Athanasia yang telah dihias secantik mungkin bagaikan pengantin baru, terlihat bergerak tanpa jiwa.
Bibir merahnya yang bagaikan buah persik itu menggoda setiap mata para pengawal yang berjalan melewatinya.
Athanasia lalu di bawa masuk ke dalam sebuah kamar dan duduk di sebuah bangku rias yang ada di depannya. Samar-samar ruangan itu memberikan aroma mawar yang mengingatkannya akan kenangannya bersama ibunya.
"Kenapa? Kenapa ibu ingin aku keluar dari wilayah kekuasaan ayah? Jika saja ini bukan amanah terakhir ibu untuk aku belajar pengobatan, aku tidak akan menghadapi situasi seperti ini! Hidup dengan seorang Duchess yang selalu menyiksa ku lebih baik dari pada harus melayani pria tua bangka itu." Athanasia memikirkan situasinya tanpa ekspresi.
Ia mulai bersungut-sungut dalam hatinya. Sebab tidak kuatlah ia hanya dengan sedikit tekanan yang datang menerpanya! Sehingga keyakinannya jatuh dan ia kehilangan jati dirinya.
Tidak ada yang pernah menyangka bahwa Athanasia yang selama ini mengasihi ibunya tanpa bertanya apapun mengenai keputusan ibunya, kini bersungut-sungut akan sebuah kemalangan yang ia hadapi.
Athanasia tahu bahwa ia tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk melawan Count Manel. Dan Emely yang berjanji menyerahkan nyawanya atas keselamatan Athanasia pun tak kunjung terlihat! Sebentar lagi semuanya akan segera terlambat...
Lacrimanya lalu jatuh menetes ke pipinya. Dan tampaknya Athanasia telah pasrah dengan situasi yang ia hadapi saat itu! Perutnya keroncongan dan ia sangat lapar serta haus. Tenggorokannya kering dan matanya tampak sayu!
Krek... terdengar suara dari arah jendela kamar. Tampaknya seseorang mencoba untuk masuk ke kamar yang di tempati Athanasia secara diam-diam dan hendak menggunakan jendela sebagai pintunya untuk masuk mendapati Athanasia.
"Nona..." terdengar panggilan berbisik dari arah jendela mencoba mengalihkan perhatian Athanasia.
Namun tampaknya Athanasia hanya duduk bengong di hadapan kaca rias tanpa menghiraukan bisikkan yang ditujukan padanya.
"No...na..." Bisiknya lagi!
(Ah... itu suara Beti! Beti ada di sini...)
Melihat Athanasia yang tidak merespon, dia pun dengan segera masuk ke dalam kamar tersebut dan mendapatkan tuannya dengan menunduk hormat.
"Nona maafkan hamba yang datang terlambat. Saya memang pantas untuk mati!" Ujar Beti penuh dengan sopan santun.
(Beti...)
Sekali lagi Athanasia tak terdengar mengeluarkan suaranya. Beti lalu merasa penasaran apa yang mungkin terjadi pada tuannya itu. Tidak biasanya dia akan membiarkan Beti menundukkan kepalanya dalam waktu yang lama.
Beti melirik ke arah tuanya yang bergeming. Lalu dibawanya tangannya untuk menyentuh ujung bahu Athanasia dan didapatinya Athanasia terlihat hidup tanpa jiwanya lagi!
Pandangan Athanasia yang kosong dan wajah sayupnya menjadi pertanda bahwa jiwanya telah mati.
Beti terkejut dan lalu tertunduk di kaki Athanasia saat itu juga. "Maafkan saya yang telah lalai sampai nona harus menghadapi ini semua...."
Beti terisak mendapati tuanya yang tampak terkoyak. Namun walaupun Beti telah tertunduk terisak di bawah kakinya, Athanasia tidak mengeluarkan ekspresi apapun.
(Ini bukan salahmu, tolong bangunlah...)
"Tidak... tidak boleh begini... kita harus segera keluar dari tempat ini segera!" Pikir Beti berusaha tegar.
Beti mengepalkan kedua tangannya, lalu dengan segera berdiri dengan pandangan mata yang terlihat antusias.
"Kita harus segera pergi dari sini, nona. Biarkan aku yang membantu mu." Ujar Beti segera, setelah tahu tangisannya akan menjadi sia-sia jika ia tidak segera menyelamatkan tuannya.
Beti lalu membawa Athanasia dan membantunya untuk keluar dari kamar tersebut dengan menggunakan jendela kamar. Namun ia juga khawatir Athanasia tidak akan sanggup untuk di bawa melewati balkon dengan kondisinya saat itu!
