Chereads / Cinta Wanita Lugu / Chapter 3 - EPISODE 2

Chapter 3 - EPISODE 2

Senyum pagi matahari menyambut Nadya yang bersiap pergi kuliah, seperti biasa ia berangkat mengendarai sepeda motor saat tinggal dengan pamannya dulu. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara memanggil namanya.

"Nad, sudah mau berangkat kuliah? Revan mana?" tanyanya heran melihat Nadya sendiri tanpa didampingi.

"Itu ma, kak Revan belum bangun. Mungkin dia kecapekan". Sembari menggaruk tengkuk padahal tidak ada rasa gatal karena gugup.

"Biar mama yang membangunkan nya, istri sendiri kenapa tidak mau mengantar". Reflek tangan Nadya mengambil tangan ibu mertuanya "tidak usah, ma. Nadya berangkat sendiri aja, toh ada motor digarasi".

"Tidak bisa. Kamu tunggu disini" Riana sedikit menaikkan nada biacaranya. Beberapa menit kemudian Revan menuruni tangga di ikuti mamanya dengan wajah masam khas bangun tidur sambil mengucek mata karena masih setengah sadar antara mengantuk dan paksaan.

"Jaga istrimu sayang" senyum sumringah dari mama nya. Nadya mengikuti Revan dari belakang menuju mobil hingga memasukinya. Keheningan di tengah perjalanan tak terelakkan.

Jika beranggapan Nadya tipe perempuan kolot dan sok baik sebab tidak pernah bergaul dengan lelaki, tidak salah sepenuhnya. Memang sedari kecil teman laki-laki hanya semasa Sekolah Dasar, memori masa itu samar-samar teringat. Sejak itu hanya pamannya lah menjadi sosok teman lelaki hingga saat ini menggantikan posisi yang dinamai ayah.

"Aneh. Canggung disertai debaran? dan sekarang menjadi gerah" gerutunya heran. Awal mula masa remaja, Nadya sungguh tidak mengerti hubungan seorang laki-laki dan perempuan dalam arti khusus.

Melihat seseorang disampingnya gelisah Revan merasa risih "Kenapa kamu?" sarkasnya.

"Tidak. Tidak apa-apa, maaf kak kalo merasa risih" ujarnya sopan yang menundukkan pandangan.

Tak terasa mobil sudah terparkir didepan gedung kampus berwarna krem pekat, "Terima kasih kak, maaf mengganggu waktu istirahat nya" sembari menundukkan kepala menunjukkan kesopanan sebelum membuka pintu mobil. Tetapi Revan diam saja tidak peduli apa yang dibicarakan.

"Mama. Kenapa menyuruh mengantar Nadya. Bagaimana jika kebetulan Rea melihat? Untungnya tidak" kesalnya sambil mengemudikan mobil hitam kembali menuju rumah.

***

Hari pertama kuliah setelah pernikahan ku dengan kak Revan, seperti biasa setiap hari terasa hambar dan berlalu dengan sendirinya, tapi hari ini ada yang berbeda. Sepertinya ada mahasiswa baru di kelas, ada wajah asing terlihat diujung sana.

Tunggu dulu, bukannya mahasiswa baru melainkan senior yang tidak lulus pada mata kuliah ini, tidak mungkinkan pindahan dari fakultas lain pada semester enam. Lelaki tersebut tiba-tiba duduk disampingku, mungkin ia merasa heran melihatku duduk sendiri tidak mau bergabung dengan anak- anak lainnya.

"hei, kamu juniorku kan?" tanya laki-laki itu dengan tatapan mengintimidasi.

"I-iya kak, ada apa ya?" tanyaku menunjukkan kesopanan.

"Kenapa masih bertanya? sudah tahu kan kalo aku seniormu?"

"I-iya kak tahu" jawabku keheranan.

"Berikan nomor handphone mu" ia mengeluarkan hp nya dari kantong sebelah kiri kemeja yang ia kenakan. Aku masih heran, dari sekian banyak mahasiswa di kelas ini kenapa aku incarannya.

