Chereads / asam manis cinta remaja / Chapter 5 - berdua dengannya

Chapter 5 - berdua dengannya

"Lu jahat banget sih jadi cowok, Dia itu pingsan gara-gara lu. Coba kalau dia nggak ikut olahraga karena cuma ingin deketin lu, pasti dia nggak bakalan kayak gini.." omel Siska.

"Yang suka sama gue siapa? Dia atau gue, yang suka sama gue kan dia, bukan gue." jawab Alex dingin.

Siska pun mulai menggeram. Ya...dia harus sadar siapa lawan bicaranya ini. Pemuda cerdas berhati batu, Tuan Alex Guanna Freedy.

"Sekali lagi gue nggak mau tahu, lu harus anterin Laura pulang! Titik!" sewot Siska dengan kesal.

"Ogah" sahut Alex.

"Astaghfirullah.. lu beneran nggak punya hati ya Lex. Se-enggaknya buat senang dia dikit kek...Ya Allah Ya Robbi. Anak orang mau mati gara-gara lu, tau.." omel Siska dengan manyun-manyun.

Alex menatap Siska sedikit jengah, kenapa jadi dirinya yang harus repot seperti ini sih? Laura pingsan juga bukan karena dirinya.

"Iya iya gue anterin pulang dia nanti" serah Alex menyerah, ia malas jika berdebat lama-lama, apalagi sama yang namanya PEREMPUAN, 5 jam ngoceh pasti di jabanin oleh spesies satu itu.

Spesies yang sampai sekarang tak dipahami oleh kaum Adam.

"Gitu kek, dari tadi napa. Buat bikin tenaga gue habis aja.." serah Siska merapikan baju olahraganya yang berantakan.

Siska melangkah ke arah pintu UKS.

"Lu mau kemana?" tanya Alex, menghentikan langkah Siska.

Siska membalikkan badannya.

"Masuk kelas lah. Gue ada pelajaran kelas Bu Arni" jawab Siska.

"Lu nggak nungguin temen lu kah?" tanya Alex yang merasa bingung.

"Gue? Ya jelas lu lah. Kenapa harus gue coba? kan lu yang pelakunya dan tersangka" cetus Siska.

Alex langsung mematung. Kenapa jadi dia lagi yang kena sasarannya.

"Titip temen gue ya, bye.." ucap Siska

Belum sempat Alex mengeluarkan suara lagi, Siska sudah hilang dibalik pintu tersebut. Alex mendesis kesal, mengacak-acak rambutnya sedikit frustasi. Ia kenapa harus terjebak di UKS dan menunggu gadis aneh itu.

"Ini ponsel kamu, saya sudah selesai menghubungi mereka" ucap Dokter Roy yang kembali muncul, menyerahkan ponsel Alex.

"Iya.. Dok, makasih banyak" sahut Alex menerima ponsel itu.

"Saya sebentar lagi harus ke rumah sakit, kamu jagain teman kamu disini dulu ya, sampai ada petugas PMR datang lagi. Mereka mungkin sedang istirahat sebentar" jelas Dokter Roy sembari melirik jam tangannya.

Alex menganggukkan kepalanya dengan kaku dan pasrah.

"I..iya dok" jawab Alex

"Kalau dia sudah sadar kasih minum yang hangat, terus ambil saja di-dispenser di belakang etalase. Jangan perbolehkan dia berjalan dulu. Tunggu sampai pusingnya hilang" ucap dokter Roy.

"Iya Dok" jawab Alex lagi.

Dokter Roy menepuk bahu Alex, kemudian berjalan keluar dari ruang UKS, meninggalkan Alex sendirian dengan gadis yang masih terbaring lemah di salah satu kabin.

Alex menghela nafas berat, kesunyian di ruangan ini seperti sedang meledeknya dan membunuhnya pelan-pelan. Alex pun mencoba mencari kesibukan, ia mendekati beberapa lemari kecil berisi-kan buku tebal, pengetahuan tentang pertolongan pertama dan buku anatomi.

Alex iseng-iseng membuka dan membacanya, semakin lama ia tambah tertarik dan tenggelam ke dunianya sendiri.

****

Alex melirik jam tangannya, hampir 30 menit gadis itu pingsan dan masih belum sadar. Alex menutup buku yang dibacanya tadi, mengembalikan-nya ke tempat semula, kemudian berjalan ke arah kabin Laura.