Kamar itu berada di lantai 3 kediaman Count Manel. Dengan kondisi Athanasia, Beti lalu mengubah rencana mereka!
"Tidak... ini tidak akan berhasil!" pikir Beti.
Athanasia yang tampak hanya mematung dan mengikuti arahan Beti saja membuat hal itu tampak sulit bagi mereka untuk melarikan diri lewat jendela. Sehingga Beti memutuskan untuk menyelinap keluar melewati pintu utama walaupun itu tampaknya sangat sulit.
Waktu itu mereka tidak dapat berkomunikasi, sehingga Beti tidak dapat memberitahukan kepada Dinand dan Emely mengenai perubahan rencana yang akan ia lakukan!
"Nona lewat sini..." Bisik Beti lalu menuntun Athanasia keluar mengendap-endap hendak melewati pintu kamar itu.
Namun langkahnya terhenti saat melihat ada dua pengawal yang berjaga di ujung lorong kamar Athanasia.
"Hah..." Beti pusing tujuh keliling.
Ia lalu melepaskan tangannya dari tangan Athanasia dan berjalan bolak-balik di dalam ruangan kamar.
Athanasia yang hanya diam saja tak menunjukkan reaksi apapun. Namun walau bagaimanapun pemikirannya masih ada di tempatnya. Tapi entah mengapa ia tak bisa mengeluarkan kata-kata yang ingin ia sampaikan kepada Beti yang terlihat gelisah!
(Aku tidak apa-apa... Beti kau boleh meninggalkan ku di sini) Athanasia terus berusaha ingin mengeluarkan suaranya, namun tampaknya tidak bisa.
Jiwanya yang terguncang menutup komunikasinya dengan dunia luar. Sehingga Athanasia pun mencoba untuk memberitahukan Beti bahwa mereka bisa keluar mengendap-endap lewat jendela seperti yang telah ia rencanakan sebelumnya.
Athanasia lalu berjalan lagi ke arah jendela dan mengeluarkan sebelah kakinya menginjak ke arah luar jendela!
"Nona apa yang harus kita lakukan?" Ujar Beti yang tak menyadari bahwa Athanasia telah pergi menuntun kakinya untuk keluar dari jendela kamar itu.
"Nona?" Beti tak melihat Athanasia yang tadinya berdiri di belakangnya.
Tuk... Kaki Athanasia tidak sengaja berbenturan dengan dinding jendela itu. Sehingga Beti terahlikan ke arah dimana Athanasia berada.
"Ah... Nona... Jangan lakukan itu!"
Melihat Athanasia yang terhuyung lemah berusaha untuk keluar ke arah balkon melewati jendela itu, Beti mengira Athanasia telah menyerah untuk kabur!
"Nona anda sangat lemah. Bagaimana bisa kita akan menyelinap melewati dinding balkon yang sempit di saat anda tidak memiliki cukup tenaga untuk melangkah seimbang?"
"..."
"Biarkan saya memikirkan jalan lain!" Sambung beti lagi dengan pandangan yang terlihat sangat khawatir.
Selagi Beti memikirkan cara untuk mengalihkan kedua penjaga tersebut, terdengar derap langkah kaki menuju ke arah kamar mereka!
"Apa dia sudah siap?" Tanya Count Manel kepada pelayan setianya.
"Iya tuan. Gadis itu telah disiapkan dengan baik oleh para pelayan. Dan ruangan itu telah dipenuhi aroma yang sesuai dengan selera tuan!" jawab pelayan setia Count Manel.
"Bagus..." Count Manel tampak tersenyum puas. Bibirnya melengkung lebar memperlihatkan seluruh giginya. Dan muncullah pikiran-pikiran mesum di dalam otaknya!
Disisi lain Beti tampak cemas kalau-kalau mereka akan segera ketahuan. Karena derap langkah kaki itu semakin mendekat, ia lalu tak punya pilihan lain. Dengan segera Beti menyembunyikan Athanasia masuk ke dalam lemari yang berada di dalam kamar tersebut!
"Maafkan saya nona, tapi tunggu lah sebentar saja di sini! Ku mohon jangan bersuara apapun yang terjadi..."
Beti menyampaikan pesannya, lalu dengan segera menutup pintu lemari tersebut.
Krek... pintu kamar pun terbuka lebar, dimana Count Manel segera terlihat berjalan masuk menuju ke arah kamar tersebut!
~To be continued