Keesokan harinya di panggung utama, band kampus sedang menghibur para pengunjung. Satu persatu orang bertepuk tangan saat mereka selesai bernyanyi. Memang bukan konser yang besar, tetapi kegembiraan kadang bisa datang dari hal-hal yang kecil.
Cuaca yang terik tidak menjadi halangan para penonton. Mereka rela berpanas-panasan demi menikmati alunan musik yang merdu dan syahdu itu.
Didepan panggung, Raina menikmati penampilan anak-anak muda tersebut. Alvaro tak kunjung datang karena hari ini ia ada urusan dengan Caithlin, mereka harus menemui para donatur yang turut memberikan sumbangan dana untuk kegiatan komunitas mereka. Untuk urusan seperti ini, Caithlin memang selalu mengajak Alvaro. Bukan kebetulan saja, namun ada maksud tersendiri dibalik semua itu. Dia ingin berduaan bersama Alvaro.
...
Ditengah keramaian, tiba-tiba terdengar suara pria dari arah kejauhan yang datang ke arah Raina.
"Hai," suara itu terdengar lembut menyapa telinga Raina.
Ia membalikkan badan, dilihatnya sejenak, ternyata suara pria itu adalah Nichol. Lalu , ia mempersilahkan Nichol duduk disebelahnya. Mereka tampak seperti pasangan ABG yang sedang PDKT. Masih sedikit malu-malu dan salah tingkah.
"Kenapa sendirian? Temanmu yang kemarin?" tanya Nichol.
" Ohh, Alvaro. Kebetulan dia ada acara komunitas jadi nggak bisa temanin aku dulu".
jawab Raina.
Sejak pertemuan pertama mereka,Nichol sudah menyimpan sesuatu. Hal yang memaksanya untuk selalu ingin bertemu dengan Raina. Sebagai lelaki, Alvaro memberikan isyarat kalau dia memiliki ketertarikan tersendiri pada Raina.
Sepertinya Raina juga mengetahui bahwa Nichol tertarik kepadanya. Karena seperti wanita pada umumnya, sebenarnya perempuan lebih tahu apa yang dirasakan lelaki.
Mungkin selama ini Nichol terlalu jauh mengasingkan diri dari perempuan. Namun, pertemuannya dengan Raina membukakan pintu hatinya untuk memberikan celah agar Raina masuk ke dalam kehidupannya.
" Kamu mikir apa?" Raina melambaikan tangan ke Nichol.
" Mikir.... apa ya. Ah, nggak apa-apa." Mukanya dipenuhi rasa malu. Betapa bodohnya dia menatap mata Raina sedangkan perempuan itu hanya senyum dan pamit meninggalkannya pergi.
" Aku balik duluan, ya."
" Oh, iya." ujar Nichol sambil melambaikan tangannya ke Raina.
Hari pun berlalu. Seharian ini Raina tidak bertemu sama sekali dengan Alvaro. Akan tetapi ia sangat senang bisa bertemu dan ngobrol dengan Nichol, meski lebih banyak diam.
Sebenarnya, banyak hal yang ingin ia ceritakan pada sahabatnya itu tentang Nichol. Tetapi kesempatan itu seolah sulit baginya. Padahal ia bisa bertemu kapan saja dengan Alvaro. Saat ia ingin bercerita tentang Nichol, seolah-olah semua terhalangi oleh sesuatu. Entahlah, mungkin saja momennya yang kurang tepat.
Alvaro pernah menasihati perempuan itu agar hatinya tidak merasa hancur karena perihal lelaki. " Rain, kamu sudah dewasa. Seharusnya kamu sudah harus bisa menentukan pilihanmu sendiri. Kamu bukan anak SMA lagi Rain. Sudah saatnya kamu memilih pasangan yang tepat untuk masa depanmu nanti. Lelaki yang dengan tulus mencintaimu. Lelaki yang kelak nanti akan menjadi ayah dari anak-anakmu. Lelaki yang mau menerimamu seutuhnya tanpa memandang apapun bahkan sampai kamu menua nanti ia setia menemanimu." Raina tersenyum dan tersentuh dengan perkataan Alvaro, sahabatnya itu.
" Aku merasa beruntung memiliki sahabat seperti kamu, Alvaro. Sahabat yang sangat tulus dan mau menemaniku dikala suka maupun duka. Begitu besar perhatian yang kamu berikan kepadaku. Aku bahkan tidak pernah menyangka akan bertemu denganmu didunia ini. Semuanya terasa indah ketika kamu muncul di hidupku".
Sering kali perempuan itu bersedih juga patah hati. Alvaro lah yang selalu menyediakan bahunya untuk Raina.
Raina menutup gorden jendelanya. Ia senang semua ingatan itu seolah kembali menyadarkannya bahwa memang Alvaro bukanlah orang yang biasa baginya, namun sangat spesial. Lelaki yang sudah mengetahui banyak rahasianya juga penguat saat ia merasa lemah.
Ia tidak pernah sadar, betapa susahnya Alvaro membuat raut wajahnya yang senang dihadapan Raina dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
" Jangan takut Rain, aku akan selalu ada untukmu." Itulah bisikannya yang masih melekat di telinga Raina.
...
" Gimana kemarin, seru nggak kencannya?" Raina bertanya kepada Alvaro.
" Hah, kencan apaan? Aku nggak lagi kencan sama siapa-siapa."
" Sama Caithlin lah."
" Nggak usah ngarang deh Raina!"
" Wkwkwk... abisnya kalian kelihatan cocok sih!"
" Eh, ada siapa sih kok wajahnya lebih bahagia gitu?" Alvaro mengalihkan pembicaraan.
" Cerita nggak, ya?" ujar Raina.
" Ya udah, aku nggak tertarik juga kok." jawab Alvaro.
" Emang dasar kamu itu ya. Kalau gitu terus sama perempuan, kapan punya pacarnya." ujar Raina.
Alvaro hanya terdiam sambil menatap mata Raina.
" Jadi, kamu mau dengarin aku cerita nggak nih ?" kata Raina.
" Yaudah, duduk sini. Aku dengerin. Emangnya kamu mau cerita apa?" jawab Alvaro.
" Aku jatuh cinta lagi," ucap Raina sambil tersipu malu.
" Ja-tuh cin-ta la-gi?" Alvaro merasa belum percaya.
" Iya," jawab Raina.
" Emangnya sama siapa?" tanya Alvaro.
" Sama orang yang bertemu aku di gedung seni waktu itu. Namanya Nichol," jawab Raina.
" Ooo... ya udah, terus sekarang gimana? jawab Alvaro.
" Ih... cuma gitu doang ? Kamu itu bisa ga bisa semangat dikit apa responnya. Nyebelin..."
ucap Raina.
" Iya iya Raina. Sekarang gimana? Udah jadian? tanya Alvaro.
" Belum sih. Kita jalani dulu aja. Tapi aku sudah tahu kalau dia tertarik kepadaku," jawab Raina.
" Ya sudah, semoga kamu cepat jadian ya Rain."
" Amin" jawab Raina.