Chereads / Menjadi Asing / Chapter 9 - Yang Pergi

Chapter 9 - Yang Pergi

"saya baru menyadari sesuatu. Lebih tepatnya menyadari keadaanku saat ini. Selama ini saya menunggu seseorang dari masa silam saya. Tampa menyadari,  telah mematikan hati saya. Setiap waktu,  setiap peluang cinta yang datang,  selalu saya tolak dengan alasan penantian saya terhadap dia yang di masa lalu. Saat ini,  keadaanku adalah penuh dengan rasionalitas, tampa sadar saya membentuk diri seperti itu. Saya belum pasti mengetahui tentang seperti apa perasaan saya sat ini. Tapi,  saya menyadari ke inginanku.  Saya menyadari,  bahwa saya sangat membutuhkan seseorang yang mencintai saya apa adanya dan tidak akan meninggalkan saya semau hatinya. Saya melihat itu darimu. Selama seminggu ini.  Bukan,  bahkan sejak pertama kita bertemu di lima tahun yang silam. Di terminal itu saya melihatmu melintasiku dengan wajah polos dan senyum cantikmu. Lalu kita menjadi berteman, karena kebetulan mendaftar di Universitas dan Fakultas yang sama. Pada masa itu,  saya menafikannya dengan alasan yang sama menantikan kedatangan seseorang dari masa silam saya.

Saat ini, saya kembali menegaskan.  Bahwa saya belum mengetahui seperti apa perasaan ini padamu. Tapi,  semenjak menghabiskan waktu denganmu. Masa-masa itu selalu membuatku merasa nyaman dan bahagia. Selama ini saya menganggapnya sebagai rasa kasih sayang dari seorang teman. Sampai hari ini,  perasaan tersebut berubah menjadi keinginan. Keinginan untuk bisa tetap bersama denganmu,  menghabiskan waktu dan berbicara denganmu. Saya tidak ingin mengatakan, bahwa saya mencintaimu. Karena saya masih bingung dan belum tahu seperti apa keadaan hatiku saat ini. Jadi,  jangan pergi. Tetaplah disini jika kamu mencintaiku, tetaplah tersenyum padaku,  tetaplah menjadi dirimu sendiri, ajari saya untuk jatuh cinta lagi dan menghidupkan hati yang sempat saya bunuh ini."

Hati ini merasakan ketulusan dari surat yang baru saja saya baca. Menariknya,  saya tidak tertarik untuk memenuhi keinginan sang pengirimnya. Biar bagaimanapun,  saya berharap yang lain darinya. Bukan ini yang saya inginkan darinya.  Setelah menjadikannya sebagai seseorang yang saya cintai. Bukan,  akhir seperti ini yang saya inginkan. Saya memimpikan sebuah cinta yang sejati. Harapan saya sama dengannya, ingin bersamanya selalu. Menjadi orang yang berarti di sisinya. Tapi,  tidak dengan cara seperti ini. Saya ingin ketegasan darinya. Bagaimanapun, dia masih ragu dengan hatinya. Saya mencintainya dan saya harus meninggalkannya. Bagi saya, hal ini bukan perpisahan. Perpisahan yang sesungguhnya adalah ketika tidak ada lagi rindu di antara kami. Saya memiliki kerinduan kepadanya dan dia pun sama.  Hanya saja saat ini, dia hanya menganggap kerinduan terhadap teman dan ragu untuk menjadikannya lebih. Mungkin ini yang baik untuk kami. Kami harus berjarak, hingga apa yang saya impikan menjadi nyata. Saya mencintainya,  dia menginginkan keberadaan saya di sisinya,  menemani hari-harinya. Bagi beberapa orang itu sebagai peluang untuk bersatu dengan seseorang yang di cintainya. Tapi saya tidak ingin semua hanya seperti ini. Saya ingin ada perasaan yang kuat untuk mengikat sebuah hubungan. Dan hanya cinta sejati yang mampu membuat itu menjadi nyata.

Ada penyesalan yang sangat menggangu di dalam hati ini. Meninggalkannya sendiri dan mengacuhkan keinginannya membuatku menyesal sekaligus merasa bersalah. Entahlah,  saya harap kami bisa menemukan sesuatu dari perpisahan ini.  Lagi pula saya telah memesan tiket pesawat dan harus segera menuju bandara sebelum pesawat meninggalkan saya. Dan masih banyak tanggung jawab yang harus saya kerjakan di kota Makassar. Banyak pasien yang menunggu untuk di periksa. Saya todak ingin memakan gaji buta dengan mengabaikan tanggung jawabku di Rumah sakit tempat saya bekerja.

Pesawat telah lepas landas. Saya menyandarkan tubuh mungil ini ke bangku pesawat. Rasanya nyaman sekali,  saya ingin beristirahat sepanjang penerbangan ini.  Melupakan sejenak kerumitan yang terjadi selama seminggu berlibur di Bali. " Bali adalah surga di dunia. Bali adalah impian wisata." Saya bergeming sendiri dalam hati. Saya merasa aneh dengan julukan yang di berikan oleh banyak orang ke pada pulau Bali. Karena bagiku, liburan saya kali ini di bali. Tidak lebih dari sebuah tragedi. Seseorang yang telah lama saya cintai,  kembali bertemu dengan kekasihnya dari masa lalu dan telah meraih mimpinya. Mengorbankan dan mentasbihkan segala kehidupannya dalam penantian. Seorang lelaki idaman. Lelaki yang sangat saya inginkan mampu memberikan sedikit ruang di hatinya untuk saya, untuk cinta ini.  Mereka telah di pertemukan kembali,  dan impian lelaki itu telah menjadi nyata. Haruskah saya bahagia? Saya temannya,  sangat dekat dengannya. Haruskah saya bahagia? Menjadi berjarak membuatku merindukannya. Menjadi berjarak,  membuatku makin merasakan kehangatan kata-kata dan keteduhan wajahnya. Apakah kita tidak benar-benar berpisah? Mungkin kami hanya berjarak?  Mungkinkah kami tidak benar-benar berpisah? Mungkinkah perpisahan yang sesungguhnya,  ketika kita tidak lagi saling merindukan? Dan kami tidak saling merindukan,  hanya saya yang merindukannya. Sedang dia hanya menginginkan saya untuk mengisi kekosongan dalam hidupnya, bukan di hatinya.