"Maaf kak untuk apa ya? Bukannya minta nomor ketua penanggung jawab kelas ini jika ada yang ingin ditanyakan?" Dengan menunjukkan ekspresi kekesalan senior itu berkata "Aku seniormu. Bebas meminta nomor siapapun".

Mungkin sudah menjadi budaya jika senior lebih berkuasa dan seenaknya berlaku pada junior.

"Iya maaf, kak" akhirnya aku mengalah juga. Tidak perlu berdebat hanya karena nomor handphone, bukan?

***

Tidak bisa dipungkiri jika ia sudah menikah dengan wanita pilihan kedua orang tuanya, Revan memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa terbebas dari sandiwara ini, dan bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan biasanya sebelum ia menikah.

"Ma, Revan boleh pindah? Kemana saja, apartemen juga tidak masalah" Memelas dan manjanya saat memeluk seorang tersayang dari belakang.

"Kamu ingat perkataan papa tempo hari? kamu lulus kuliah dan bisa memegang perusahaan papa baru boleh pindah" ucap ibunya menenangkan dengan mengelus-elus pelan rambut sedikit panjang anaknya.

Hari ini terus berjalan, matahari menunjukkan redupan cahayanya. cklek... pintu kamar terbuka menggunakan tenaga Nadya, ia terkejut melihat Revan sedang berganti pakaian sedangkan dadanya belum tertutupi sehelai benangpun.

Merasa malu Nadya langsung menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil berkata "maaf kak, aku tidak tahu kalau kakak berganti baju"

Revan tidak memperdulikannya, dengan santai ia menggapai baju kaos hitam kelonggaran lalu mengenakannya.

"Tidak perlu heboh, hanya dadaku yang terlihat, ini bukan hal yang besar. toh tinggal satu kamar, biasakan dirimu" tegasnya.

Setelah mendinginkan tubuhnya dengan guyuran air dikamar mandi. Rambut yang basah ia lilit menggunakan handuk putih tergeletak diatas kasur, telah disiapkannya sebelum membersihkan sekujur tubuh tadi.

Didapur, Nadya lebih memilih minuman dingin di dalam kulkas. "Kenapa bayang-bayang tadi selalu ku ingat?" pikirnya tak menyangka. "Jangan rusak pikiranmu dengan dada kak Revan" ucapnya meyakinkan sendiri.

Sekembalinya dari dapur, Nadya duduk dan membuka laptop dipangkuannya bermaksud ingin membuat laporan tugas kemarin "kenapa pikiranku tertuju pada kak Revan lagi?" ia menggeleng pelan berharap pikiran itu hilang "aaaaa sudahlah, fokus pada kerjaanmu Nad"

***

Hari ini entah mengapa aku berangkat kuliah bersama Nadya pasangan pemain drama yang aku perankan saat ini, awalnya dia bersikukuh ingin mengendarai motor, hanya saja jika terjadi sesuatu pasti mama ngambeknya ke aku.

"Revan, kamu ngapain aja kok Nadya gak diantar? kalian juga sekampus. Bla bla bla". Hmm tau sendiri kan kalau ibu-ibu mengomel. Bagaimanapun anaknya tetap salah. "Maaf kak gak usah, nanti merepotkan kakak" kukuhnya.

Lama- lama kesal juga mendengar ucapan nya, mungkin sudah seratus maaf dia sebut dalam sehari "Tidak usah menambah masalah, kalau tidak mau naik juga nanti aku adukan ke mama" harus dengan ancaman dia akan menurutiku.

Jadi tak sabar bertemu malaikat manisku, aku tahu itu berlebihan tapi itulah kenyataannya. Rea wanita cantik, lembut, manis, satu lagi bersedia berteman denganku dari awal masuk, dulu aku tak punya teman satupun, mungkin aku merasa buat apa bertemab toh nanti akan saling meninggalkan.

