Manusia adalah mahluk terlemah yang ada di dunia. Mereka dengan mudah terprovokasi dan membiarkan kemarahan mereka menguasai hati mereka. Namun walaupun demikian, sejarah membuktikan bahwa manusia adalah mahluk yang berada di rantai paling atas hukum rimba! Itu karena manusia tidak pernah punah dan tetap bertahan sampai akhir...
**
Aku menjadi marah, namun bukan pada mereka yang merendahkan kami. Akan tetapi, pada diriku yang tidak bisa melindungi apa yang aku miliki.
Sampai kapan aku akan membiarkan diriku terperangkap dan melihat orang lain menyuapiku dengan ketulusan hati, yang sebenarnya aku pun tak pantas untuk mendapatkannya?
Dengan segenap kekuatan ku, aku mengembalikan jiwa ini pada tubuhnya. Karena aku tidak bisa lagi membiarkan diriku dilindungi oleh anak yang berusia 7 tahun lebih muda dariku.
"Tolong... tolong biarkan kami hidup!" Teriakku menggelegar di hadapan para masyarakat desa Tama, yang datang untuk menghakimi kami.
Seketika mereka berhenti memukuli kami dengan tombak dan kayu yang mereka bawa. Nyala api yang membakar hangus gubuk kami pun terasa begitu hangat dari arah belakang tubuhku. Tanpa melihatnya saja, aku tahu bahwa sebentar lagi gubuk itu akan berubah menjadi abu.
"Aku akan membayar semua kerugian toko roti itu. Jadi kumohon, tolong ampuni kami!" Aku menatap pemilik toko itu dengan penuh keyakinan. Hatiku membara sebab sakit terasa bukan karena luka di sekujur tubuhku, tapi karena luka yang ada pada tubuh Bao Yu yang masih sangat muda.
"Nona?" Mendengar ucapan lirih dari Bao Yu aku pun tahu, bahwa luka pada tubuhnya tidak lagi terasa begitu menyakitkan. Dan air matanya yang mengalir saat itu bukan untuk luka lebam yang tersayat pada tubuhnya, melainkan rasa syukur yang tak ternilai harganya.
"Lalu bagaimana kau akan menggantikan kerugian ku selama ini?" Tanya pemilik toko roti dengan wajahnya yang sangar.
"Aku rasa ini akan cukup." Aku mengambil permata satu-satunya yang tersemat pada jari telunjukku, yang adalah peninggalan mendiang ibuku. Lalu aku menyerahkannya ke atas tangan pemilik toko roti tersebut, untuk membayar roti yang telah Bao Yu ambil secara diam-diam.
Dari ekspresi pemilik toko roti itu, aku pun tahu bahwa ia sangat takjub dengan cincin yang diberikan Duke Karen kepada ibuku, sewaktu ia mengangkat ibuku sebagai selirnya.
'Maaf ibu, tapi aku tidak bisa lagi mempertahankan peninggalan ibu'
"Yah... ini sudah cukup. Lepaskan anak itu, kita akan pergi sekarang." Ujar pemilik toko yang terlihat sangat puas dengan pembayaran yang dilakukan oleh Athanasia.
"Jika adikmu mencuri lagi, kalian akan kami usir dari desa kami!" Ujar pemilik toko menambahkan ancaman kepada kami sebelum ia pergi dengan para masyarakat desa yang dibawanya untuk menangkap seorang anak kecil.
"Nona... Luka anda harus segera diobati!" Ujar Bao Yu yang dengan penuh perhatian melangkah ke arahku dengan kakinya yang terlihat pincang.
"Aku tidak apa-apa. Kau seharusnya lebih memperhatikan kondisi tubuhmu dulu."
Aku memandanginya dengan perasaan yang penuh syukur. Aku tidak tahu akan jadi apa diriku tanpa dirinya! "Bao Yu... Terimakasih!"
Deg! Bao Yu terhanyut dalam perasaanya. Ia meneteskan air matanya dan lalu mengusap hingusnya yang mulai mengalir keluar dari hidungnya.
"Aku sangat bahagia nona telah kembali." Ujarnya sambil terisak-isak. Aku lalu datang dan memeluknya, "Mulai sekarang kita adalah saudara. Kau hanya boleh memanggil ku dengan sebutan kakak. Apa kau paham?"
