Hujan jatuh berkali-lali. Beberapa orang terlihat berdiri di teras gedung fakultas. Raina dan teman-temannya tampak sedang menari di gedung kesenian yang berada di sebelah kanan gerbang masuk fakultas. Selain mereka yang menari, ada juga yang sekedar menunggu hujan reda, duduk berdua dengan kekasihnya, juga bercerita di kantin gedung.
Dari gerbang terlihat lelaki dengan motor antiknya. Ia terlilat bergegas dan berjalan menuju ke arah gedung kesenian. Wajahnya terlihat lebih rapi dari kemarin saat ia datang ke festival kesenian. Kedatangannya ditengah hujan menarik perhatian beberapa perempuan yang sedang menari.
Ia sengaja memilih untuk berteduh sejenak di gedung itu. Ia tidak mungkin pulang dikala hujan lebat seperti itu. Setidaknya untuk menghindari omelan ibunya jika saja ia nekat melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya.
Dalam riuhnya suara hujan, mata Nichol tertuju pada sosok perempuan yang ia temui sewaktu itu. Ia adalah Raina.
" Dia" ujar Nichol.
Nichol berniat untuk menghampiri Raina waktu itu. Namun, ia mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin mengganggu gadis yang tengah sibuk latihan itu.
" Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Raina membuyarkan pandangan Nichol. Lelaki itu mendadak mati gaya.
" Saya Nichol, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya" ujar Nichol sambil mengulurkan tangannya pada Raina.
" Hah, dimana ya ?" Raina tampak bingung.
" Disudut itu " Nichol menunjukkan lokasi tempat mereka bertemu kepada Raina.
Raina mencoba mengembalikan ingatannya. Namun ia tidak berhasil mengingat apa-apa.
" Aku orang yang kamu tabrak kala itu" ujar Nichol.
" Oh iya. Maaf-maaf aku nggak sengaja menabrak kamu."
" Nggak apa-apa, tapi kamu belum kasih tau sesuatu. ujar Nichol.
" Apa?"
" Kamu kan belum kasih tau nama kamu ke aku" ujar Nichol.
" Oh... hehehe. Nama aku Raina" jawab Raina sambil tersenyum manis.
Perlahan-lahan, hujan pun mulai reda.
" Raina, hujannya udah berhenti nih. Kamu butuh tumpangan nggak?" Nichol menawarkan tumpangan pada Raina.
" Nggak usah tidak apa-apa. Aku sudah dijemput ayahku." jawab Raina.
" Ya sudah kalau begitu, aku kembali dulu ya." ujar Nichol.
Nichol pun akhirnya pergi meninggalkan Raina.
...
Langit tampak lebih cerah setelah hujan usai. Meskipun bias gerimis masih saja turun.
Alvaro datang dari arah kejauhan menuju ke arah Raina.
" Raina?" ucap Alvaro.
" Eh kamu, ngagetin aja. Sejak kapan kamu ada disini?"
"Barusan. Lihat apaan sih?" ujar Alvaro.
" Nggak ada apa-apa kok." jawab Raina.
" Kamu lapar?" ujar Raina.
" Iya, makan mie pangsit,yuk!" Alvaro sudah menebak, makanan apa lagi yang akan diminta Raina kalau sedang hujan gini selain mie pangsit.
" Yuk!" ajak Alvaro.
Raina berjalan dibawah gerimis, tangannya terlihat menggenggam tangan Alvaro. Lelaki itu hanya diam. Raina percaya jika bersama Alvaro , ia akan merasa aman.
Langit mulai cerah kembali. Awan-awan sudah tidak gelap lagi. Dimeja nomor dua Raina dan Alvaro duduk sambil menikmati lezatnya mi pangsit yang sangat menggoda.
" Nih, makan kok belepotan sih" Alvaro mengulurkan tisu pada Raina.
" Hehe... makasih Al" Raina mengusap bibirnya yang basah.
...
Malam hari di rumah Nichol...
" Bang, abang masih mau manjat tebing lagi ? Abang nggak kasihan sama Ibu? Ia khawatir loh bang. Disaat abang pergi, Ibu selalu memikirkan abang." Ucap Tiara disebelah Nichol.
" Ibu pernah bilang, ia nggak mau Abang kenapa-kenapa". " Bang, abang jangan sering-sering pergi jauh meninggalkan rumah kita. Ibu sudah semakin renta, bagaimana kalau terjadi apa-apa sama Ibu? Saat ini hanya Ibu yang kita punya bang. Ayah sudah tiada. Aku tidak mau sampai kehilangan Ibu, bang." Ujar Tiara, adik kesayangannya itu.
Nichol hanya diam. Ia masih mencari kata yang tepat untuk menyampaikan maksudnya pada adiknya itu.
Ia tampak menikmati malam. Memikirkan perempuan yang ia temui di gedung kesenian itu. Perasaan perlahan mulai muncul dari dalam dirinya. Ia mencoba meyakinkan diri bahwa ia sedang tidak jatuh cinta pada pandangan pertama.
" Haruskah secepat ini aku menggantimu dengan cinta yang baru?" bisiknya.
Lalu, tiba-tiba Ibunya datang dari dapur " Nak, sudah larut malam. Tidurlah."
Diluar, keadaan sedang gerimis. Rintik-rintiknya seolah berirama dibalik jendela. Ibunya menatap Nichol dan membiarkan anak laki-lakinya itu beristirahat.