Alex pun membuka tirai-nya, mendapati gadis itu sudah membuka mata dengan tatapan kosong dan masker oksigen yang dilepas. Alex terdiam sebentar, bingung harus berkata apa. Atau berbuat apa saat ini. Alex berfikir dan mencoba tetap tenang.

"Lu udah nggak apa-apa?" tanya Alex mendekati Laura.

Laura menggerakkan kepalanya, menatap Alex sedikit terkejut, detik berikutnya dua sudut bibirnya pun terangkat, membentuk senyum kecil.

"Gue nggak apa-apa kok, cuma masih sedikit pusing aja. Lu yang jagain gue dari tadi?" jawab dan tanya Laura.

Alex curiga gadis ini beneran pingsan apa tidak tadi? Mendengar betapa semangatnya ia sekarang bicara, tapi melihat bibirnya yang masih pucat, Alex pun tak berani lebih suudzon.

"Alex jawab, lu yang tolongin gue?" tanyanya lagi.

"Hmm" deham Alex singkat.

"Lu bopong gue dari lapangan kesini?" tanya Laura lagi penuh penasaran.

"Nggak, tapi gue seret dari lapangan ke UKS" jawab Alex.

"Ihh Alex, jahat banget sih lu. Tapi gue nggak percaya, lu pasti bopong gue tadi. Iya kan?" tanya Laura sambil manyun-manyun.

"Lu beneran sakit? atau pura-pura?" sinis Alex heran.

"Beneran kok, kepala gue masih pusing. Tapi karena ada lu, gue nyoba nggak sakit lagi" jawab Laura menunjukkan senyum di bibir pucatnya itu.

Alex menghela nafas berat, gadis macam apa sebenarnya Laura ini? Alex benar-benar tidak tahu.

"Lex, gue boleh minta tolong?" ucap Laura.

"Apa?" sahut Alex dingin.

"Haus, minta beliin lemon-tea yang dingin.."

"Lu nggak waras? lu itu lagi sakit, baru aja sadar, malah langsung minta lemon-tea" sahut Alex.

Laura mengerjapkan kedua matanya sangat tak percaya, untuk pertama kali Alex berbicara kepadanya lebih dari 8 kata.

"Waahh, keren, terharu gue" ucap Laura lagi.

"Apaan?" tanya Alex yang tak mengerti maksud Laura.

"Lu ternyata perhatian sama gue, lu khawatir ya sama kondisi gue? ya ampun Alex so sweet banget sih lu. Hehehe.." ucap Laura yang malu-malu kucing.

"Allahuakbar. Nyebut gue.."

Alex segera membalikkan badannya, ia tak ingin berlama-lama di dekat gadis itu atau dirinya bisa tertular jadi gila. Alex pun melangkah keluar dari bilik Laura.

"Alex mau kemana lu? jangan tinggalin Laura sendiri.."

"Alex jangan tinggalin gue"

"Alex..."

Sreeekk

Tirai bilik Laura terbuka lagi, muncul seseorang pria yang di dambakannya dengan wajah suntuk dan kedua matanya berkobaran api neraka. Laura tidak peduli dengan tatapan Alex, ia tersenyum bahagia karena Alex masih ada untuknya.

"Nih minum" suruh Alex menyerahkan air putih.

"Bantuin Lex, tubuh gue masih lemas" rengek Laura.

"Nyusahin banget sih.." desis Alex tambah kesal.

Alex lebih mendekat, membantu Laura agar bisa minum. Setelah itu, Alex meletakkan gelas di meja kecil samping kasur Laura.

"Alex tambah romantis banget, gue jadi tambah suka" ucap Laura dengan malu-malu.

Alex menggeleng-gelengkan kepala. Memantulkan setiap ucapan Laura agar tidak masuk ke dalam telinganya. Ia takut menjadi virus Corona yang mematikan.

"Alex, gue suka sama lu"

"Alex gue cinta sama lu"

"Alex dengar nggak sih??"

"Alex..."

Alex pun tidak menganggap apapun yang Laura katakan itu. Alex cuma duduk disampingnya sambil me-mainkan hp nya itu, daripada ia tambah kesal atas perilaku Laura yang mungkin kekurangan obat.. Alex pernah berpikir apakah Laura adalah bekas pasien Rumah Sakit Jiwa yang keluar berada didekatnya.