Chereads / Menjadi Asing / Chapter 10 - Menolak

Chapter 10 - Menolak

"Kau tahu, semenjak lima tahun lalu. Saya selalu menolak banyak hal dalam hidup ini. Saya menolak keinginan hati,  menolak ajakan teman, menolak lelaki yang coba mendekatiku dan menyatakan perasaannya. Makin hari saya pandai dalam hal menolak dan kemudian menjadi seseorang yang tidak takut akan penolakan. Selama lima tahun, saya menjadikan diri ini seperti petarung yang tangguh di lingkungan perkotaan yang cukup keras. Hasil dari semua penolakan yang saya lakukan adalah kebanggaan orang tua saya yang memiliki anak seorang dokter meski mereka hanya petani desa. Dan kemandirian ekonomi yang saya miliki di usia cukup muda ini. Tidak pernah ada rasa takut lagi,  ketika saya menjadi seorang yang pandai menolak dan fokus pada kehidupan saya sendiri. Tapi,  entah mengapa ketakutan menghantuiku setelah kembali bertemu denganmu setelah lima tahun. Ketakutan itu muncul, ketika mengetahui tentang kekasih dari masa lalumu kembali dan ketika kamu tahu akan keadaan hati ini yang jatuh cinta denganmu. Hehehe. Saya menolak sedih ini,  menolak airmata untuk jatuh di hadapan kedua orang tua saya. Hingga,  tempat ini menjadi pilihan saya untuk melepaskan segala kerumitan itu. Saya selalu datang ke sini sejak kecil dulu. Datang untuk berdiakusi dengan alam dan meneteskan sedikit airmata untuk bisa merasa lega. Selalu saja tempat ini, memberi kedamaian buat hati saya.  Saya selalu saja,  kagum dengan alam yang selalu tabah dengan dinginnya malam dan panasnya terik matahari di siang hari.Tampa harus menolaknya, alam terlihat gagah dan tabah. Kapan saya akan berhenti melakukan penolakan?  Kapan saya akan menjadi seorang yang menyerah?  Pertanyaan itu menakutkan bagi saya. Seperti yang terjadi pada hati ini ketika bertemu kembali denganmu. Saya menjadi sangat takut. Menjadi takut membuat saya tidak berani untuk menerima keinginanmu untuk membuat saya tetap bersamamu. Saya memutuskan pergi tampa harus melihatmu mengantar kepergian saya. Saya tidak benar-benar menolak hari itu,  saya hanya takut mengetahui tentang keadaan hatimu yang kau ragukan itu. Mungkin kau tidak benar-benar mencintaiku dan memintaku berada di dekatmu. Dan saat ini,  tiba-tiba saja,  kau ada disini. Hmmmm.  Saya tidak tahu, apa yang membuatmu ada disini?  Yang saya tahu,  kamu pasti melewati dinginnya malam dan lelahnya perjalanan dari Bali sampai ke kaki bukit di kabupaten Bulukumba ini. Jadi,  apa yang membuatmu datang? Apakah,  kali ini kamu akan mengatan hal yang sama dengan surat yang kau kirimkan padaku itu?  Jika, itu benar. Kamu harus segera pergi dari sini. Hingga saya bisa lebih tabah untuk menerima penyesalanku menolakmu dan menerima permintaan orang tuaku untuk di jodohkan dengan lelaki pilihan mereka. Pergilah,  dan saya harap. Kamu menemukan jawabanmu dan menerimanya."

Diana berhenti berbicara lalu merapikan tendanya. Saya sendiri masih terpaku di tempatku. Entah kenapa,  dinginnya suhu bumi di kaki bukit ini tak mampu di urai oleh terik cahaya matahari yang perlahan muncul dari balik perbukitan di timur sana. Merah menyala, menghadirkan kehagatan. Saya masih terdiam memandangi Diana yang hampir selesai merapikan semua alat kemahnya. "Dia, kenapa dia tidak ingin bersamaku dan kenapa dia menolak saya jika dia mencintaiku?" Pertanyaan itu semakin meneror di benak ini.  "Kenapa dia begitu kuat,  kenapa dia menyiksa dirinya sendiri,  kenapa dan kenapa dia melakukan ini?"

