"apa yang kau pikirkan sayang?" Cassie menggesek-gesekkan buah dadanya pada Alan. Ia mendesah seduktif ditelinganya. Alan menatapnya tajam, ada kilatan marah dalam sorot kelamnya. Cassie tersenyum licik.
"Biarkan saja dia pergi. Dia hanya bocah ingusan. Kau tahu club ini bukan tempat bermain anak kecil" ujar Cassie yang bertingkah manja pada Alan. Ia bahkan kembali mendekatkan bibirnya pada leher Alan. Sesuatu yang bahkan tidak pernah Lili coba lakukan. Cassie tidak peduli dengan keadaan sekitarnya yang ramai. Kelima teman Alan lainnyapun sama sekali tidak mempedulikan sekitar mereka. Lagipula kenapa ia harus peduli kalau semua orang disekitar mereka sama gilanya dengan dirinya.
Alan masih diam, ia memilih mengedarkan pandangannya menyisir ruangan daripada menghadapi ular betina yang sedang melingkar ditubuhnya. Mata elangnya menoleh ke beberapa tempat mencari seseorang. Tubuhnya seolah ingin pergi dari sekumpulan orang disekelilingnya yang sudah hilang akal bahkan mabuk berat. Ia sama sekali tidak menikmati pesta sejak gadis menyebalkan itu menghilang. Alan bahkan kehilangan ketenangan dirinya. Karena suatu alasan ia merasa sangat cemas dan gelisah. Apalagi dengan keadaan Genta yang belum juga kembali sejak mengejar Lili yang menghilang di keramaian. Chris yang biasanya selalu didekatnyapun menghilang entah kemana. Ia merasa ada sesuatu yang salah.
"Siapa yang kau cari? Ayolah, kau baru minum sedikit Al. Nikmati saja pesta ini" salah seorang pria berkulit gelap itu menyodorkan gelas berisi minuman pada Alan. Alan hanya menatapnya datar. Ia tidak mengacuhkan teman kulit gelapnya itu dan memilih mengeluarkan ponselnya. Sudah setengah jam Genta pergi dan belum kembali menghubunginya.
Perasaan Alan makin kacau. Ia menghela napas berat menghilangkan perasaan jengah di dadanya.
Cassie mendelik tak suka, ia tak suka melihat Alan yang tidak menaruh perhatian khusus untuknya. Kelima temannya yang lain hanya saling pandang menatap Alan heran. Tidak biasanya mereka melihat gelagat Alan yang aneh. Mereka memang sudah biasa melihat raut kejam atau raut marah Alan yang menakutkan. Tapi ini? Ini terasa berbeda dari Alan. Apa itu ada hubungannya dengan gadis yang tadi? Merekapun terus bertanya-tanya dan membatin.
"Sudah malam, kurasa aku harus pulang" Alan melepaskan tangan Cassie kasar dan berdiri dengan mantap. Ia merasa harus memastikan semuanya sendiri. Ia harus memastikan semuanya baik-baik saja seperti biasa saat ia pulang larut dan membuat Lili tertidur karena lelah menunggunya. Ya, gadis itu pasti sudah berada di rumahnya sekarang. Pikirnya.
"Pulang? Ini belum malam Al, banci saja belum pada keluar!" Pria berbaju coklat tampak berusaha menahannya. Teman-temannya yang lain mengangguk setuju. Alan hanya mendelik tajam. Ia tidak mengacuhkan mereka dan Cassie yang mencoba menahannya. Saat itu pula ponsel Alan bergetar. Nama Genta tertera disana. Dengan cepat Alan segera mengangkat telepon masuk itu.
"dimana kau sekarang?" Tanyanya to the point. Begitulah Alan. Ia bukanlah pria yang suka berbasa-basi, baginya basa-basi hanyalah keakraban dalam sebuah kepalsuan. Apalagi disaat dirinya merasa sedang cemas seperti ini. Basa-basi sama sekali bukan gayanya.
