Sarapan yuk, lapar.
Revan : Sorry Re, aku belum selera makan.
Rea : Kamu sakit? Secepat kilat ia membalas pesan dari Revan sebab khawatir. Beberapa menit Revan tak kunjung membalas pesannya, ia bergegas melangkahkan kaki ke kamar Revan.
Lalu Rea mengetuk pintu dengan ritme yang cepat, akhirnya Revan membukakan pintu kamarnya. "Ada apa?" tanya Revan singkat. Kemudian Rea meletakkan tangannya kedahi laki-laki tinggi itu "Tidak panas kok" umpatnya.
"yang bilang aku sakit tidak ada, Re. Cuma tidak ingin sarapan, itu saja".
Rea menggenggam dan menarik tangan kiri Revan, memaksa pergi bersamanya mencari sarapan yang pas sesuai selera. "Kamu ngapain sih?" tanya Revan kesal dengan melepas paksa tangannya dari genggaman wanita cantik itu. "Mau sarapan lah, ngapain lagi!?" tegasnya.
"Kan sudah dibilangin aku belum mau makan Re, apa salahnya sih?" balasnya tak kalah tegas.
"Ya tuhan, Van kita temenan sejak kapan? Dari awal masuk kuliah kan? Pasti ada sebab kamu seperti ini, kebiasaan tau gak! Ada apa-apa gak pernah mau cerita" Rea balik memarahi Revan, gak biasanya ia bersikap seperti itu jika tidak ada masalah atau hal yang membuatnya kesal dan marah.
"oke! Urus sendiri urusan Lo" Rea menutupi perbincangan mereka yang menegangkan kemudian kembali ke kamarnya dengan perasaan marah.
"perempuan maunya apa sih? marah-marah. Apa salahnya jika aku belom mau makan" gerutu Revan saat ditinggalkan Rea sedari tadi.
***
"Kopi susunya dua ya, Mas" Adit memesan saat tiba dikedai, sementara Nadya menunggu di bangku yang disediakan. Sesampainya Adit ke meja setelah memesan, berbunyilah sesuatu didalam tasnya Nadya, terlihat nama Revan di layar ponselnya. "kak Revan?" Nadya mengernyitkan dahi.
"Halo kak?"
"Nad, kamu dimana? Masih lama pulangnya? Nitip nasi goreng ya, lapar nih. Cepetan yah" seringai Revan di ruangan sana. Ternyata ia menemukan cara jitu untuk mengganggu mereka berdua.
"Kak, kami baru saja tiba, pesanannya baru diantar" keberatan atas permintaan Revan barusan.
"Ya sudah beli dua porsi, kamu nanti makannya disini" ia tidak mau kalah.
"Minta ditemanin sama Rea saja kak" Nadya ingat kalau Rea teman dekatnya Revan dari awal kuliah, setidaknya Rea bisa membuatnya nyaman.
"Aku telepon mama ya, mau bilang menantunya tidak bisa urus suami" senang bukan kepalang ia menemukan titik kelemahan Nadya yaitu 'mama'.
Revan langsung menutup pembicaraan mereka di telepon tadi, Nadya tidak bisa berkata dan berbuat apa-apa, ia merasa telah diancam. Melihat kecemasan diwajah Nadya, Adit akhirnya bertanya juga "Revan nyuruh apa Nad?".
"kak, kita kembali kehotel saja ya. sekalian beli nasi goreng satu buat kak Revan". Adit hanya menggeleng-geleng kan kepala melihat tingkah teman sekamar nya itu.
"Kamu cemburu Van, aku ajak pergi istri kamu?" Umpatnya dalam hati dengan menipiskan senyuman. "kena kamu, Van. masuk perangkap gue, hahaha". Seperti rasa kepuasan telihat dari tawanya, walaupun tak terlihat Nadya.
"Ayo Nad" ajak Adit setelah membayar kopi yang mereka pesan, dikasir. Setelah meninggalkan kedai tersebut, mereka menemukan penjual nasi goreng sembari menuju ke hotel.
Setibanya di hotel Nadya mengetuk pintu kamar Revan, secepat mungkin Revan membukanya. Ia berinisiatif mengintip terlebih dahulu, takutnya bukan orang yang diharapkan datang. Tapi yang ia lihat pertama kali malah wajah narsis Adit.
"Nadya mana?" tanya Revan dengan memperlihatkan kepalanya saja ke luar pintu. "Apaan sih Van, makanya buka pintunya yang benar" Adit berdecak kesal dengan tingkah aneh Revan belakangan ini.
Nadya Cuma menyodorkan nasi gorengan pesanannya saja, tanpa berbicara. Sesudah Revan mengambilnya ia meminta tolong.
"Oiya Dit, Rea ngambek tadi. Aku tidak tahu kenapa, susul gih. Kamu kan sepupunya. Nad, ikut aku. Mama mau ngomong sama kamu katanya" ancaman tidak seberapa itu ternyata berhasil menipu Nadya yang polos. Mau tidak mau ia ikut Revan masuk ke kamarnya, sedangkan Adit menyusul Rea.
***
Dikamar hanya Revan dan Nadya saja, eitsss jangan lupa pintu sudah terkunci dengan aman, Revan sudah mengantisipasinya jikalau Adit dan Rea menerobos masuk, kan bisa gawat. "Nad, mama bilang kamu rawat aku selama sakit, dan sekarang aku lagi tidak enak badan, rasanya lesu, tubuhku juga panas".
"kak Revan jadi aneh semenjak datang kesini. Seperti bukan dirinya"