"Tuan memang hebat~"
Azure berhasil menyelesaikan masalah kecil itu dengan mudah.
Sebagai seseorang yang jarang dipuji, pujian Peri kecil membuatnya besar kepala.
"Itu bukan apa-apa! Ha ha ha!"
Saking senangnya tawa Azure sampai menggema keras. Mulut reptilnya dia buka lebar-lebar karena pencapaian kecil yang dia dapatkan.
Masalah kecil sudah selesai. Meskipun begitu Azure memilih untuk melepaskan sekawanan Inhuma Serigala itu. Memunculkan kemungkinan kalau mereka akan kembali lagi dengan bala bantuan nanti.
"Yahh, yang berlalu biarlah berlalu. Apa yang akan terjadi nanti dipikirkan nanti."
Azure yang sedang berada dalam renungannya meraskan ada langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Pe – permisi..."
Itu adalah bocah kecil yang dikejar-kejar oleh sekawanan Inhuma Serigala sebelumnya. Azure sempat lupa dengan keberadaan bocah itu karena dia terus diam sepanjang waktu.
Sekarang bocah itu mencoba mendekati Azure. Ketika Azure melihat kepadanya, bocah itu dengan cepat menunduk dan berlutut di depan Azure.
"Apa yang kau lakukan, bocah?"
Azure tanpa sadar mengeluarkan suara besar yang membuat takut bocah itu.
"M – m – maa – maafkan saya, Wahai Sosok Yang Agung."
'Lagi-lagi panggilan itu? Apa mereka semua NPC yang udah diprogram untuk memanggilku begitu?'
Azure sama sekali gak punya ide kenapa setiap makhluk yang bisa berbicara dengannya memanggilnya dengan panggilan itu.
Namun yang lebih penting lagi, adalah keberadaan bocah itu yang sebelumnya dikejar-kejar oleh sekawanan Inhuma Serigala.
"Kau tak perlu takut. Kalau keberadaanmu bukanlah sebuah ancaman bagiku, aku takkan melakukan hal yang macam-macam padamu."
'Anjay, kok karakter ini kedengarannya keren banget!'
Azure sendiri yang menciptakan karakter dari sosok yang besar. Ketika dia sudah mahir melakukannya – seperti dialah pencipta dan dialah aktor utama dari ceritanya sendiri – membuat hatinya sangat senang.
Ngomong-ngomong, meskipun Azure sudah menyarankan untuk tidak takut, bocah di depannya tetap gemetaran di hadapannya.
"Maafkan saya, Wahai Sosok Yang Agung. Makhluk kecil seperti saya tak bisa tak merasa takut dengan perasaan marah yang anda keluarkan itu."
"Marah, aku?"
Azure sama sekali tak bisa mengerti apa maksud mengenai kalau dia sedang marah sekarang.
'Aku memang masih marah dengan apa yang terjadi dengan diriku sekarang. Tapi aku gak punya alasan untuk marah ke bocah yang tak berdosa ini.'
Ketika dia bingung mengenai hal yang terjadi di dunia itu, seseorang yang bisa membantunya tentu saja hanya satu, 'Grand Order, jelaskan padaku apa maksud dari bocah ini?'
[Jawaban : Aura Mana, adalah sebuah energi yang dipancarkan oleh sesosok makhluk yang berasal dari mana dalam dirinya. Aura Mana dikeluarkan tergantung oleh kondisi perasaan dari makhluk tersebut]
'Aura mana? Apa aku sedang mengeluarkan hal itu sekarang?'
[Jawaban : Aura Mana dikendalikan oleh makhluk itu sendiri. Baik besar maupun kecil energi yang dikeluarkan]
'Tunggu, apa itu artinya aku secara gak sengaja mengeluarkan hal seperti itu sekarang?'
Pertanyaan itu Azure tanyakan ke dirinya sendiri.
Sebuah kesimpulan setelah mendengarkan penjelasan dari guru Grand Order mengatakan, Aura Mana seperti suara dari sebuah mesin. Kalau pengguna mesin itu mengendalikan mesin itu sehingga tidak bersuara, maka mesin itu takkan mengganggu orang lain. Tetapi kalau mesin itu sedang rusak dan mengganggu pendengaran orang lain, maka tentu saja itu salah dari penggunanya karena tak memerhatikan mesin tersebut.
'Baiklah, kalau begitu, bagaimana caranya aku menghilangkan Aura Mana yang keluar dari diriku?'
