Hati paling dalam Nona Peony melafalkan doa kecilnya kepada Tuhan. Ia benar-benar sudah putus asa saat ini.
Wanita itu tidak bisa menghadapi semua ini sendirian. Ia memerlukan bantuan, namun entah siapa yang bisa membantunya.
Cia. Sudah sangat jelas bahwa gadis itu adalah orang yang paling lemah saat ini. Jika dibandingkan dengan Aliga yang seharusnya dimasukkan ke dalam jaring magis milik si tetua goblin bersamaan dengan gadis berkacamata itu, tentu saja energi Cia yang lebih cepat terkuras habis. Ia adalah perempuan. Sekarang saja ia sedang terkulai tak berdaya di gendongan Aliga.
Keadaan yang sama ditunjukkan oleh Aliga. Lelaki itu memang masih bisa berjalan, berlari, bahkan menggendong seorang gadis dengan usia satu tahun di bawahnya. Tetapi tetap saja, ia merupakan orang kedua dari bawah jika diurutkan berdasarkan kesanggupan untuk bertarung saat ini.
Jika dipaksakan, lelaki itu pasti hanya bisa mengeluarkan satu mantra sihir peledak saja. Dan setelah itu, Nona Peony yakin bahwa lelaki berambut hitam itu akan tumbang setelahnya.
Lila ....
Nona Peony melupakan sosok seorang Lila. Penyihir itu belum memiliki kekuatan sihir alami--atau lebih tepatnya belum diketahui oleh Nona Peony. Namun, untuk sihir-sihir dasar seperti mantra peledak, telekinesis, dan mantra terbang, gadis itu sudah bisa menguasainya.
Nona Peony menoleh ke arah Lila. "Lila," panggilnya dengan nada bersemangat.
Gadis berambut pirang itu menoleh bingung. Peluh mengucur dari pori-pori kulitnya. "Kenapa, Nona?"
"Lila mau membantu Peony?"
Lila semakin kebingungan. Di tengah keadaan genting seperti ini, wanita pendampingnya itu tiba-tiba meminta bantuannya. "Bantuan apa?" Lila bertanya sambil tetap berlari.
"Bantu Peony untuk menghabisi goblin-goblin itu."
Lila membulatkan matanya sempurna. Namun, sedetik kemudian, ia mengangguk mantap. Alisnya menajam, tangannya mengepal, dan wajahnya mengukir senyum optimis. Jika hanya dirinya saja yang diberikan perintah seperti ini oleh Nona Peony, sudah pasti itu merupakan sebuah kehormatan.
"Baik!" Lila kembali mengangguk semangat. Tangan kanannya merogoh saku jubah penyihirnya dan mengeluarkan tongkatnya yang sudah menganggur sedari tadi.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Nona?"
Nona Peony tiba-tiba mendapatkan rencana cemerlang. Ia tiba-tiba kembali teringat dengan tasnya yang berisi puluhan botol bir. Tas itu dekat, namun terasa jauh dari posisinya saat ini.
Ia berencana untuk mengambil tas itu dan meminum beberapa botol anggur merah lagi. Ia akan memasuki fase mabuk lagi kali ini.
Karenanya, ia memperlambat kecepatan berlarinya dan mendekatkan dirinya ke arah Lila. Ia berbisik di telinga Lila demi menyampaikan rencananya. Lila mengangguk-angguk mengerti setelah Nona Peony mengutarakan rencananya. Untung saja di keadaan-keadaan genting seperti ini, otak gadis tersebut lebih cepat bekerja.
Nona Peony memberi aba-aba agar Lila bisa langsung bisa langsung menjalankan rencananya. Lila lagi-lagi mengangguk.
Tak lama, gadis itu berbalik menghadap ke arah gerombolan makhluk-makhluk hijau di belakangnya. Ia memutar-mutar tongkat sihirnya dan mengucapkan mantra peledak. Mantra paling dasar, namun lumayan berguna di saat-saat seperti ini.
Di kala Lila yang mendapat bantuan ringan dari Aliga sedang menghadapi goblin-goblin itu, Nona Peony diam-diam memutar haluan dan berlari ke arah sebaliknya. Ia akan mengecoh lautan goblin itu dengan kehadiran Lila dan memanfaatkan keadaan dengan berlari menuju tasnya yang berada di ujung lain dari lapangan.
Semoga ini berhasil.