Zaid Bin Haritsah
Mengutamakan Rasulullah Daripada Ayahnya Sendiri
Zaid bin Haritsah berasal dari kabilah Bani Kalb yang menghuni kawasan Nejd (Sekarang Pusat Arab Saudi, Ibu Kota Riyadh berada). Saat masih kecil, Zaid diajak ibunya menengok keluarganya di kampung. Dalam perjalanan, tiba-tiba pasukan Bani Al-Qayn datang menyerang. Mereka menawan Zaid dan menjadikannya sebagai budak di Pasar Ukaz. Semantara ibunya, Su'da pulang menemui suaminya dengan perasaan sedih dan bersalah.
Zaid dijual kepada Hakim bin Hizam seharga 400 dirham. Hakim memberikan Zaid kepada bibinya, Khadijah binti Khuwailid. Setelah Khadijah menikah dengan Muhammad, Zaid tinggal di rumah Rasulullah, diadopsi menjadi anak hingga dia dipanggil Zaid bin Muhammad. Panggilan itu tetap melekat Allah menurutkan Surah Al-Ahzab ayat 5 yang melarang melekatkan nama seseorang kepada anak angkatnya. Ayat tersebut memerintahkan untuk memanggil dengan nama bapak kandungnya.
Ayah Zaid, Haritsah mengetahui anaknya yang hilang berada di Makkah dari rombongan kabilahnya yang berhaji ke Makkah. Haritsah segera bertolak ke Makkah bersama saudaranya, Ka'ab. Sampai di Makkah, Haritsah memohon kepada Muhammad agar anaknya dibebaskan. Zaid diberikan kebebasan untuk memilih apakah mau ikut ayahnya atau tetap tinggal bersama Muhammad. Rupanya Zaid lebih memilih Muhammad. Haritsah sungguh heran, mengapa anaknya memilih tetap menjadi budak. Melihat kesetiaan Zaid, Rasulullah mengumumkan bahwa Zaid kini menjadi anak anaknya. Melihat kasih sayang Rasulullah kepada Zaid, Haritsah pun menjadi tenang.
Selama tinggal bersama Rasulullah, Zaid melihat langsung keluhuran budi beliau dan kebenaran Islam yang didakwahkan beliau. Pada masa perjuangan umat Islam berikutnya, Zaid selalu mengikuti setiap peperangan. Dia menjadi salah satu sahabat yang dipercaya menjadi komandan pasukan. Misalnya dalam Perang Mu'tah, dia terpilih menjadi komandan pertama dari dua komandan lainnya, yaitu Ja'far ibn Thalib dan Abdullah ibn Rawahah.