Tepat setelah goblin yang mengepalai perkampungan ini menyelesaikan kalimatnya, goblin-goblin yang berada di bawah pengaruh sihirnya langsung menambah kecepatannya.
Nona Peony berjengit. Ia berjalan mundur lebih cepat sambil berusaha untuk menjadi tameng bagi penyihir-penyihir junior yang menjadi tanggung jawabnya. Ia tidak akan membiarkan dampingannya itu terluka sedikit saja.
Seperti yang wanita itu kira sebelumnya, kekuatan seorang pemimpin dari klan goblin memang tidak bisa dianggap sebelah mata. Ada alasan khusus mengapa ia dipilih sebagai seorang tetua dan fakta bahwa ia menguasai sihir untuk mengendalikan makhluk dari ras yang sama dengannya merupakan salah satu dari sekian banyak alasan untuk memilihnya sebagai seorang tetua.
Manik mata goblin itu berubah menjadi hitam pekat. Dugaan Nona Peony benar. Goblin ini merupakan salah satu pemilik mata raja. Hanya sedikit sekali makhluk yang memiliki warna mata dan kekuatan alami seperti ini.
Rombongan Nona Peony kian bergerak mundur hingga menemukan jalan buntu. Sebuah gubuk goblin menghalangi pergerakan mereka dan mereka terpaksa berhenti.
Terkepung. Mereka benar-benar terkepung dan tidak bisa bergerak lagi.
"Tidak perlu merasa takut seperti itu. Kalian tidak akan merasakan sakit yang berarti saat kuceburkan ke cairan lava nanti. Akan aku pastikan bahwa kalian akan mendapatkan perlakuan khusus ketika dimasak nanti, hahaha."
Tawa makhluk hijau berkepala licin itu semakin menggelegar dan mengganggu. Tidak ada tanda-tanda bercanda dari ucapannya tadi dan hal itu membuat Nona Peony semakin yakin bahwa dirinya harus mengambil keputusan secepat dan sebaik mungkin sebelum semuanya terlambat.
Ia sudah terlepas dari pengaruh mabuknya. Warna manik matanya sudah kembali ke warna semula dan tubuhnya tidak lagi lemas. Gelembung-gelembung pembuat mabuk sudah menghilang tak bersisa dan kekuatan alaminya berkurang drastis.
Keadaan benar-benar menjadi tidak menguntungkan bagi kubu Nona Peony. Padahal, tadi mereka sudah berada di ambang kemenangan.
Nona Peony ingin sekali menyalahkan dirinya sendiri saat ini. Andai saja ia tidak melempar tongkat milik si tetua goblin yang jelas-jelas sudah berada di genggamannya, situasi tidak akan menjadi berbanding terbalik seperti ini.
Tapi, sekarang bukan waktu yang cocok untuk mencerca diri sendiri. Nona Peony bisa saja menyerah pada keadaan sembari menyalahkan dirinya sendiri. Tapi, di pundaknya terdapat nyawa tiga orang penyihir muda. Ia tidak hanya akan menyesal di sini, namun juga di alam baka.
Karenanya, ia kembali memutar otak. Bertahun-tahun mempelajari segala hal di akademi penyihir seharusnya banyak membantu dirinya dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini.
Sayangnya, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Di depan mereka, goblin-goblin dari berbagai tingkatan itu semakin mendekat.
Ia memutuskan untuk membawa penyihir-penyihir junior itu berlari ke samping. Bergerak ke belakang saja sudah tidak mungkin, apalagi bergerak ke depan. Walau ia tahu bahwa kabur bukanlah keputusan dan langkah yang tepat untuk diambil, namun setidaknya hal tersebut dapat membuat dirinya dan ketiga penyihir lainnya dapat bertahan hidup lebih lama.
Menyedihkan.
Ia mencoba untuk mengarahkan tongkat sihirnya ke arah seorang goblin untuk membuatnya lumpuh menggunakan mantra peledak.
Berhasil!
Sayangnya, hanya goblin itu seorang yang bisa ia taklukkan. Sisanya masih ada ratusan dan jika ia hanya mengandalkan mantra peledak ini, energinya tidak akan cukup dan hasilnya akan sama saja. Mati.
"Tolong Peony, Tuhan!"