Tampa sadar, Diana telah usai merapikan semuanya. Dia berjalan mendekat ke pada saya dan melewati saya yang hanya bisa berdiam diri saja. Entah kenapa,  saya kehilangan sesuatu yang mendorongku harus sampai melakukan hal konyol seperti ini. Setelah mengetahui kepulangannya. Saya langsung memesan tiket untuk menyusulnya. Mencari seseorang yang bisa mengantarkan saya menuju desa ini. Lalu membangunkan orang tuanya di pagi buta, hanya untuk mengetahui apakah Diana ada di sana. Kemuadian, kenapa saya harus berjalan jauh di dalam kabut dan pagi yang sepenuhnya utuh dengan cahaya matahatinya? Benarkah,  hanya sekedar meyakinkannya akan keinginanku,  tentang saya yang sangat membutuhkannya berada disisi saya?  Benarkah hanya itu?  Atau ini adalah keadaan hatiku, inilah sebenarnya keadaan saya saat ini. Kenapa,  terlalu rumit untuk menjelaskannya?

" tunggu. Bolehkah saya bertanya satu hal padamu? " Diana berhenti dan saya berbalik arah kepadanya.

" apakah benar, jika kamu benar-benar mencintaiku. Maksudku,  ini semua tidak masuk akal bagi saya. Kau mengatakan, bahwa kau mencintai saya tapi selalu menolak. Apa benar... " belum lagi saya menyelesaikan kata-kata saya dia kembali melangkah menjauh.

" tunggu.." saya kembali mencegatnya. Dan dia terus melangkah pergi. Melihat itu dia yang mengacuhkan saya. Saya kemudian mengejarnya. Terus memintanya untuk berhenti tampa mengehntikan langkah kakiku.

" Ok. " saya menahan badannya dengan tangan dan memaksanya menatap saya. Dan saya melihat airmatanya yang mengalir.

" kenapa kamu keras kepala sekali? Kenapa kamu egois sekali Ndi. " dia mengatakannya dengan tangisan yang makin melemahkannya, hingga dia tersungkur ketanah. Suara tangisnya memecah keheningan di puncak desa Kahayya.

" maaf kan saya. Saya bukannya ingin membuatmu menangis. Saya juga,  tidak tahu kenapa saya mempertanyakan itu. Tapi.. "

"lalu kenapa kamu datang kesini?  Apa yang membuatmu berada disini?  Kenapa, kenapa?? " di menatapku dan terus menangis.

" maaf saya." saya memeluknya airmatanya pun tak kunjung berhenti mengalir. Mata hari makin meninggi,  udara mangin menghangat. Saya mengantarnya pulang kerumanya. Saya beristirahat di rumahnya,  karena orang tuanya juga menawarkan itu dan saya sangat membutuhkan istirahat, saya belum tidur semalaman.

Ketika saya bangun di sore hari. Kedua orang tua Diana memintaku untuk mandi dan makan di rumah mereka. Dan saya tidak melihat Diana. Ketika, saya menyakan keberadaannya. Orang tuanya hanya berkata untuk tidak menemuinya terlebih dahulu. Sepertinya,  dia masih berada di kamarnya. Setelah selesai menyantap makanan yang mereka sediakan,  saya berbincang sebentar dengan mereka. Lalu memberitahu kepada mereka tentang rencanaku untuk datang kembali nantinya. Benar,  saya akan datang kembali dengan orang tua saya untuk melamar Diana. Saya mengatakan itu pada orang tua Diana. Dan mereka menyambutnya dengan baik. Mereka mempersilahkan saya dan mereka juga mengatakan,  bahwa pada akhirnya mereka akan menyerahkan keputusan di ambil oleh Diana sendiri.  Saya berpamitan dan meninggalkan rumah itu. Rumah kayu yang sangat kokoh dengan ukiran-ukiran bunga di setiap tiang yang telah di lapisi dengan vernis. Sangat original dan otentik, apa lagi di kelilingi pepohonan yang rimbun dan pekaranagan yang hijau serta bunga yang tersusun rapi. Jika saya memperhatikan rumah-rumah Di desa ini sangat mirip, rumah panggung kayu, teras luas,  halaman yang asri dan kolong rumah di tempati peralatan pertanian dan perkebunan.  Kahayya, jika saja pemerintah dan petugas desa melihat seperti apa yang saya pikirkan. Mungkin,  desa ini juga mampu menjadi desa konservatif atau Desa wisata seperti di Bali sana. Yang pasti saya akan kembali lagi untuk seseorang yang kusadari adalah kekasih di masa depanku. " saya mencintaimu Diana. saya akan kembali untuk itu. Lalu berhenti menolakmu lagi! "