Chereads / asam manis cinta remaja / Chapter 4 - pingsan

Chapter 4 - pingsan

Siska pun berjalan diatas rerumputan hijau dengan dua gelas minuman ditangannya itu. Tadi, Laura menyuruhnya untuk membelikan minuman dingin di kantin. Siska menatap teman temannya yang sedang berkumpul ditengah lapangan dekat tiang basket.

"Laura mana?" tanya Siska ke siapapun yang menjawabnya.

"Tuh.." tunjuk seluruh siswi ke pinggir lapangan yang dimana ada dua orang yang sedang berlari pagi.

Siska menggerakkan kepalanya ke arah telunjuk teman temannya itu.

Srupptt.. Minuman yang baru masuk di mulut Siska langsung tersembur begitu saja.

"Apa yang dilakukan tuh anak?"teriak Siska kaget setengah mati.

"Temen lu itu beneran nggak waras sis.. Masak dia ke Pak Harto minta ikut mata pelajarannya. Nyari mati tuh anak.. Terus dia dihukum gara-gara neriakin nama Alex" suara dari salah satu temannya

"Dia emang sudah nggak waras" cerca beberapa gadis lain sambil geleng-geleng.

Siska gelagapan, ia melemparkan gelas minuman ditangannya kemana saja dan berlari untuk mengejar sahabatnya itu.

"Sis mau kemana lu?" teriak teman-teman Siska yang semakin heran.

Siska tidak memperdulikan teriakan teman temannya. Ia semakin berlari cepat, ia harus menghentikan Laura atau gadis itu bisa-bisa bakalan pingsan, kalau mati gimana? kan nggak lucu..

"Laura berhenti!!"

"Laura berhenti!!"

****

Alex memperlambat larinya, teriakan Siska yang cukup keras sedikit mengganggunya. Alex pun mengerutkan keningnya, ia tak lagi mendengar suara kicauan Laura yang sedari tadi mendengung saling berpantulan antara bumi dan langit yang sampai di gendang telinga Alex.

"Astaghfirullah" kaget Alex baru saja ia memikirkan gadis itu, sekarang sudah muncul aja disampingnya dengan napas ngos-ngosan.

"Lex.. Alex.. tu.. tungguin gu..e" pinta Laura sambil tersenggal-senggal, napasnya hampir habis sekitar 35%.

Alex memperhatikan wajah Laura yang menjadi pucat dan keringat di sekujur tubuhnya.

"Lex.. Alex....ja.... jangan...la.ri.. kencang-kencang ya" ucap Laura lagi dengan senyum yang masih ada diwajahnya.

"In..ini.. udah.. pu.. putaran yang..ke..keberapa?" tanya Laura mulai kehabisan energi.

"6" jawab Alex singkat.

Laura merasakan dadanya sakit sekali, kepalanya pun memberat dan sakit.

"Laura nggak kuat la.. lagi"

"Gu.. gue nggak kuatt.."

Alex menghentikan larinya tiba-tiba, dan mau tak mau Laura pun ikut berhenti. Alex memperhatikan Laura dengan sorot tajam. Gadis itu membungkuk, mengatur napasnya yang tersenggal-senggal, beberapa kali Laura terbatuk-batuk seperti ingin muntah.

"Lu kenapa??" tanya Alex yang masih dingin.

"Laura lu ngapain sih pakek lari lari segala" teriak Siska yang baru saja datang. Gadis itu pun masih mengatur napasnya terlebih dahulu.

Alex menatap Siska, semakin bingung.

"Ra lu nggak apa-apa kan?" tanya Siska panik, karena tak ada jawaban dari Laura.

Lalu tiba-tiba.. BRUUUKKK

"Laura.."

Gadis mungil itu pingsan dihadapan Alex, membuat shock satu lapangan yang sedari tadi menonton menjadi terkejut. Alex pun ikut mematung di tempat, ia melihat wajah pucat dan bibir putih Laura yang tertutupi beberapa helai rambutnya yang basah.

"Lex panggilin ambulance cepetan!! panggil ambulance" teriakan Siska histeris.

Alex menatap Siska tidak mengerti, ia masih bersikap tenang.

"Kenapa nggak UKS saja?" tanya Alex

"Dia punya anemia kronis, dia bisa mati kalau nggak cepet ditolong" ucap Siska sedikit lebay.

Alex terhentak, tentu saja ini pertama kalinya ia mengetahui hal tersebut. Alex pun segera mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan.

"Lu tinggal ngomong, gue udah telfon pihak medis"

"Gue bawa dia ke UKS dulu" ucap Alex dengan nada cepat.

Siska ngangguk dan menerima ponsel Alex.

