Aku tiba di rumah Dela tanpa sepengetahuan kak Genta dan kak Alan. Sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku. Kak Alan sedang tidak ada dirumah sejak tadi siang dan kemungkinan akan pulang larut.
Aku berulang kali meminta maaf pada Dela karena harus melibatkannya terlalu jauh dalam masalahku. Memangnya apa yang bisa kulakukan? Semua sudah terlanjur basah. Kami harus menyelesaikannya sampai akhir.
"Maafkan aku dan terimakasih sudah mau menyesaikan ini denganku" ujarku lirih. Kami sudah sampai di depan Club dan menunggu Chris menjemput kami di depan.
"Sudahlah. Yang harus kita lakukan sekarang adalah fokus dengan tujuan kita" Dela memandangku mantap. Aku mengangguk membalasnya. Dia benar-benar sahabat terbaik yang pernah kumiliki.
aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti dia. aku ingat dulu aku dikelilingi banyak teman, tapi entah sejak kapan tiba-tiba aku merasa sendiri. tiba-tiba aku dijauhi teman-temanku sampai akhirnya bangku kuliah mempertemukan aku dengan Dela. rasanya sudah lama sekali sejak terakhir aku memiliki sahabat perempuan. dulu aku hanya dekat dengan kak Alan sebagai penghibur ditengah rasa kesepianku. sekarang kak Alan telah berubah, dia bukan lagi seorang figur yang dapat menjadi sandaranku. aku beruntung sekali memiliki Dela disisiku.
"Hai kalian berdua.. maaf membuat kalian menunggu. Ayo masuk" aku dan Dela menoleh ke arah Chris. Kulirik Chris mengerling ke arah Dela yang di balas pelototan tajam darinya. Aku terkikik geli.
Keadaan club malam ini lebih ramai dibandingkan malam kemarin. Ternyata seperti ini pesta yang dimaksud.
banyak sekali 'kupu-kupu malam' yang berterbangan menghinggapi pria-pria hidung belang disini.
"Aku akan membawa kalian ke ruangan rahasiaku. tunggu disini sebentar" ujarnya yang melangkah menjauh. Aku dan Dela berdiri di sudut ruangan.
sesekali mataku bersiborok dengan orang-orang yang memperhatikan kami. kami seperti itik yang kehilangan induknya, tidak tahu harus kemana.
"Uggh, Aku muak dengan tempat ini!" Dela mengomel di belakangku, aku tidak menggubris perkataannya. Aku memilih menyisir tiap sudut ruangan dengan pandanganku.
Mataku menangkap sesosok yang tidak asing dari posturnya. apa mungkin aku salah lihat? tapi postur tubuh yang tinggi gagah itu, sorot mata tajam yang siap memangsa siapapun, rambut hitam tebal itu. dia sangat mirip dengan suamiku. Aku sangat mengenal dirinya. Ia sedang duduk dikelilingi teman-temannya dan beberapa wanita. Bahkan aku bisa melihat seorang wanita bergelayut manja di tubuhnya. Hatiku terbakar. Tanpa sadar aku melangkahkan kakiku mendekat untuk memastikan sosok yang menjadi pusat perhatian itu.
Selangkah.. dua langkah... Tiga langkah.. dadaku terus bergemuruh seiring langkahku mendekatinya. Aku tidak mengacuhkan Dela yang berusaha membuatku tidak meninggalkan tempat sebelum Chris datang. Dia belum sadar dengan apa yang kulihat disana.
"Kak Alan..." Gumamku tak percaya. Aku dapat melihat raut keterkejutan di wajah tampannya mendapati keberadaanku disini. Tidak lama, hanya sepersekian detik sebelum akhirnya kembali datar.
Lama kak Alan menatapku tanpa ekspresi. Aku mematung melihatnya dipeluk dan dicium di area wajah hingga leher oleh wanita itu. Satu lagi kenyataan yang menghantamku. Wanita itu adalah Cassie.
"Siapa dia? Apa kau mengenalnya Al?" tanya salah seorang pria disana yang kuyakin adalah teman kak Alan.
aku hanya terdiam, begitupun kak Alan, ekspresinya datar tidak memberikan sinyal apapun. Sepertinya mereka mencium suasana tegang yang tercipta di antara aku dan kak Alan. Kak Genta yang juga ikut minum-minum disana bahkan membuka mulutnya lebar dengan raut wajah tegang. Ia pasti terkejut melihat keberadaanku disini.
"kenapa tidak ajak dia duduk saja bergabung dengan kita?" salah seorang pria berkulit gelap mencoba mempersilahkanku, beberapa di antaranya bahkan mencoba menggodaku. aku tidak bergeming. Aku sudah tidak peduli lagi dengan semuanya. Dela sudah berdiri di sampingku sambil menggenggam tanganku. ia mencoba menguatkan hatiku yang lulu lantak, rasanya hancur berkeping-keping. Lama aku dan kak Alan hanya beradu pandang sementara pertanyaan dari teman-temannya itu terus menggantung.
"Aku tidak mengenalnya"
dadaku bagai disambar petir mendengar jawaban kak Alan.
kalimat bernada rendah itu mampu meruntuhkan dinding pertahananku, aku terjatuh dalam jurang kepedihan tak berujung.
Aku bahkan tidak bisa meneteskan air mataku lagi. Aku hanya terpaku dengan semua kenyataan ini. Akhirnya aku mengerti, kesedihan yang paling dalam adalah kesedihan yang tak mampu mengeluarkan air mata lagi.
Kejadian selanjutnya membuat dadaku serasa ditusuk beribu belati. Cassie membisikkan sesuatu di telinga kak Alan sebelum akhirnya mengecup dan melumat bibir kak Alan tepat di hadapanku, kak Alan hanya diam tidak menolaknya meski matanya terus tertuju padaku. sorot kelamnya tajam menatapku seolah memerintahkan ku untuk segera menjauh dari sana.
Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri, merekam tiap detikknya dalam ingatanku, aku sangat mengingat bagaimana hatiku hancur hingga tak bersisa dibuatnya. Kak Alan terus memandangku dengan sorot matanya.
Aku menutup mulutku tidak percaya. Perlahan aku memundurkan langkahku menjauhi mereka. Aku ingin menghilang dari sini sekarang juga.
Aku membalikkan tubuhku berlari dan menghilang di kerumunan orang-orang yang masih menikmati pesta. Sesekali aku dapat mendengar teriakan kak Genta memanggilku. Aku tidak peduli dengan apapun lagi meski berulang kali aku mendengar teriakan Dela mencariku di kerumunan. Aku terus berlari dan berlari tanpa peduli arah. Aku meremas dan memukul-mukul dadaku. dadaku terasa menyesakkan dan sakit sekali. Aku tidak peduli lagi dengan janji temuku bersama Chris. Aku tidak peduli lagi dengan informasi sialan itu.
***