Chereads / Athanasia dan Pangeran Jayden / Chapter 22 - Ratu Astara

Chapter 22 - Ratu Astara

"Uhuk... uhuk..." Suara batuk yang sering terdengar itu adalah bunyi yang dikeluarkan oleh Ratu Astara, ibu dari pangeran Jayden.

Saat pangeran Jayden mendengar batuk dan sesak yang dirasakan ibunya, saat ia sedang berada di koridor menuju ke kamar sang ratu, hatinya menjadi pilu. Ia melangkahkan langkah kakinya lebih cepat dari biasanya.

Krek... Pangeran Jayden dengan cepat membuka pintu kamar ibunya. Ia mendapati ibunya sedang duduk bersandar pada headboard dan melihat ke arah luar jendela. Melihat hal itu, ia pun mulai melangkah perlahan menuju ke arah sang ratu.

"Apakah ibunda baik-baik saja?" Tanya pangeran Jayden yang tampak khawatir dengan kondisi ibunya yang semakin parah.

"Kau sudah datang, anakku. Senang bisa melihat mu. Kemarilah... mendekatlah pada ibunda." Ujar sang Ratu sambil membentangkan tangannya lebar untuk memeluk anaknya.

Jayden pun mendekat perlahan dan masuk ke dalam pelukan ibunya. "Ibu baik-baik saja. Kau tak perlu mengkhawatirkan ibunda. Hari ini ada berita bahwa putri Tutzkia membatalkan pertunangan kalian. Apa ibunda boleh tahu ada apa gerangan?"

Jayden terkejut mendengar pertanyaan yang diajukan oleh ibunya. Ia tak pernah berpikir bahwa batalnya pertunangannya akan sampai ke telinga ibunya. Tentu saja itu hanya akan membuat ratu Astara semakin cemas!

Jayden lalu mendorong tubuhnya untuk melihat ke arah wajah ibunya yang tampak lesu, namun bersinar dengan baik. "Ibunda mungkin salah dengar. Bagaimana bisa putri Tutzkia menolak aku yang begitu tampan ini?" Ujar Jayden mencairkan suasana.

Disisi lain Harley tidak terkejut lagi melihat pangeran Jayden yang tampak kekanak-kanakan dihadapan ibunya. Tapi percayalah bahwa pangeran Jayden adalah orang yang sangat dingin terhadap orang lain.

Ratu Astara tersenyum. Ia membawa tangannya mengelus lembut rambut pirang pangeran Jayden. "Tidak apa-apa. Kau tidak perlu menyembunyikannya dari ibunda. Ibunda akan sangat bahagia jika kau menemukan cinta sejati mu dan ibunda tahu bahwa wanita itu bukanlah putri Tutzkia."

Ratu Astara adalah ratu yang sangat bijak. Ia tahu bagaimana perasaan anaknya dan tidak menyukai pernikahan yang didasarkan dari hasil pernikahan politik tanpa cinta. Itu karena ia tidak ingin anaknya merasakan derita yang didapatkannya dari pernikahan yang hanya didasarkan pada belas kasihan.

"Ibunda..." Pandangan Jayden terlihat begitu tulus. Ia tahu bahwa ibunya adalah ratu yang dibuang. Akan tetapi walaupun demikian, ia percaya akan kata-kata yang ibunya ucapkan kepadanya.

"Percayalah, apapun jalan yang akan kau pilih ibunda akan selalu di sampingmu. Uhuk... uhuk..." Ujar ibunya sambil menahan rasa sakit dadanya yang begitu menyakitkan dihadapan pangeran Jayden.

"Sebaiknya ibunda istirahat terlebih dahulu." Ujar Jayden lalu membantu ibunya membaringkan badannya kembali ke atas tempat tidur.

Ia lalu menggenggam tangan ibunya, "Ibunda tenang saja. Aku tidak akan pernah mengecewakan ibunda, itu pasti. Tunggu sebentar lagi, aku akan berusaha untuk menemukan obat dari penyakit yang ibunda derita." Ujar pangeran Jayden dengan keyakinan.

Matanya yang membara itu terus berjuang sampai akhir. Dari tekat yang ia keluarkan, semua orang yang melihatnya hari itu akan tahu bahwa pangeran Jayden tidak pernah akan main-main, jika itu menyangkut soal pengobatan ibunya.

Ratu Astara lalu meletakkan tangan kanannya ke atas tangan Jayden yang menggenggamnya. "Ibunda percaya padamu. Sekarang ibunda mau beristirahat, bisakah kau keluar?"