"..." Alan mengernyitkan dahi. Ia harus menajamkan pendengarannya karena riuh musik memekakkan telinga. Ia berjalan menjauh dan keluar melalui pintu utama club itu.
"Kau dimana sekarang? Apa kau bersama dengan 'nya'?" Tanya Alan yang sedang berjalan ke arah parkiran mobilnya.
"aku tidak menemukannya dimanapun, mungkin dia sudah pulang" jawab Genta.
"kau juga lebih baik pulang lah, pikiranmu pasti sedang kacau" lanjutnya dari seberang telepon
***
"tolooong!! Seseorang! Mpphh" Dela berusaha berteriak sekencang mungkin. Pria asing itu membekap mulut Dela sambil menggerayangi tubuhnya. Derai air mata sudah berleleran di pipinya. dandanannya sudah kacau.
"aargh!" pria itu menggeram.
"Hentikan itu kau pria brengsek!! Binatang menjijikkan!" Ia melepas bekapan pria itu di mulutnya dengan menggigit sekuat tenaga tangan besar tersebut . Dela terus mengumpat sambil berusaha meloloskan diri.
"Apa kau bilang? Dasar jalang murahan!!"
PLAAAK
Pria itu melayangkan tamparan keras di pipi Dela. Dela terbelalak kaget. Pipinya terasa panas dan telinganya berdengung akibat tamparan keras tersebut. Sudut bibirnya mengeluarkan darah. tamparan tersebut benar-benar membuat Dela shock, ia terdiam.
"Apa kau bisa lebih tenang sekarang?" Pria itu mendongakkan wajah Dela dengan menjambak rambut coklat gelap panjangnya. Dela menatapnya dengan pandangan sayu. Pria itu menarik sudut bibirnya ke atas sambil menyeringai kejam. ia menjilati pipi Dela. Tangan pria itu meremas dada Dela yang sudah mulai tersingkap karena bajunya yang sobek.
"kau pria menyedihkan" Dela berucap pelan hampir tak terdengar.
"apa yang kau katakan? bukankah kau yang terlihat menyedihkan?" pria itu menyeringai licik.
"Tak ada yang akan membantuku selain diriku sendiri" Dela membatin. ia sadar tak akan ada yang bisa membantunya di tempat ini. ia sendirian, benar-benar sendirian, jika ia tidak melakukan perlawanan, maka ia akan kalah dibawah kuasa pria bejad ini, dan hal itu adalah yang paling ia benci.
Sebagian dirinya menolak menyerah di bawah kuasa pria kotor itu. Dia selalu percaya dirinya bukanlah gadis yang lemah. Ia mengumpulkan semua keberanian dan tenaganya. Otaknya berpikir keras untuk melarikan diri dari pria mabuk itu.
Pria itu berpikir Dela sudah berhenti melakukan perlawanannya. Ia meremehkan seorang Dela. Tepat Saat pria itu lengah dan terlalu sibuk melucuti pakaian Dela, dengan gerakan cepat Dela mendorong pria itu sekuat tenaga. Dela mengerahkan semua tenaganya yang tersisa. Ia melayangkan tendangan yang mendarat tepat di selangkangan pria itu. Seketika pria itu langsung tersungkur memegangi selangkangannya.
"Aarrrgghhh. Wanita sialan!" Umpatnya yang masih melung-melung di lantai. Kesempatan itu tidak disia-siakan Dela. secepat kilat ia berusaha melangkahkan kaki kabur dari sana. Baru selangkah Dela menjauh dari pria itu namun lagi-lagi pria itu berhasil menangkap pergelangan kakinya. Dela yang kehilangan keseimbangan langsung terjatuh di lantai. Tubuhnya membentur lantai dengan keras.
"aarggh!" Dela meringis kesakitan.
