Chereads / Menjadi Asing / Chapter 3 - Yang Tidak Berhenti

Chapter 3 - Yang Tidak Berhenti

"Ketika kita telah terbiasa. Seperti apapun kerusakan dan bahaya dari sebuah jalan yang akan kita lalui. Kita bisa melaluinya! Meski rasa dan pengalaman yang sama dapat kita temui. Tidak mengapa,  karena kita sudah biasa.  Mari lanjutkan perjalanan ini.

Jika berhenti berjalan, kita masih mendapatkan masalah dan ketidak nyamanan. Lebih baik terus berjalan. Melalui, menyelesaikan atau meninggalkan masalah dan ketidak nyamanan itu,  di belakang sana. Menuju titik baru,  meski belum menemukan titik bahagia. Setidaknya,  kita belajar dan menemukan bentuk lain dari hidup ini. Hingga akhirnya,  harapan itu kembali lagi, lagi dan lagi."

Saya masih tertegun memandangi tulisan yang cukup menonjol di papan berukuran 1000 x 500 cm itu. Hari ini adalah hari terakhirku di kota ini. Saya akan berpindah, lebih tepatnya orang tua saya akan berpindah dan saya harus ikut pindah. Alasan kami berbeda,  maksud saya adalah alsan orang tuaku dan saya sendiri.  Alasan mereka, karena sebuah pekerjaan. Lebih tepatnya,  mereka di pindah tugaskan. Dan saya sendiri,  karena dia!

"Terkadang saya berpikir untuk melihat kebawah saja. Agar saya tidak melihat banyak hal yang bisa membuatku bingung terhadapmu. Tapi,  saya salah memahaminya. Saya bukannya melihat kebawah. Saya melihat kecermin!  Dan itu,  membuatku gagal untuk memahami banyak hal.  Seperti, bagaimana jika saya melihat hubungan kita dari saya dan kamu ( maksudku, melihat kamu sebagai bagian dari hubungan itu juga). Yang bisa bahagia dan bisa juga bersedih. Yang berkorban juga.  Yang berusaha bertahan juga. Yang cinta juga.  Yang akan tersakiti juga. Jika terjadi perpisahan atau sekedar pertengkaran.

Saya mungkin, benar-benar mencintaimu, sangat mengenalmu,  sangat membutuhkanmu, dan selalu merinduimu. Tapi,  saya tidak pernah menyadari. Bahwa kamu juga demikian. Perpisahan yang lalu,  bukan hanya berdampak padaku. Melainkan padamu juga. Aku harap kamu bahagia sekarang. Karena, doaku mungkin bisa di ridhoi tuhan.  Dan kata maafku hanya sekedar kata yang akan hilang dan tak berarti. Sekali lagi,  maafkan atas kehilafanku itu.  Semoga kita bahagia dengan pilihan dan kehidupan kita hari ini."

Saya menempelkan selembar kertas ke papan itu, setelah selesai membaca ulang isinya. Saya menutupi tulisan yang sempat kubaca tadi. Saya merasa lega sekarang. Setidaknya sebuah kehidupan baru menantiku di dedapan sana.  Di tempat yang mungkin asing bagiku, tapi sangat bisa memberiku harapan untuk melanjutkan hidup. Sememangnya demikian,  kita harus selalu berjalan,  bergerak dan menjalani kehidupan ini. Sebagai, rasa syukur dan penerimaan kita terhadap ke ezaan tuhan.

Bali adalah surga terindah yang tuhan anugerahkan kepada negeri ini. Dan keindahan bali selalu membuat setiap wisatawan yang sempat mengunjunginya selalu ingin kembali.  Bagi saya sendiri,  Bali bukan sekedar surga yang indah atau wisata impian semata.  Bali adalah tanah kelahiranku dan rumah ternyaman bagiku.  Hingga umur saya mencapai tujuh belas tahun,  itu masih berlaku. Hari ini,  setelah memasuki tahun kedalapan belasku menginjakkan kaki di dunia.  Bali menjadi sebuah tempat yang sangat asing bagiku, sepi dan tak berbias indah lagi. Keanggunannya terbawa bersama seseorang yang pernah mengisi kekosongan dalam hatiku. Seseorang yang sangat saya cintai dan kasihi. Saya selalu berharap dan pernah berusaha untuk membawanya kembali pada pelukan kasih sayang ini.  Tapi,  dia menolak untuk itu!  Saya laki-laki penuh dengan rasionalitas dan alasannya pergi selalu menjawab hukum rasional itu sendiri. Saya membiarkannya,  dengan sangat terpaksa. Lalu menjadi sepi sendiri,  hingga akhirnya ayah saya dan ibu memutuskan untuk pindah ke Sulawesi Selatan,  tepatnya Ke Makassar.  Saya pikir, inilah jawaban dari keterpurukanku saat ini. Dan pesawat yang kami tumpangi sudah lepas landas dan perlahan meninggalkan Bali dan cerita masa ke emasan itu,  masa-masa berangkat kesekolah bersamanya,  masa yang diam ketika saya mengecup bibirnya di pantai Kuta!

" Selamat Tinggal. Jangan Pernah Berhenti."  geming dalam hati ini sebelum terlelap dalam tidur.

" Andi..  Bangun nak! " ibu membangunkan saya dari tidur sepanjang penerbangan.

" sudah sampai bu? "

" iya, ayo kita turun! "

" oh iya,  bapak mana bu? "

" bapak udah duluan.  Katanya ingin ke toliet dan menghubungi orang kantor yang menjemput kita. "

" oh... Ya udah,  biar saya yang bawa ranselnya! "

Saya mengambil ransel yang di pegangi ibu, dan itu ransel saya sendiri.  Lalu kami berjalan keluar meninggalkan kabin menuju ruang tunggu di bandara. Kami,  akan beristirahat sambil menunggu bapak yang lebih dulu keluar dari pesawat.