Belum sempat penyihir senior itu menyelesailan kalimatnya, sebuah ledakan memekakkan telinga yang disusul oleh kilatan cahaya merah terang terlihat di langit Hutan Azvara.
Para goblin yang sedang menari dan berdendang berhenti sejenak. Namun tak lama kemudian, mereka kembali melakukan kegiatan mereka seperti biasa seakan tidak terjadi apa-apa.
Lila sadar bahwa itu adalah tanda bahwa salah satu kelompok telah mengumpulkan tiga manuskrip sihir. Tapi, siapa?
"Nona, sudah ada satu kelompok yang mengumpulkan tiga manuskrip sedangkan kita belum mendapat satu pun. Bagaimana ini?" Lila kembali melirik pendampingnya itu dengan wajah was-was.
Nona Peony malah tersenyum lembut dan menenangkan gadis itu. "Tidak apa, kita tidak boleh gegabah. Yang harus kita pikirkan saat ini adalah keselamatan Cia dan Aliga. Kalau mereka tidak selamat, seberapa banyak pun manuskrip sihir yang kita punya, itu tidak akan menjadi berharga sama sekali nantinya."
Lila membenarkan ucapan Nona Peony. Yang paling penting saat ini adalah keselamatan kedua rekannya itu.
Nona Peony akhirnya mendapatkan satu rencana. Wanita itu buru-buru meraih tas yang ada di sandangannya, mengambil pena, kemudian mulai mencatat sesuatu. Lila mencondongkan badannya agar bisa melihat tulisan wanita itu lebih jelas.
"Kerugian kita adalah ini." Nona Peony mengangkat kertasnya dan menunjukkan isinya kepada Lila. Di sana, ia terlihat menggambar denah lapangan ini beserta semua goblin yang masuk ke dalam radar penglihatannya.
Ia kemudian menunjuk salah satu sudut lapangan lalu kembali menjelaskan. "Di setiap sudut, ada setidaknya dua goblin yang berjaga demi keamanan acara ini. Tidak hanya itu, setiap dua meter, setidaknya ada satu orang goblin yang menonton di pinggir lapangan."
Lila memandang pinggir lapangan itu untuk membuktikan ucapan Nona Peony. Ternyata benar, pinggir lapangan ini disesaki oleh kumpulan goblin yang sudah tidak sabar lagi untuk menyaksikan pertunjukan yang akan berlangsung tidak lama lagi.
Lila membuang napasnya dan terduduk pasrah.
"Tapi," sambung Nona Peony, "Peony bisa mengeluarkan sihir gelembung mabuk milik Peony untuk menidurkan semua goblin yang ada di sini, minus si tetua."
Lila membelalakkan matanya. Ia baru ingat kalau Nona Peony memiliki kekuatan sihir mabuk yang bisa menidurkan, memabukkan, hingga membuat makhluk lain menjadi gila parsial.
"Pantas saja minuman kesukaannya adalah bir," batin Lila.
Nona Peony berdiri dan membuka tasnya. Lila terkejut. Tas itu dipenuhi oleh puluhan botol bir dan anggur merah. Nona Peony tersenyum bahagia lalu mulai mengeluarkan satu per satu botol bir yang ada di situ.
"Peony suka minum bir namun tidak kuat melawan mabuknya. Satu botol saja sudah cukup untuk membuat Peony kehilangan kesadarannya. Tapi sayangnya, kekuatan gelembung mabuk mengharuskan Peony untuk meminum lima botol bir..."
"...oleh karena itu Peony memerlukan bantuan Lila untuk meminumkan bir-bir itu ke Peony. Lila mau, kan?"
Gadis muda berambut pirang itu memasang wajah ragu. Belum pernah seumur hidupnya ia melihat secara langsung, apalagi memegang botol minuman-minuman keras itu.
Tapi mau bagaimana lagi, ia harus melakukan ini semua demi teman-temannya. Waktu mereka juga tidak tersisa banyak. Karenanya, Lila mengangguk mantap sambil mengacungkan ibu jarinya. "Baik, Nona. Lila bersedia!"
Nona Peony terlihat senang dengan hal itu. Ia mengambil posisi duduk senyaman mungkin dan mulai membuka satu botol. Dengan cepat, ia meneguk semua tetes bir yang ada di botol itu hingga habis tak bersisa.
Reaksi aneh mulai ditunjukkan oleh pendamping Lila itu. Matanya mulai menyipit, napasnya mulai tidak beraturan, bahkan pipinya juga bersemu merah. Lila berpikir bahwa inilah saatnya untuk melaksanakan tugasnya.
Gadis itu membuka satu botol dengan susah payah. Bau alkohol langsung menyeruak hingga mengharuskan Lila menutup hidungnya. Ia refleks meminumkan bir itu ke Nona Peony.
Begitu seterusnya hingga kelima botol yang dikeluarkan Nona Peony kosong. Wanita yang keadaannya sudah mabuk berat itu menutup matanya dan meraih tongkat sihirnya. Ia melayang beberapa senti dari tanah dan mulai merapalkan mantra.
Lila harap ini berhasil....