Aku rubah prinsip itu semenjak hadirnya Rea. Rea wanita yang mudah akrab dalam bergaul, contohnya saja ia memperkenalkan teman laki-lakinya padaku, semenjak itulah aku punya banyak teman laki-laki. Walaupun begitu, Rea sehari-hari nya dikampus selalu menempel padaku layaknya prangko surat.

***

Usia pernikahan mereka sudah menginjak satu bulan, tentu saja masih ada rasa canggung diantara mereka. Tiba-tiba hal mengejutkan terjadi "malam ini kamu tidur di kasur, aku saja yang di sofa" Revan mungkin lagi ngigau berbicara begitu membuat Nadya keheranan.

"Tidak usah, kak" tolaknya.

"Nurut aja ngapasih? Sekesal-kesalnya dan sebenci-bencinya sama pernikahan ini, tidak tega melihat wanita kesusahan". Nadya Cuma diam dan langsung membawa bantal kekasur.

Malam semakin larut, disofa membuat Revan tidak nyaman. ia tak kunjung tidur, tapi ngantuk terasa berat sekali. Lupa jika ada seorang wanita sednag tertidur pulas. tanpa berpikir panjang ia berpindah ke tempat ternyaman yaitu ranjang. seperti sihir, dengan sedikit memejamkan mata, lelapnya tidur tiba. Mereka sedang dibawah alam sadar, dan mungkin sudah bermimpi ke awang-awang.

Pagi itu cahaya matahari masuk melewati cela-cela tirai jendela sehingga membangunkan Revan, tentu saja ia terkejut dengan posisi mereka yang saling berhadapan, ia melihat betapa pulasnya Nadya tertidur.

Ia tersenyum. Tanpa sadar tangannya bergerak menyelipkan rambut wanita itu ke belakang telinga.

***

"Ma Nadya bantu menyiapkan makanan yah, hari ini kuliahnya libur" sambil mengangkat beberapa buah-buahan ke meja makan keluarga.

"iya sayang" seperti biasa ibu nya Revan tersenyum ramah kepada menantunya, "Nad, kamu panggil Revan ya, makanannya udah siap, mama mau panggil papa dulu"

"I-iya ma" saat di kamar kejadian yang sama terulang, lagi-lagi Nadya mendapati suaminya tidak memakai baju karena baru selesai mandi "maaf kak Nadya gak lihat kok" menutupi wajahnya dengan tangan.

"kan sudah di kasih tahu, harus terbiasa melihat keadaan seperti ini, tidak mungkinkan harus waspada sana-sini sekedar berganti baju seperti maling saja" yang selesai dengan bajunya kemudian menutup lemari.

"Maaf kak mama nyuruh sarapan, sarapan nya Sudah siap"

"ya nanti aku nyusul".

Saat menuju meja makan ternyata kedua orangtua nya sudah tiba lebih dulu "suami kamu mana Nad?" kali ini pak Wahyu Kusumanegara yang bertanya merupakan ayah dari Revan.

"nanti nyusul pa" sambil memundurkan kursi untuk duduk.

"Revan bisakan kamu selesaikan kuliah mu lebih cepat, papa maunya kamu secepatnya meneruskan perusahaan kita, apalagi kamu telah menikah, mau menafkahi istrimu dan membiayai anak-anakmu kelak" tanpa basa-basi pak Wahyu mengutarakan kemauannya ditengah sarapan.

"Pa, kok sudah ngomong seperti itu? menyebutkan anak segala, Revan masih butuh waktu lagi untuk menyesuaikan diri, apalagi menikah tanpa tanya ke Revan dulu" masih belum menerima kenyataan telah menikah apalagi menikah dengan alasan sudah dijodohkan dari kecil.

"papa jangan khawatir, Revan akan lulus secepatnya supaya bisa meneruskan perusahaan, tapi setelah lulus Revan maunya pindah ke apartemen sama Nadya". Tanpa berpikir panjang papa nya langsung menyetujui "baiklah, kali ini papa mendukung keputusanmu"