Bao Yu menganggukkan kepalanya. Rasa sakit yang ada pada tubuh kami tidak terasa lagi, digantikan oleh rasa syukur. Mulai dari hari itu, kami tak pernah terpisahkan lagi. Dan saat kondisi kami pulih, aku pun melanjutkan perjalanan ku dengan ditemani Bao Yu yang selalu berada disampingku.
***
"Sampai kapan kakak akan merasa bersalah atas kakiku yang menjadi pincang?"
Athanasia termenung. Ia tahu bahwa ia tidak memiliki jawaban atas pertanyaan dari Bao Yu. "Apa kau mau mengungkit kakimu agar aku mengijinkan mu ikut ke kerajaan Empire?"
"Kalau begitu ada baiknya, kakak juga harus membayar ku atas apa yang menimpaku di desa Tama! Ah bukan hanya itu saja, sebaiknya kakak juga mengingat apa yang terjadi di hutan alfetus."
"Bao Yu, aku benar-benar tidak bisa membawamu. Kau mengingatkan ku akan hal-hal berbahaya yang kau alami karena ku. Maka untuk membayarnya, aku sebaiknya tidak mengijinkan mu untuk ikut denganku."
"Kakak... Bagaimana bisa kakak begitu egois?" Bao Yu berdiri dari kursinya dan sedikit meninggikan nada suaranya.
Ia ingin Athanasia membayar semua pertolongannya dengan mengajaknya untuk pergi ke tempat berbahaya itu. Karena Bao Yu sangat khawatir jika Athanasia hanya berpergian sendirian.
"Pfft..." Athanasia menahan tawanya mendengar Bao Yu yang meninggikan suaranya, namun wajahnya tampak sangat cemas.
Bao Yu lalu memicingkan matanya, "Kenapa kakak tertawa? Aku serius."
"Maaf. Tapi keputusan ku sudah bulat. Kau akan menunggu ku di sini dan tidak akan beranjak kemanapun." Ujar Athanasia lagi.
Athanasia lalu berdiri dan meninggalkan Bao Yu. 'Aku harap kau bisa mengerti betapa aku sangat mengkhawatirkan keselamatan mu!' Sahut Athanasia di dalam hatinya.
"Lagi-lagi dia memutuskan semuanya sendiri. Aku kan sudah dewasa sekarang. Lagipula dari dulu dia malah tampak seperti adikku!" Gumam Bao Yu sambil melayangkan tinjunya ke arah punggung belakang Athanasia yang telah beranjak pergi.
"Kau bilang apa?" Tanya Athanasia tiba-tiba mengagetkan Bao Yu.
"Ah tidak ada apa-apa!" Teriak Bao Yu.
"Cih... Kau pasti sedang menurunkan tinjumu yang kau arahkan kepadaku sekarang!" Teriak Athanasia dengan percaya diri, seperti tahu bagaimana Bao Yu berulah dibelakangnya.
Bao Yu lalu memegangi tinjunya dan melihat heran ke arah Athanasia. 'Bagaimana dia bisa tahu?' Pikirnya.
Hahahaha... Athanasia tertawa penuh kemenangan.
Kadang saudara kandung pun tak menjamin bahwa kalian akan hidup harmonis dengannya. Tapi seorang asing yang mau menjadi sahabat mu akan menjadi saudara yang sangat setia melebihi saudara kandung. Itulah yang Athanasia pelajari dari perjalanan panjangnya.
Ia yang tak bisa merindukan ayahnya, juga tidak bisa bercengkrama manis dengan Ritna saudara tirinya. Membuatnya tahu apa arti dari kata saudara yang sesungguhnya dari Bao Yu. Walaupun tak ada yang bisa ia harapkan dari sebuah kata keluarga, tapi Bao Yu adalah kasus yang berbeda.
Begitu pula dengan Bao Yu yang adalah anak yatim piatu. Baginya bertemu dengan Athanasia adalah hal terindah yang pernah terjadi padanya. Tidak peduli sesulit apapun perjalanan yang akan ia tempuh, baginya bersama Athanasia adalah hal paling indah dan menyenangkan dalam hidupnya. Sehingga kemanapun Athanasia akan beranjak, di situ pulalah ia akan berpijak.
Seperti sebuah emplop dan perangko yang selalu bersama, begitu pulalah Athanasia dan Bao Yu selama 10 tahun terakhir ini.
~To be continued