Seorang gadis lemah sedang terbaring sakit di atas sebuah gulungan tikar. Rasa dingin dari tanah pastilah meresap masuk ke tubuhnya yang terasa sangat hangat tersebut.
Athanasia pun tak bisa menyuruh ayah dari gadis tersebut untuk memindahkan gadis itu ke atas sebuah kasur empuk. Sebab mereka tak memiliki sesuatu yang seperti itu.
"Pak tolong bawakan aku kain yang banyak." Ujar Athanasia...
"Anak saya sangat kepanasan, aku tidak mungkin akan membungkusnya dengan begitu banyak kain!" Ujar Pak Mok.
Athanasia lalu menggenggam tangan bapak yang merasa pilu melihat anaknya merintih kesakitan dalam ketenangan. "Pak percayalah padaku yah..." Athanasia mencoba meyakinkan pak Mok saat itu untuk memberikannya sejumlah kain yang dibutuhkan.
Pak Mok kemudian menatap ke arah kedua bola mata Athanasia yang terlihat meyakinkan. "Baiklah... aku akan mengumpulkan kain secukupnya!"
Athanasia lalu memegangi tubuh anak itu. Tubuh anak gadis itu sangat panas, namun ia terlihat kedinginan. Athanasia lalu mengambil tas obatnya dan mencari-cari sesuatu tumbuhan segar yang mungkin tersimpan di dalam tasnya.
Seperti biasa, Bao Yu sangat bisa diandalkan! Athanasia tak pernah mengira bahwa akan ada tumbuhan segar di dalam tasnya, selain tumbuhan kering yang telah di buat menjadi simplisia.
Athanasia lalu mengambil daun segar Hibiscus rosa sinensis yang belum dijadikan simplisia sebanyak 10 lembar. Ia lalu mengambil air panas dan meletakkan daun tersebut ke dalam air panas itu selama beberapa menit sampai daun tersebut menjadi lemas.
Ia lalu meremas daun tersebut sampai mengeluarkan air dan diambilnya minyak virgin coconut oil sebanyak 3 tetes ke atas daun yang telah hancur tersebut.
Athanasia lalu meletakkan daun yang telah bercampur dengan minyak itu ke atas jidat anak gadis tersebut.
"Ini kain yang tersisa di lemari kami, nona Nasya." Ujar pak Mok sambil menyodorkan 3 helai kain katun yang lumayan panjang untuk menutupi tubuh gadis tersebut.
Athanasia lalu mengambil kain itu, lalu dibungkusinya tubuh gadis itu dengan setumpuk kain yang dibawakan oleh pak Mok.
"Apa anak saya akan baik-baik saja Nona?"
Athanasia melihat kekhawatiran yang dalam dari wajah pak Mok. "Bapak tenang saja. Mari kita lihat perkembangannya beberapa hari kedepan. Saya percaya bahwa Clarin akan bisa menghadapi kondisi ini dengan baik." Ujar Athanasia menyemangati.
"Saya akan percaya dengan apa yang nona katakan." Kata pak Mok dengan tekat yang penuh pengharapan bahwa anaknya akan segera sembuh.
Athanasia lalu berdiri dan menyerahkan beberapa lembar daun segar Hibiscus rosa sinensis ke atas tangan pak Mok.
"Pak... daun ini dapat membantu menurunkan panas tubuh dari Clarin. Nanti jika obat yang saya tempelkan pada jidat Clarin telah kering, bapak bisa meletakkan daun ini ke dalam air panas selama beberapa saat, dan setelah itu bapak remas-remas sampai airnya terkeluar. Lalu bapak tambahkan 3 tetes minyak ini ke atas daun obat yang telah hancur tadi. Setelah itu bapak tempelkan lagi bahan obat yang baru saja bapak buat tadi di atas jidat Clarin, ya pak." Ujar Athanasia menjelaskan proses pembuatan obat tersebut dan cara pengaplikasiannya.
"Dan untuk obat yang saya racik di toko obat tadi, bapak harus menyerahkannya kepada Clarin untuk diminum 3 kali sehari sampai 2 hari kedepan. Jika dewa berkenan, maka Clarin sudah akan sembuh dalam 2 hari ke depan, ya pak." Sambung Athanasia lagi, menjelaskan.
