Chereads / Azvara : Magic Forest / Chapter 21 - (20)

Chapter 21 - (20)

Jalan tanah ini sepi sekali. Tidak ada tanda-tanda kehidupan selain dua penyihir yang sedang berjalan mengendap-endap sambil sesekali menoleh ke belakang. Mereka harus meningkatkan kewaspadaan mereka karena tidak ada seorang pun yang tahu ke depannya akan seperti apa jadinya.

Mereka harus berputar ke berbagai seluk perumahan goblin ini demi mengikuti arak-arakan maut itu yang entah kapan akan berhenti mengelilingi kawasan ini.

Atmosfer di sini tidak menyenangkan. Tempat ini padat sekali sampai-sampai membuat Lila beberapa kali menendang tempayan air dengan tidak sengaja. Memang benar kata orang-orang, goblin adalah bangsa yang tidak terurus.

"Nona Peony, apa kau tahu apa kelemahan para goblin itu?" Lila menoleh ke belakang dan mulai bertanya dengan pelan. Nona Peony mengangguk sambil tetap berjalan.

"Mereka bodoh. Lihat saja tempat tinggal mereka. Kekuatan sihir mereka juga masih berada dalam tingkat rendah. Penyihir sepertimu pasti bisa mengalahkan mereka dengan sihir dasar," jelas Nona Peony singkat.

Lila sumringah. Gadis bermanik mata biru itu tersenyum kala mendapati bahwa musuh mereka kali ini hanyalah ras yang lemah.

Namun, baru saja Lila mengembuskan napasnya lega, Nona Peony kembali melanjutkan ucapannya. "Tapi tetua mereka adalah salah satu makhluk tercerdas di hutan ini. Logikanya tidak bisa dianggap remeh. Kekuatan sihirnya juga bukan main-main. Ia bisa saja menghancurkan tempat ini dalam satu jentikan jari kalau ia sudah mengamuk."

Lila menatap horor ke arah Nona Peony. Ia meneguk salivanya kasar dan keringat dingin bercucuran dari pelipisnya. Ia tidak menyangka bahwa makhluk acak-acakan seperti goblin ternyata memiliki seorang pemimpin yang begitu kuat.

Mereka kembali diam dan melanjutkan perjalanan mereka. Pikiran Lila berkecamuk perihal apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan kedua rekannya kelak. Ia sudah memikirkan belasan rencana, padahal keadaannya saja ia tidak tahu akan jadi seperti apa nantinya.

Lama mereka berjalan memutari perkampungan ini hingga akhirnya arak-arakan itu berhenti di sebuah lapangan yang seukuran dengan lapangan bola akademi penyihir. Di sana, sudah terpancang sebuah tiang tinggi lengkap dengan puluhan kayu bakar yang disusun menggunung di bawahnya.

Para goblin wanita memakai pakaian festival dan memoleskan cairan merah di pipi dan bibir mereka. Anak-anak goblin menyoraki iring-iringan yang baru datang sambil sesekali berteriak heboh karena mendapati bahwa di jaring yang mereka bawa terdapat dua orang penyihir muda.

Beberapa goblin pria kekar yang datang dari arah yang berlawanan terlihat menggotong singgasana jumbo dengan seorang goblin tua yang mendudukinya. Tidak salah lagi, itu pasti tetua goblin yang dimaksud oleh Nona Peony.

"Ah, tampangnya tidak meyakinkan," batin Lila. Goblin itu sudah sangat ringkih dan berkeriput banyak. Tidak mungkin makhluk seperti itu bisa mengeluarkan kekuatan sihir yang dahsyat.

Bunyi instrumen pukul terdengar bersahut-sahutan dari empat sudut lapangan. Para goblin wanita yang sedari tadi sudah bersiap-siap kini memasuki lapangan dan menari bersama sambil bertepuk tangan sesuai ritme.

Goblin tua yang masih duduk di singgasana itu menatap girang hati ke arah para penari itu. Tatapannya kian menggila ketika melihat Cia dan Aliga yang sudah putus asa di jaring miliknya.

"Apa yang harus kita lakukan, Nona Peony?" Lila menoleh ke arah pendampingnya itu untuk meminta saran.

Nona Peony kembali mencuri pandang ke arah parade goblin itu dan setelah dirasa cukup dalam membaca situasi, ia kembali ke persembunyiannya.

"Peony rasa kita memiliki keuntungan dan kerugian."

"Apa?" tanya Lila cepat.

"Keuntungannya, seperti yang Peony katakan tadi, goblin adalah makhluk yang bodoh dan kita bisa menyelinap dengan mudah ke sana..."

"... tapi kerugiannya--"