Lila langsung bungkam seribu bahasa. Nona Peony saat mabuk benar-benar susah untuk dikendalikan. Ia bahkan sudah menebak bahwa Nona Peony akan tertidur setelah ini.
Aliga tertawa mengejek. Keadaan berbalik dan perdebatan ini berhasil dikuasainya. "Haha, benar kan apa kataku tadi? Nona Peony memang tidak berguna. Melawan goblin ini saja dia tidak bisa, apalagi menuntun kita menuju kemenangan!"
Lila tidak menyahut. Ia berusaha mencerna ucapan Aliga barusan. "Tapi kan kau juga tidak bisa mengalahkan goblin ini?" tanya gadis berambut sebahu itu pada akhirnya.
Lelaki bermanik hitam itu memalingkan mukanya. "Ah, ini gara-gara jaring sialan ini. Jika saja aku bisa keluar, goblin itu pasti sudah habis dalam sekedipan mata!"
"Halah, bohong. Kehadiranmu malah menyusahkan. Kalau bukan karena kepalamu yang sekeras batu itu, kita tidak mungkin akan berada di sini. Dasar ketua bodo!"
"Oi, oi! Jangan mengungkit-ungkit hal itu lagi!"
"Kenapa? Malu? Menyesal? Hahahaha."
"Diam--"
Perseteruan mereka tiba-tiba berhenti ketika jaring yang mereka masuki melayang perlahan. Cia kembali terbangun dan menatap Lila serta Aliga bergantian. Tatapannya meminta kejelasan terhadap apa yang terjadi saat ini.
Tak lama kemudian, jaring mereka sudah berada di samping bahu si tetua goblin. Makhluk hijau itu tertawa keras dan mengubah tatapannya menjadi tatapan menginterogasi.
Ia menoleh ke arah Lila yang berada di bahu kirinya dan serta merta menanyakan pertanyaan yang menjebak.
"Gadis manis, kau penyihir terakhir dari kelompok ini, kan?" Tetua goblin itu tersenyum sinis. Ia menunggu-nunggu jawaban apa yang kiranya akan diberikan oleh gadis bermata biru itu.
Ini benar-benar pertanyaan jebakan. Jika ia menjawab 'ya', goblin itu akan langsung merebus mereka di dalam lava. Namun, jika Lila menjawab 'tidak', goblin itu pasti akan langsung mengincar Nona Peony. Pendamping mereka itu tidak bisa diharapkan dalam urusan berpikir di kondisinya yang mabuk berat itu.
Lila bahkan bergidik ngeri ketika mengingat kembali bagaimana beringasnya Nona Peony ketika menegak lima botol bir dalam waktu singkat.
Lila diam. Sebuah langkah yang bodoh sebenarnya. Seperti yang bisa ia tebak, goblin tua itu menjadi kesal dan mengancam akan membunuh Lila duluan karena tidak mau menjawab pertanyaannya.
Ia beralih kepada Cia dan Aliga. Ia menanyakan pertanyaan yang sama dan berharap akan mendapatkan jawaban yang berbeda. Namun, tanggapan yang ia dapat sama. Baik Cia mau pun Aliga tidak menjawab pertanyaan makhluk itu.
Si tetua goblin naik pitam. Ia menghunuskan tongkat sihirnya ke tanah dan lava kembali naik. Mereka akan mati sebentar lagi!
Lila menutup mata. Indra pendengarannya bisa menangkap suara gerakan lava yang ada di bawahnya. Hawa menjadi panas hingga membuatnya berkeringat hebat. Kondisi yang tidak jauh berbeda ditunjukkan oleh kedua rekannya yang berada di jaring yang berbeda.
Goblin itu berseru, "Aku akan makan enak hari ini, hahahaha!"
Jaring Lila tiba-tiba bergerak menuju rekahan tanah. Goblin itu tidak main-main saat mengatakan bahwa ia akan menjadikan Lila sebagai makanan pertamanya.
Lila panik dan meronta-ronta mencoba untuk keluar dari jaring sialan itu. Ia menendang, mencakar, memukul, hingga menggigit benda yang mengekangnya itu. Nihil. Usahanya sia-sia.
Air matanya keluar. Ajalnya sudah di depan mata. Ia meraung dan meminta Cia untuk menyampaikan salam terakhir kepada ibunya. Tetua goblin tersenyum puas.
"Oi, Lansiaaaa! Lepaskaann Lila yeeyy. Hehehe."