Chereads / LoveSick / Chapter 13 - Pria Idaman Arini

Chapter 13 - Pria Idaman Arini

"Lo tau dah jam berapa ini?" Wajah Amor terlihat mengantuk di video call.

"Jam dua pagi," sahut Anya mantap tanpa berdosa telah menganggu.

"So? Kenapa jam segini lo nggak tidur malah video call gue?"

"Gue baru sampe nih ke Jakarta. Belum bisa tidur." Anya terkekeh sambil mengingat moment pertemuannya dengan Pasha.

"Terus kenapa lo belum tidur juga?"

"Gue lagi nenenin..."

"Daddy-nya?" ceplos Anya.

"Sinting lo ya. Abis mabok ganja lo ya?"

Anya tertawa keras di dalam kamarnya, di atas ranjangnya di dekat kopernya yang baru ia bongkar untuk memisahkan beberapa helai pakaian kotornya. Baru dua jam yang lalu ia sampai di Jakarta.

"Gue lagi nenenin Everest. Lagi panas nih." Amor malah curhat sambil menurunkan layar smartphone-nya ke bawah, memperlihatkan Everest yang menempel di payudaranya.

"Duh kasian ya....Tapi Momo nggak ikut panas kan?"

"Untungnya nggak. Lagi dikelonin daddy-nya."

"Syukurlah."

"Lo bawa oleh-oleh buat gue nggak?" tembak Amor tanpa basa-basi.

Anya tertawa lalu beralih merogoh kopernya. Mengambil bungkusan plastik bening berisi kain Kerawang khas Gayo yang ia beli untuk Amor.

"Ada nih buat elo." Anya mengacungkannya, menggoda penglihatan Amor.

"Makasih Anyaaaak!" Mata monolid Amor berbinar-binar menatap bungkusan plastik bening yang dipamerkan Anya padanya.

"Ngomong-omong…Abis pulang kampung lo keliatan bahagia banget deh, Nyak…" terka Amor kemudian tiba-tiba membuat Anya makin berbunga-bunga. Amor melihat Anya seperti wanita yang sedang kasmaran.

"Gue pengen cerita sekarang!" Anya tiba-tiba memekik kegirangan.

"Lo jadian sama Artha?" tukas Amor langsung hingga membuat bola mata Anya terbelalak lebar sempurna.

"Noooo! Enak aja jadian!" Anya memekik kesal. Sungguh tidak bisa menerima tuduhan Amor yang terlalu dini. "Kenapa lo mikir sampe kesana?!"

"Artha post selfie kalian di instagram. Lo pasti udah liat sendiri kan? Which is bikin gue dan orang lain pasti mikir ke arah sana."

Anya tertawa garing mendengar asumsi Amor tentang dirinya dengan Artha.

"Nggak mungkin dong gue sama mutant kemoceng." Anya teringat Artha yang jelas-jelas sedang naksir Arini, rekan satu kubikel di kantornya.

"Gue malah nyesel ngajak dia ke Aceh," tambah Anya kemudian membuat Amor heran plus penasaran dengan pernyataan Anya barusan.

"Lho kenapa? Dia dihajar bokap lo?"

"Nggak Moy. Bokap gue nggak sejahat itu meski gue akui bokap itu garang. Bokap gue cukup ramah kok sama pria ramah lingkungan macam Artha."

"Syukurlah." Amor merasa lega Artha tidak kenapa-kenapa. "Lantas?"

"Ini karena Pasha," ceplos Anya akhirnya menyebut nama pria yang sedang membuat dirinya saat ini mabuk kepayang.

"Pasha Ungu?! Yaelah, Nyaaaak. Laki orang tuh. Anaknya banyak lagi..."

"Hellew....kita bukan lagi ngobrolin Pasha vokalis band itu. Tapi Pasha Iskandar kawan bokap gue."

"Oooo...si Datuk Maringgih itu namanya Pasha Iskandar? Ceritanya dong kayak gimana?" Amor menyahuti dengan wajah geli.

"Enak aja kayak Datuk Maringgih!" timpal Anya tidak terima pria setampan Pasha disamakan dengan tokoh Datuk Maringgih yang sudah uzur.

"Elo sendiri kan yang sebelumnya pernah bilang begitu?" Amor mengingatkan.

"Tapi ternyata dia nggak setua itu, Moy. Dia hanya lebih tua tiga tahun dari gue kok. Dan lo perlu tau Moy, pria ini gantengnya bikin gue pengen jerit-jerit sampek sekarang!" Anya tampak heboh saat menceritakan perihal Pasha.

