Chereads / Azvara : Magic Forest / Chapter 15 - (14)

Chapter 15 - (14)

Lila, Cia, dan Aliga pura-pura tidak mendengar keluhan Nona Peony dan berjalan cepat meninggalkannya. Awalnya, mereka melakukan taktik ini agar pendamping mereka yang sering mabuk itu takut dan terpaksa mengejar mereka. Namun apa daya, rencana mereka hancur sejadi-jadinya. Nona Peony tidak bergerak sedikit pun.

Cia bahkan sempat berpikir bahwa wanita itu sedang mabuk saat ini.

"Cih, aku sudah kesal meladeninya."

Lila dan Cia diam, tidak tahu ingin membalas perkataan Aliga seperti apa. Mereka berdua juga sudah tidak tahan lagi menghadapi penyihir senior itu. Tapi, ia yakin. Tuan Moore pasti punya alasan tersendiri mengapa dirinya memilih Nona Peony sebagai pendamping kelompok mereka.

"Nona Peony, ayo sini!"

Nona Peony bersidekap tangan lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak mau! Peony capek!" ucap wanita itu sembari menggembungkan pipinya.

Terpaksa, kalau begini terus, harus Aliga yang turun tangan. Jadilah, Lila menyuruh lelaki itu untuk membujuk Nona Peony agar mau mengikuti perjalanan mereka. Dengan tampang gusar dan urat yang tercetak jelas di kepalanya, Aliga menghampiri Nona Peony yang sudah tertinggal jauh di belakang.

Namun, hal yang tidak akan pernah Lila dan Cia sangka terjadi. Aliga kembali dengan membawa Nona Peony ... di gendongannya. Lila dan Cia menganga tidak wajar. Aliga, yang terkenal akan pamornya sebagai penyihir berdarah dingin dari Desa  Magus ... menggendong seorang wanita.

Dengan tersipu malu, lelaki itu berkata, "A-aku tidak bisa menolak tawaran tiramisu darinya. K-katanya, dia akan memberiku satu kotak besar tiramisu setelah perlombaan ini. Ini terpaksa!"

Lila dan Cia saling berpandangan. Aliga ... ternyata memiliki sisi lembut juga di hatinya. Lelaki itu membuang muka lalu berjalan menuju arah utara sambil menggendong Nona Peony yang tengah tersenyum jahil di pundaknya.

Hutan ini lengang. Lengang yang ganjil. Sejak mereka mulai berjalan, tidak terdengar satu pun kaokan burung, bising dari gerakan sayap jangkrik, bahkan satu suara nyamuk sekali pun. Ini adalah sebuah kewajaran yang aneh. Lila sudah tahu bahwa hutan ini tidak wajar dari berbagai literatur yang pernah ia baca. Namun, ia tidak pernah menyangka bahwa hutan ini akan seaneh ini.

Kelompok itu berjalan dalam diam. Tidak ada satu orang pun yang memulai pembicaraan. Cia mengamati lingkungan sekitarnya dan berusaha membaca kondisi hutan. Aliga masih memanggul Nona Peony dengan wajah datar. Sedangkan Nona Peony ... pendamping mereka itu kini tengah tidur dengan damai di gendongan Aliga. Walau Lila tahu bahwa dirinya aneh, namun ternyata ia masih kalah saing dengan Nona Peony.

"Masih jauh, ya?" tanya Lila yang kini mulai merasa lelah.

Cia mengangguk. "Kita sudah berjalan selama sepuluh menit dan perkiraan waktu yang kita butuhkan untuk mencapai tempat itu adalah lima belas menit lagi."

Lila mengembuskan napasnya berat. Jarak ke kawasan goblin masih jauh namun ia sudah merasa lelah. Tapi, ia tidak boleh menyerah. Seletih apa pun dirinya, masih ada Aliga yang lebih letih darinya. Ia tidak mau kalah dan kelihatan tidak berguna di mata Aliga. Mau ditaruh di mana wajahnya jika ia minta istirahat sekarang?

"Kira-kira, apa yang akan kita laku--"

krsss krsss

Lila baru saja ingin menanyakan hal baru kepada Cia namun suara semak-semak di arah jam sembilan mampu menghentikannya. Nona Peony terbangun dan mulai menyadari ada penyihir lain di dekat mereka. Ia berbisik ke telinga Aliga, dan menyuruhnya untuk merunduk. Insting Lila dan Cia juga ikut menyuruh kedua gadis itu untuk merunduk.

Dari kejauhan, Cia mengamati beberapa penyihir sedang berjalan dengan santai. Penampilan mereka sangat nyentrik, dengan jubah penyihir yang berwarna merah muda dan sebuah topi penyihir berbentuk stroberi.

"Mereka adalah saingan kita dari Desa Amezar...."