"Mau kemana kauu!!" Mereka yang masih sama-sama tersungkur di lantai hanya bisa berusaha sekuat tenaga mempertahankan diri. Dela tidak kehabisan akal, ia menendang wajah pria itu dengan kaki sebelahnya yang masih menggunakan heels dengan kuat sampai heels itu terlepas dari kakinya.
"Brengsek!!" Umpat pria itu sambil memegangi wajahnya. Belum hilang rasa sakit di selangkangannya kini wajahnyalah yang menjadi sasaran. Saat itu pula cengkraman tangannya di kaki Dela terlepas. Dengan terburu-buru Dela bangkit lagi dan berlari meski harus terpincang-pincang meninggalkan pria itu. Dia harus cepat sebelum pria itu bangkit lagi dan menangkapnya.
Dela terus melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Ia tidak sekalipun menolehkan pandangannya kebelakang. Tidak dipedulikan lagi heels nya yang tinggal satu di tangannya karena satunya lagi tertinggal setelah menendang wajah pria brengsek itu. Tidak sia-sia ia pernah berguru ilmu bela diri saat SMP dulu, ternyata ia masih mampu melayangkan tendangan supernya untuk si pria brengsek tersebut.
"Heiii"
Dela sudah sampai di depan pintu utama ketika seseorang memegang bahunya di dekat keramaian itu, spontan ia memekik ketakutan. ia membalikkan tubuhnya masih dengan sikap defensif.
Dela masih terpekur dengan raut terkejutnya.
"Ada apa denganmu?" Ternyata dia adalah Chris. Chris memandangi Dela dari atas kebawah. ia menautkan dahi bingung.
"aku mencarimu kemana-mana. Apa yang terjadi? Kenapa kau sendirian? apa yang terjadi denganmu?" Baju Dela sudah sobek di sana-sini. Sebelah pipinya merah keunguan dan sudut bibirnya berdarah, rambutnya berantakan sambil menenteng heelsnya yang tinggal sebelah membuat Chris sangat terkejut. Dela benar-benar terlihat kacau. Mata Dela masih terlihat sembab. Dela yang sempat berdiam diri akhirnya menghambur memeluk Chris hingga terdorong beberapa langkah ke belakang. Ia memeluk tubuh Chris sangat erat. Chris dapat merasakan tubuh Dela yang masih bergetar ketakutan. Mendadak mata Chris berkilat marah.
"Katakan siapa yang melakukannya" Tanya Chris mencoba mengelus kepala Dela lembut. Nada suaranya lembut namun ada dendam di sinar matanya yang haus darah. Dela tidak menjawab pertanyaan Chris. Ia masih terlalu sibuk dengan perasaannya yang berkecamuk. Ia sudah mencoba sekuat tenaga menahan air mata di pelupuk matanya. Namun beberapa isakanpun masih saja lolos dari bibir itu.
"tidak apa-apa, kau sudah aman. tidak ada yang akan menyakitimu" ujar Chris mengecup puncak kepala Dela. Lama mereka berdiam. Chris berusaha menenangkan Dela. Setelah Dela sedikit tenang, Delapun mengurai pelukannya dan menunduk menyembunyikan wajahnya. Ia malu sudah menangis di pelukan Chris, padahal ia bukan siapa-siapa, padahal ia sudah bermulut kasar pada pria itu sebelumnya.
Chris hanya tersenyum sambil melepas jaketnya untuk menutupi tubuh Dela. Dela yang sudah mulai bisa mengendalikan emosinya hanya menurut ketika Chris menuntunnya.
Chris terus menggenggam tangan Dela menuju parkiran dan mengeluarkan kunci mobilnya.
"Masuklah aku akan mengantarmu pulang" Chris membukakan pintu mobilnya untuk Dela. Bagai lembu di cocok hidungnya lagi-lagi Dela hanya menurut. Dirinya yang biasa pasti akan menolak menuruti kemauan Chris.
namun entah mengapa kali ini ia benar-benar menjadi gadis penurut.