"Serius lo? Dia ganteng?"

Anya mengangguk keras.

"Gantengan mana sama laki gue?" tembak Amor seolah ingin memastikan kegantengan Jovan tidak akan bisa tersaingi oleh pria mana pun.

"Gantengan Pasha!" pekik Anya sengaja ingin membuat Amor cemburu.

"Noo way!" Amor tertawa keras hingga membuat Jovan yang sedang tertidur dengan Momo di dekapannya menjadi terganggu.

"Dan lo akhirnya suka sama pilihan bokap lo?"

"Dengan sangat menyesal. IYA!" Anya berseru cukup keras sampai suaranya membuat Jovan membuka separuh matanya namun tidur lagi begitu tahu siapa pemilik suara cempreng itu.

"Poor Artha," gumam Amor lirih kemudian bernada prihatin. "Kaya apa sih orangnya? Gue jadi penasaran."

"Bentar ya gue kirim fotonya sekarang juga."

Anya mematikan video call. Dengan segera Anya mengirim penampakan Pasha Iskandar. Setelahnya Anya kembali menyalakan video call.

"Damn! Itu kan Pasha Iskandar temen bisnis laki gue, Nyak!" komentar Amor dengan nada nyaris tak percaya setelah melihat foto Pasha kiriman Anya.

"Dia juga datang kondangan di nikahan gue kan? Gue ingat."

"Yes!"

"Yang nangkep lo pas lo mau kejengkang gara-gara nangkep buket bunga gue."

"Betol!" jawab Anya semangat. "Kok lo ingat semua sih?"

"Ingatlah. Kocak banget sih waktu itu. Jovan ama gue ketawa sampe nangis. Lo nggak ingat kalo Artha yang ketiban paling bawah? Kasian banget lho. Dia sampe sakit pinggang setelahnya."

"Ah...masa sih?" Anya mencoba mengingat-ingat peran Artha saat itu.

Masa sih dia ada?

"By the way, masih gantengan daddy Jovan." Amor mengarahkan layar smartphone-nya ke arah suaminya yang sedang tidur dengan bibir sedikit terbuka bersebelahan dengan Momo kembarannya Everest.

"See...tidur bibir nganga gitu aja tetep ganteng," Amor menunjukan betapa menakjubkannya sang suami meski dalam posisi seperti itu.

"Ya...ya...yang nggak mau kesaing ama gue." Anya memutar bola mata besarnya.

"Iuuh...." Amor membalasnya dengan wajah jenaka. "Trus kapan lo mau dilamar sama Pasha KW?"

"Pasha Iskandar, Mooooy."

"Iya Pashaaaa! Jadi kapan?"

"Belom tahu."

"Lho? Bukannya kalian dijodohkan?"

"Lagi penjajakan dulu. Kalo gue sama dia cocok, baru lanjut."

"Ooh...kirain lo mau langsung dinikahkan. Sampai segitu paniknya seret-seret Artha ke Aceh segala...."

"Iya gue akui gue konyol banget kemaren. Abis gue udah parno duluan." Anya meringis malu.

"Gue doain deh secepatnya kalian berdua nyusul gue nikah."

"Aamiin!" Anya mengamini dengan lantang.

"Gue mau bobok ya Nyak. Everest dah bobo nih."

"Ok...bye mommy. See you."

Anya mematikan ponselnya, lalu hening. Hanya terdengar suara detak demi detak jam di dinding kamarnya. Kembali menatap layar ponselnya, Anya tersenyum. Menbaca chat terakhirnya dengan Pasha empat jam yang lalu.

< Tunggu aku di Jakarta >

●●●

Ting.

Pasha: Lunch?

Anya langsung meletakan pekerjaannya, membaca chat dari Pasha.

Pasha: Aku sudah di Jakarta.

Anya mengetik balasan secepat mungkin.

Anya: Jemput jam berapa?

Pasha: Satu jam lagi, gimana?

Anya: Ok.

Anya langsung membongkar pouch make-up-nya. Mengambil bedak dan lipstiknya. Satu jam lagi Pasha akan menjemputnya. Sebelum itu ia harus menambahkan bedak di wajahnya dan memoles kembali bibirnya dengan lipstik merahnya.

"Kak Anya kayaknya lagi bahagia banget ya?" Arini menyapanya, ingin tahu mengapa Anya begitu gembira sejak kembali masuk kerja dua hari yang lalu.