"Baik saya mengerti nona Nasya." Ujar pak Mok. Ia lalu menggapai kedua tangan Athanasia dan berbicara dengan pilu. "Terimakasih... Jika nona tidak menolong kami, aku tidak tahu lagi kemana aku harus meminta pertolongan."
"Sama-sama pak. Sekarang saya harus kembali, saya pamit undur diri." Ujar Athanasia dengan sopan.
Pak Mok lalu melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Athanasia, lalu Athanasia berjalan ke depan pintu keluar.
Pak Mok lalu meraba-raba sakunya, tampak ada dua koin tembaga di sakunya yang cukup untuk dibelikan 1 buah roti. Jelas koin tersebut adalah biaya untuk membiayai makanan pak Mok dan anak semata wayangnya itu dalam sehari.
Tanpa berpikir panjang lagi, ia lalu menyusul Athanasia yang berjalan belum terlalu jauh dari rumahnya.
"Nona Nasya, tunggu sebentar..." Teriak pak Mok menghentikan langkah kaki Athanasia.
Dari jauh Athanasia melihat pak Mok yang berlarian ke arahnya. "Ada apa pak, kenapa bapak berlarian kemari?"
Pak Mok meraih sebelah tangan Athanasia. "Ini... Aku hanya bisa memberikan mu 2 koin tembaga untuk membeli roti di jalan pulang." Ujar pak Mok sambil menyodorkan 2 koin tembaga yang ia dapatkan di dalam sakunya.
Athanasia tahu benar arti dari 2 koin tembaga yang pak Mok serahkan untuk membayar jasanya itu. Pak Mok menyerahkan seluruh uang yang dia dapatkan hari ini untuk membayar Athanasia! Dan itu artinya tidak akan ada makan malam untuk putrinya yang sakit dan juga untuk dirinya sendiri.
"Aku harap anda mau menerimanya tanpa berdebat dengan saya. Ini adalah bentuk ketulusan ku." Ujar pak Mok meyakinkan Athanasia yang terlihat ragu-ragu.
Athanasia lalu mengambil uang tersebut dan kembali meraba ke dalam saku pakaiannya. "Baiklah pak. Sebagai gantinya, terimalah buah ini yang tadi aku temukan di hutan saat aku mengambil tanaman obat."
Pak Mok tersenyum ceria. Ia lalu mengambil buah yang Athanasia sodorkan ke arahnya dan berkata, "Terimakasih. Sekarang saya harus segera kembali kepada putriku..."
"Iya pak. Terimakasih." Athanasia melihat punggung belakang pak Mok yang tampak lesu, namun terlihat juga aura membara untuk bertahan hidup.
Ia tahu dengan pasti bahwa pak Mok sangat tulus dengan menyerahkan seluruh uang yang ada di sakunya untuk membayar dirinya. Menyadari bahwa pak Mok akan melewatkan makan malam bersama putrinya yang sakit, Athanasia menyerahkan buah apel yang ditemukannya di hutan untuk menjadi makan malam untuk ayah dan anak tersebut.
"Ibunda sekarang aku tahu mengapa ibunda menginginkan aku untuk memiliki pengetahuan di dunia pengobatan!"
Sambil berkata demikian, Athanasia melayangkan pandangannya ke arah langit sore yang terlihat begitu indah dengan warna jingga yang mempesona.
"Aku... aku akan terus berusaha ibunda." Ujar Athanasia di dalam hatinya yang paling dalam.
Athanasia lalu berjalan pulang. Ia melewati hutan yang gelap saat warna jingga langit berubah menjadi semakin gelap. Tidak mudah bagi seorang gadis untuk melewati hutan yang gelap sendirian. Tapi karena Athanasia telah terbiasa, dia tidak merasa takut!
kik... kikiki... Terdengar suara seekor kuda meringkik di tengah hutan. Athanasia lalu mengalihkan tujuannya ke arah suara yang terdengar sangat kesakitan tersebut!
Lalu saat ia masuk ke dalam hutan lebih jauh, di dapatinya seekor kuda yang tergelatak dengan sebuah tombak di tubuhnya dan seorang pria tampan yang sedang tidak sadarkan diri!
~To be continued