Alex tak memperdulikan Siska yang sedang heboh sendiri di telfon, Alex pun segera membopong tubuh Laura yang mungil itu dan berjalan cepat kearah UKS. Banyak siswa siswi yang mengikutinya di belakang, penasaran apa yang terjadi pada Laura.

Mengingat dua orang ini adalah pasangan kontroversial dan sensasional dari kemarin.

Alex memasuki UKS, ada 2 petugas PMR dan 1 Dokter volunteer di sana. Alex pun membaringkan Laura di salah satu kasur kabin, gadis itu masih tak sadarkan diri.

"Kenapa dia?" tanya dokter roy, segera memeriksakan kedua mata Laura dengan penlight.

"Dia pingsan Dok, setelah lari lapangan 6 kali. Dia punya penyakit anemia kronis" ucap Alex dengan khawatir.

"Ambilkan Rebreathing mask sekarang" suruh dokter Roy kepada kedua anak PMR yang bertugas melakukan perintahnya.

"Apa keadaannya parah Dok? saya sudah panggil ambulance untuk datang ke sini" suara Alex lebih khawatir lagi..

"Ini Dok" ucap salah satu anak PMR dan menyerahkan Rebreathing mask kepada dokter Roy.

Dokter pun memasangkan alat medis itu dengan cekatan ke bagian wajah Laura. Dan kemudian memeriksa beberapa kali pernapasan Laura yang perlahan mulai sedikit teratur.

"Tidak perlu, dia hanya kekurangan oksigen dan butuh istirahat yang cukup" jawab dokter Roy atas pertanyaan Alex barusan tadi.

"Biarkan dia istirahat, mungkin beberapa menit lagi dia akan segera sadar" jelas dokter Roy lagi dan diangguki oleh Alex. Semua orang pun keluar dari kabin Laura, membiarkan gadis itu terbaring sendiri di sana. Alex pun akhirnya bisa menghela napasnya dengan lega, setidaknya gadis itu masih hidup. Jujur, Alex barusan sangat panik karena penyakitnya Laura. Walaupun Alex tidak peduli sama sekali dengan Laura, tapi ia masih memiliki hati nurani dan rasa ibah kepada orang lain.

Pintu UKS pun terbuka, Siska masuk dengan langkah terburu-buru.

"Gimana Laura? dia nggak apa-apa kan?" tanya Siska cemas, menatap Alex dan dokter Roy bergantian.

Alex pun cuma menggelengkan kepalanya. "Dia tidak apa-apa, tenang saja"

Siska bernapas dengan lega akhirnya, kakinya pun langsung lemas dan tubuhnya jatuh terduduk di kursi belakangnya itu. Ia sangat khawatir dengan kondisi Laura.

"Ambulance nya jadi datang?" tanya dokter Roy.

"Ahh.. bagaimana ini, saya sudah menelepon Ambu...."

Dokter Roy tertawa pelan.

"Biar saya yang batalkan. Mana ponselnya" ucap dokter Roy yang sedang membantu kedua siswa dihadapannya itu. Siska segera menyerahkan ponsel Alex ke Dokter Roy.

"Terima kasih banyak Dok" ucap Siska dan Alex bersamaan.

Dokter Roy mengangguk, menerima ponsel Alex dan segera berjalan menjauh untuk menelfon pihak medis.

Siska menatap Alex dengan tatapan samurai naruto.

"Kok dia bisa lari sih??" omel Siska, wajahnya memerah seperti lagi makan cabe dengan menahan amarahnya itu.

Alex menatap Siska dengan bingung, gadis ini kenapa jadi marah kepadanya? Bukannya terima kasih sudah menolong temannya itu?"

"Dia di hukum Pak Harto." jawab Alex yang seadanya.

"Kok bisa??" gara-gara lu ya pasti" tuding Siska ke Alex.

"Nggak" ucap Alex, karena memang bukan salah nya.

"Lu harusnya nggak bolehin dia lari, dia itu punya penyakit anemia sejak kecil. Berdiri lama-lama aja dia nggak bisa apalagi lari keliling lapangan"

"Gue nggak tahu itu... Dan itu derita lu" sahut Alex yang tak mau disalahkan.

Siska menghela nafas berat, berbicara dengan Alex memang sangat menyebalkan dan membuat darahnya yang tadi masih dibawah kaki malah semakin naik keatas. Ia harus ekstra sabar.

"Gue nggak mau tahu, lu harus tanggung jawab. Setelah dia sadar lu harus nganterin dia pulang ke rumahnya" ucap Siska.

"Ogah" kata Alex dingin.

Siska berdiri, menyorotkan percikapan api di kedua matanya.