Anya hanya tersenyum lebar sambil merapikan bedaknya untuk yang kedua kalinya. Tapi dalam benaknya ia teringat akan ada bahaya yang mengintai jika Arini sampai tahu apalagi bertemu dengan Pasha. Pesona kuat Arini bisa dibilang sangat mengancam. Kalau Pasha tiba-tiba malah beralih naksir Arini bagaimana? Anya jadi teringat akan janjinya pada Artha. Pokoknya Artha harus secepatnya dicomblangkan dengan Arini.

"Lagi kasmaran ya kak?" Arini kali ini menebaknya dengan sok tahu sambil menopang dagunya.

"Kata siapa?" Anya mengalihkan.

"Kata aku dong kak." Arini beralasan. "Keliatan beda aja kalo cewek lagi kasmaran," tukasnya.

"Masa sih? Emang keliatan dari mana?"

"Muka kakak bersinar."

"Glowing maksud lo?"

"Nggak glowing gitu kak. Keliatan berseri-seri maksud aku. Hati yang sedang berbahagia pasti akan terpancar hingga ke wajah. Kayak wajah kak Anya sekarang ini."

"Sok tau deh," Anya menimpali. Kemudian ia teringat akan kesepakatannya pada Artha setelah pulang dari Aceh.

"Dek...lo udah punya cowok belum sih?" Anya bertanya dengan nada ingin tahu.

Jujur Arini itu cantik sekali dan punya deretan penggemar yang bakal siap jatuh bangun untuknya . Namun hingga saat ini, Anya tidak pernah mendengar Arini berhubungan secara normal dengan laki-laki.

Satu-satunya lelaki yang ia bangga-banggakan dan ia sebut berkali-kali dalam kesehariannya hanya satu.

"Bukannya aku dulu udah pernah cerita ke kak Anya kalo aku ini tunangannya Sehun?" Arini menyebut nama Sehun EXO idolanya dengan serius.

"Astaga dek, Gue serius lho nanyanya."

Arini tertawa karena Anya tampak gemas pada jawabannya.

"Serius kak." Arini memperlihatkan gambar editan yang ia jadikan wallpaper ponselnya. Dirinya dan Sehun yang sedang bergandengan.

"Gue beneran serius nanya dek."

"Aku jomblo udah lama kak," aku Arini cukup mengejutkan.

Bagaimana bisa ada cewek sekece Arini menganggur pacaran cukup lama? Arini adalah tipe wanita yang membuat semua mata pria mengarah kepadanya. Anya geleng-geleng kepala. Jangan-jangan Arini punya kriteria pria idaman yang terlalu rumit. Ganteng saja tidak cukup.

"Kriteria pria idaman lo kaya apa sih sebenarnya?" Mendadak Anya jadi penasaran lalu bertanya.

Arini memejamkan kedua matanya seolah sedang mengingat-ingat. Anya menunggunya dengan sabar hingga gadis berparas bak dewi itu menjawab.

"Yang penting jangan over protektif," Arini akhirnya menjawab.

"Cuma itu?"

"Jangan posesif juga," Arini menambahkan.

"Hah? Itu doang? Standart banget ya ternyata tipe calon pacar lo dek."

"Iya, kak. Tapi ada satu point lagi yang penting kak."

"Ganteng, tajir, smart?"

Arini tertawa sambil menutup bibirnya dengan kedua tangannya.

"Bukan itu kak." Kali ini suara Arini kali ini terdengar lebih manja.

"Kalo bukan harus ganteng atau tajir. Harus apa dong?"

"Point terpenting, selain dia harus bertanggungjawab dan baik, dia harus lucu kak."

"Lucu kayak Pikachu apa kayak Sungokong?"

"Iiiih kak Anyaaa. Bukan yang kaya gitu."

"Lantas yang kayak gimana dong?"

"Yang bisa bikin aku tertawa setiap hari."

Mendengar jawaban Arini yang terakhir, Anya seolah menemukan titik terang.

Cocok! Artha yang suka melucu walau kadang garing itu bakal dengan mudah diterima oleh Arini.

"Mau gue kenalin sama seseorang?" Anya makin mendekat ke tempat Arini duduk. Kedua alisnya ia gerak-gerakan ke atas. Arini makin menatapnya serius dengan bola mata bulat jernihnya.

"Sama siapa kak?"

"Temen gue. Namanya Artha, orangnya lucu. Saking lucunya, gue yakin dulu pas dia lahir pasti nggak langsung nangis. Tapi langsung ngelawak."