"Baiklah... Jika ibunda membutuhkan ku, maka aku akan segera datang."

Ratu Astara lalu mengangguk dengan tersenyum ramah ke arah anaknya. Pangeran Jayden lalu mengangkat tangannya dan menarik selimut ibunya sampai menutupi dada sang ratu. Ia kemudian berpaling dan keluar dari kamar ratu Astara dengan mengepalkan kedua tangannya dan bertekad bahwa dalam waktu dekat dia harus menemukan obat untuk sang ratu.

Ratu Astara melihat Jayden pergi meninggalkannya sampai pintu kamarnya tertutup kembali. Ia lalu menutup matanya dan air matanya jatuh membasahi wajahnya. Ratu Astara tahu dengan benar bahwa penyakit yang ia derita tidak memiliki penawarnya.

"Jayden kau seharusnya tidak perlu memikirkan ibunda. Hah... putra mahkota bisa membunuhmu kapan saja, jika kau selalu bersikap lengah seperti itu!"

Ratu Astara tidak pernah tahu bagaimana Jayden tumbuh menjadi seorang yang tidak mudah untuk dijatuhkan. Sebab ia melihat anaknya dengan pandangan yang begitu polos seperti yang Jayden tunjukkan kehadapan ibunya. Namun bukan hanya ibunya yang tak tahu, tapi seluruh anggota keluarga kekaisaran dapat ditipunya dengan mudah!

Pangeran Jayden seperti memiliki dua kepribadian, semua orang mengenal sisinya yang dingin namun bijaksana. Tapi sang ratu hanya mengenal sisi polos pangeran Jayden.

Kekhawatiran ratu semakin besar hari demi hari bukan karena penyakitnya, tapi karena walau kekaisaran Mork terkenal sangat damai, tetap saja upaya perebutan tahta dilakukan dengan pertumpahan darah yang tak berarti. Sehingga ia takut akan nasib anaknya yang lahir dari rahimnya.

Ratu Astara tahu dengan pasti bahwa meskipun ia adalah seorang ratu, tapi posisi putra mahkota tetap jatuh ke tangan pangeran Maltin yang merupakan anak dari selir kesayangan raja. Dan walaupun begitu banyak pertentangan dari berbagai fraksi akan pengangkatan pangeran Maltin sebagai putra mahkota, pada akhirnya keputusan raja adalah keputusan yang final.

Ratu yang tak lagi dianggap, bagaimana bisa ia dapat melindungi putra tunggalnya?

"Maafkan ibunda Jayden... Ibunda sungguh-sungguh minta maaf... Uhuk... uhuk..."

**

Pangeran Jayden tampak sedang berjalan menuju ke arah taman istana sebelah barat. Tampaknya ia memikirkan sesuatu dengan seksama, namun tiba-tiba perhatiannya diahlikan oleh kedatangan putra mahkota.

"Adik... tampaknya kita sangat berjodoh sampai kita bertemu di taman ini!" Ujar putra mahkota menyapa pangeran Jayden duluan.

Harley yang mengawal pangeran Jayden pun tampak menunduk dengan sopan saat ia melihat putra mahkota.

"Maafkan hamba yang tidak menyadari kedatangan yang mulai putra mahkota." Ujar pangeran Jayden dengan sopan menunduk ke hadapan anak selir raja tersebut.

Semua orang tahu bahwa pangeran Jayden tidak perlu repot-repot melakukan hal itu, sebab yang seharusnya menjadi putra mahkota adalah anak yang lahir dari rahim sang ratu kekaisaran. Namun raja menjadikan pangeran Maltin sebagai putra mahkota dengan dahli, bahwa pangeran Maltin adalah anak pertama yang lahir dari keturunan raja kekaisaran Mork.

"Ck... Seharusnya adik tidak perlu berpura-pura dihadapan ku!" Ujar putra mahkota menyinyir. Ia sedang memandang rendah kepada pangeran Jayden yang bahkan harus menundukkan kepala dihadapannya. Seolah-olah lahir dari rahim seorang ratu bukanlah apa-apa lagi.

Pangeran Maltin menjadi sangat sombong karena gelar putra mahkota jatuh ke tangannya yang merupakan anak dari seorang selir.

Pangeran Jayden lalu tertawa. "Baiklah. Rupanya sudah cukup basa basinya... Kalo begitu saya pamit dulu. Silahkan bersenang-senang dengan gelarmu itu. Aku sangat khawatir akan jadi apa kekaisaran ini, jika dipimpin oleh orang seperti mu!" Ujar Jayden memberikan api pada bensin...

~To be continued