[Saran : Apakah anda benar-benar akan menghilangkan Aura Mana anda?]
'Kenapa kau harus menambahkan 'benar-benar' dalam pertanyaanmu? Lakukan saja apa yang kukatakan.'
[Saran : Kalau begitu ucapkan mantra berikut untuk menghilangkan keberadaan Aura Mana anda. [High Order – Secret Move: Omit Existence]]
"[High Order – Secret Move: Omit Existence]"
Sesaat setelah Azure mengucapkan mantra yang disarankan, tubuhnya terasa lebih ringan dari sebelumnya.
Bocah yang berlutut di depannya juga sangat terkejut dengan perubahan suasana yang terjadi.
"Kenapa kau terlihat terkejut seperti itu?"
Bocah itu sebelumnya seperti kehilangan Azure untuk sesaat. Seperti Azure tiba-tiba menghilang entah kemana.
Azure tak mempermasalahkan hal kecil itu dan pergi duduk di salah satu akar pohon besar, "Ngomong-ngomong, bisa kau beritahu namamu?"
Bocah itu sesaat merasa tak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia bengong selama beberapa detik sebelum Azure memanggilnya lagi.
"Hei, kau mendengarku?"
"Ah! Maafkan saya, Wahai Sosok Yang Agung! Sebuah kehormatan yang sangat besar untuk memberitahu nama saya. Tapi apa anda yakin ingin mengetahui nama dari makhluk yang hina ini?"
Azure sebelumnya adalah manusia yang hidup di sebuah peradaban yang sangat berbeda dengan dunianya sekarang. Jadi dia cukup bingung bagaimana menanggapi sebuah kata 'hina' yang jarang dipakai di dunianya untuk mendeskripsikan diri sendiri.
Tetapi kalau ditanya alasannya kenapa Azure ingin mengetahui namanya, tentu saja alasannya sangat sederhana, "Kalau kau tak memberitahu namamu, bagaimana aku harus memanggilmu?"
Azure hanya menanyakan hal yang sangat sederhana. Sebuah nama. Tetapi bocah di depannya malah menatapnya dengan tatapan terharu. Satu tetes air mata bahkan jatuh dari mata ke pipinya.
Di saat seperti itu Azure menyadari suatu hal.
'Tunggu, bukannya ini terdengar kaya, pelecehan?!'
Ditambah korban Azure adalah seorang bocah yang mungkin belum genap berumur dua belas.
Gawat. Menjadi satu kata yang muncul di pikiran Azure dan membuatnya dengan segera bangkit.
"Maafkan aku, kau tak perlu memberitahu namamu kalau kau tak mau."
Si bocah mengusap air matanya. Dengan niat yang dimantapkan dia bersuara lagi.
"Saya akan menerima penawaran itu, Wahai Sosok Yang Agung."
Akhirnya si bocah tak ragu pada Azure.
'Tapi entah kenapa, untuk seukuran bocah kaya dia sikapnya seperti seorang yang udah cukup dewasa.'
Azure mengesampingkan rasa penasarannya dan fokus ke bocah yang ingin mengenalkan namanya.
"Sejak lahir saya tak diberikan nama oleh seorang yang melahirkan saya. Tetapi seorang tua yang saya kenal memanggil saya dengan panggilan, Perlyn."
"Perlyn?"
Tanpa sadar Azure membuka mulutnya.
"Saya diberitahu kalau nama itu merupakan persamaan dari benda berharga yang terkubur di lautan."
Perlyn, Perlyn, Azure mengulangi satu nama itu dan mengorek informasi yang berkaitan dengan deskripsi yang diberitahu, sampai dia menyadari sumber yang berasal dari dunianya.
"Ah, Pearl. Itu adalah sebuah bola berukuran kelereng yang bisa kau ambil dari kerang tertentu. Aku lupa sih kerang apa yang memproduksi Mutiara."
Perlyn menatap melongo ke Azure.
Azure bisa merasakan rasa kagum yang berasal dari tatapan Perlyn.
Mutiara, Perlyn, nama itu memang sedikit cocok dengan penampilan orangnya. Sebuah sayap hitam indah mungil di pinggang. Dua tangan yang kulitnya memiliki unsur emas yang mengeluarkan debu emas entah bagaimana. Ditambah wajah cantik dengan rambut hitam mengkilap pendek.
Setelah mengamati Perlyn dengan seksama Azure akhirnya menyadari kalau, 'Ini bocah, dia perempuan?!'.